Anak anak memang keingin tahuannya sangat besar. Ketika diajak jalan-jalan pasti banyak hal yang ditanyakan, bahkan seringkali “terasa menjengkelkan”.
Suatu saat, ketika saya ajak mereka pergi ke Malang, dijalan tol Surabaya – Gempol ( sebelum ada bencana lapindo ), sebelum daerah Sidoarjo – jalan tol yang mulus dan lurus itu – diberikan sesuatu – saya tidak tahu terbuat dari apa – tapi yang jelas ada efek getarnya. Ketika kendaraan melaju kencang diatas jalan yang mulus, lurus itu – yang seringkali membuat penumpangnya tertidur – tahu tahu sepanjang kurang lebih 15 meter, ban kendaraan itu berbunyi drel drel drel sehingga kendaraannyapun bergetar. Anak anak pada protes, kenapa sih jalan sudah bagus bagus koq dibuat kasar gitu ? Nah kemudian kami – saya dