01 Desember 2024

Rumah Lek Dah

 Curug || Jalan Selatan Talegong Cisewu ...

Oleh Noor Aidlon 

L

ek Dah. Begitu kami memanggilnya. Beliau ini adek kandung ibu mertua saya. Ibu anak pertama. Lek Dah anak ke empat. Umur lek Dah dan ibu tidak terpaut banyak. Seperti sepantaran. Sepermainan. Beliau sangat akrab, sejak masih kecil sampai tuanya.

Beberapa minggu lalu. Kami berkunjung kerumah lek Dah di daerah Senori. Masuk wilayah Tuban. Tuban kemringat, Tuban pedalaman, kata teman saya.

Dari Surabaya 3,5 jam perjalanan mobil. Tidak begitu jauh. Tapi tidak juga tidak begitu dekat. Hanya separo dari perjalanan mudik kami yang 7 atau 8 jam.

Menurut google map, lebih dekat dan lebih cepat lewat jalur Lamongan – Babat. Saya ikuti saja arahan mapnya Google itu. Toh selama ini saya belum pernah dibikin pusing olehnya. Toh perjalanan di pagi hari. Pun kalau kesasar gampang kembalinya.

Perjalanan Surabaya - Babat, saya tidak memerlukan bantuan google map. Saya sudah hafal betul jalan itu. Tahu daerah mana yang biasanya macet dan ruas jalan mana yang banyak lubangnya.

Masuk daerah Widang ( sebelah barat Babat ) saya mulai pasang google map. Saya buta dan tidak tahu sama sekali daerah itu. Saya memerlukan peta panduannya.

Kami diarahkan belok ke kiri dan masuk jalan yang lebih sempit.  Saya ikuti saja arah peta. Lurus terus. Jalannya beraspal mulus tapi sempit. Sempit tapi mulus. Kiri kanan jalan berupa bentangan sawah yang sangat luas. Hijau sepanjang mata memandang. Hijaunya tanaman padi yang baru berumur kurang lebih sebulan.  Padinya masih belum bunting, dan masih memerlukan banyak pupuk.

Dipinggir jalan beberapa tanaman keras bertengger kokoh. Saya tidak tahu jenis tanaman apa. Bapak/Ibu tani bisa berteduh di bawah pohon itu. Berlindung dari sengatan matahari yang terik.

Saya lihat bapak/ibu tani mulai mentas dari sawah. Ada yang sudah dijalan raya naik sepeda ontelnya. Namun lebih banyak yang naik sepeda motor. Sinar keikhlasan tercermin dari wajah dibawah capingnya. Itulah petani.

Alam telah mengajarinya menjadi orang yang ikhlas, sabar dan tawakal. Tidak jarang padi yang siap dipanen itu lenyap. Diterjang banjir. Ataupun habis dirayah tikus. Namun mereka tetap tegar. Tetap sabar.  Belum rezekinya, kata mereka. Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Keyakinan mereka. Itulah yang diajarkan oleh agamanya.

Lalu saya teringat masa kecil.  Di desa dulu. Teringat bagaimana nikmatnya makan di tengah  sawah, sambil duduk di pematangnya. Meskipun hanya dengan lauk telur dadar. Telur dadar yang dicampur parutan kelapa. Tapi nikmatnya sundul langit. Menurut saya. Saat itu.

Saya pernah bertanya ke ibu, mengapa dicampur parutan kelapa. Biar babar, kata ibu pendek. Babar artinya bisa menjadi banyak dan mencukupi orang banyak. Dengan 2 butir telur bisa dijadikan 6 – 8 porsi. Telur merupakan makanan mewah saat itu. Bagi kami dan tetangga kami.

Jalan desa itu mengarah ke daerah Rengel. Saya sering dengar nama Rengel. Kami punya Pak Lek disana.  Sering bertemu di acara pertemuan keluarga. Namun hanya sekali sowan ke rumahnya. Itupun sudah lebih dari sepuluh tahun lalu.

Lepas rengel, belok kanan. Lurus. Jalan itu diapit oleh hutan. Saya tengok sinyal handphone saya yang mulai melemah. Google map itupun sering tidak sesuai. Sering terlambat. Dan sayapun kebablasan.

Saya minta istri dan adek saya menyalakan juga google map. Sebagai back up. Kalau kalau sinyal di handphone saya lenyap.

Jalan kecil diantara hutan itu sepi. Lepas hutan ketemu bentangan sawah lagi. Saya lihat tanaman tembakau ada dimana mana. Juga subur. Tampak sudah dipetik daunnya. Perkiraan saya, tembukau ini untuk konsumsi pabrik rokok dalam negeri. Bukan untuk dijual export.

Tembakau untuk pabrik rokok, daunnya tidak perlu lebar. Karena akan dijual dalam bentuk rajangan yang sudah dikeringkan. Tembakau ini akan dipakai sebagai isian ( filler ) rokok.

Ada satu jenis lagi. Tembakau untuk konsumsi export. Biasanya untuk cerutu. Tembakau dijual dalam bentuk daun lembaran. Harganya berkali kali lipat dari harga tembakau filler. Daunnya tidak boleh ada yang lubang. Sekecil apapun. Daunnya harus lentur, tipis dan berminyak. Kalau digulung tidak robek. Inilah yang akan dipakai untuk bagian luarnya cerutu. Kita tahu cerutu bagian luarnya terbuat dari tembakau. Bukan kertas, seperti rokok.

Saya tengok google map lagi. Tinggal 4 KM lagi - akan sampai. Tapi jalan masih kecil yang berada di tengah pemukiman pedesaan. Saya melewai rumah yang lagi hajatan. Pengeras suaranya ditaruh dipinggir jalan.  Suaranya keras sekali - mendendangkan Lagu ndang ndut nan terdengar merdu. Beberapa sepeda motor diparkir di pinggi jalan. Belum banyak jumlahnya. Mungkin habis dzuhur acara hajatannya.

Keluar dari jalan kecil. Ketemu jalan besar. Saya mengenali jalan itu. Ada masjid di halaman sekolah. Dulu saya pernah sholat disitu. Rumahnya Lek Dah sudah dekat. Berada di seberang pasar Senori.

Ada toko besar. Itulah tokonya Lek Dah. Rumahnya dibelakang toko itu. Besar sekali. Panjang sekali. Rumah itu tampak sepi. Masih dalam suasana duka. Lek Dah baru saja ditinggal lagi oleh salah satu putranya. Dik Udin telah mendahului kami. Semoga diampuni dosanya, diterima amal baiknya dan di lapangkan kuburnya.

Dik Udin, kami pasti akan menyusul. Kalau sampeyan mau duluan, ya monggo ... ? ( NA, 011224 )


02 September 2024

BERPARTNER TIGA

 

 

Oleh Noor Aidlon

S

yarat berbisnis itu harus berpartner tiga. Agar bisnismu maju dan hatimu tenang. Pun keluargamu bahagia. Tiga partner itu adalah Allah, Rasulullah dan keluargamu.

Jangan pernah tinggalkan ibadah. Lakukan perintah Nya. Dan senantiasa meninggikan Asma Nya. Karena itu hak Allah.

Jangan lupakan anak yatim dan orang miskin. Itulah yang diperintahkan Rasulullah. Yang disukai Rasulullah.

Dan jangan lupakan pula hak dirimu dan keluargamu. Keluarga yang kuat disukai oleh Allah dan Rasulullah.

Kalimat itu diucapkan menjelang tengah malam. Di restaurant Hotel Westin yang sudah sangat sepi. Tinggal meja bundar yang kami tempati, yang masih penuh. Oleh 8 orang.

Saya meresapi kalimat itu. Sambil melihat jauh kesana. Kebawah dari ketinggian restaurant. Lewat dinding kaca yang mengitari ruang restaurant itu.

Daerah Surabaya Barat kelihatan ramai oleh lampu penerangan jalan. Pun lampu rumah rumah hunian. Lalu lintas sudah tidak berlalu lalang lagi. Tidak sesibuk beberapa jam sebelumnya.

Kalimat itu diucapkan oleh lelaki kecil dan ceking. Yang barusan membeli sebuah helikopter baru. Yang saat ini sedang membangun masjid diatas tanah 20 Ha di Kalimantan Timur. Dengan budget satu trilyun Rupiah. Gambarnya ditunjukkan ke saya. Dari layar Handphone. Masjid dengan gaya timur tengah. Dengan beberapa menara di sekitarnya.

Coba perhatikan. Adakah orang jatuh miskin karena membangun masjid. Adakah orang yang jatuh miskin karena menyantuni anak yatim. Tidak pernah ada. Yang ada rezekinya malah semakin berkembang. Karena keberkahan ada disana. Namun banyak orang masih belum meyakininya. Meyakininya dengan kokoh.

Kalimat itu diucapkan oleh lelaki kecil nan aceking yang malam itu melakukan final nego dengan teman saya. Dan saya diminta mendampinginya.

Tengah malam mereka bersalaman. Sudah sepakat. Esuknya perjanjian itu mereka tanda tangani. Semoga berkah. Kalimat itu diucapkan mereka berdua. Hampir bersamaan. Tanpa komando. Tanpa janjian.

Menjelang tidur, kalimat lelaki kecil nan ceking itu kembali muncul dalam pikiran saya. Merenungi maknanya. Kalimat yang mudah diucapkan. Namun begitu sulit melakukannya.


Perbaruhi syahadatmu. Kata teman saya yang lain puluhan tahun yang lalu. Mengingatkan saya ketika saya kelihatan ragu mengambil keputusan. Untuk sesuatu yang baik.

Pak Robby Djohan ( mantan ) Presiden Direktur Bank Niaga yang legendaris. Sebelum menyetujui suatu usulan, senantiasa menanyakan ini. Apakah kamu yakin usulanmu ini membawa kebaikan dan workable.

Didalam Al Quran ada 2 kata yang susunannya tidak pernah terbalik. Dua kata berurutan ini muncul beberapa kali. Kata itu adalah Amanu wa 'amilus sholihat. Beriman ( yakin ) dan kerjakan kebajikan.

Yakin dulu baru kerjakan. Kalau masih ragu. Pikir lagi.  Analisa lagi secara mendalam. Baru ambil keputusan. Kerjakan atau tinggalkan. Jangan pernah mengambil keputusan kalau masih belum yakin. Itulah yang diajarkan Rasulullah.

 
Ada orang yang cepat yakin. Nalurinya begitu kuat. Yang diasah berdasarkan pengalaman. Ada juga mereka yang perlu waktu dengan mempertimbangkan terlebih dahulu. Perlu mengumpulkan data. Setelah cukup analisanya baru yakin.

Meskipun berbeda pendekatan, namun keduanya bisa dikategorikan sebagai ilmul yakin. Yakin berdasarkan ilmu. Ada dasarnya.

Boss saya dulu. Meskipun secara prinsip dia bisa menyetujui proposal kredit, namun untuk tanda tangan, dia minta di ketemukan dengan calon nasabah terlebih dahulu. Di kantor nasabah. Di pabrik nasabah. Bukan dikantor kami. Seeing is believing. Itu jargonnya. Itulah Ainul yakin.

Kembali ke cerita lelaki kecil nan ceking. Dia berprinsip berpartner dengan Allah dan Rasulullah. Dia tidak melihat dan ketemu Allah dan Rasulullah. Sama seperti kita. Namun keimanan dan keyakinan terhadap yang ghoib sangat kokoh. Seakan dia mampu melihat dan bertemu Allah dan Rasulullah. Saat ini.

Keimanan seperti itulah yg mengagumkan Nabi Muhammad. Seperti yang disabdakan beliau ini. Orang yang paling menakjubkan imannya adalah mereka yang datang setelah kalian ( generasi jauh dibawah para sahabat ), lalu mereka menjumpai sebuah kitab yang berasal dari wahyu (Al-Qur'an), kemudian mereka mengimaninya dan mengikutinya. Mereka inilah orang yang paling menakjubkan imannya.

Jadi iman kita yang dikagumi Rasulullah, saudara. Iman penjenengan sedoyo.

Lantas, apakah panjenengan bangga dengan sanjungan itu. Ataukah Malu ?

# NA
#Sancaka
#22 Agustus 2024.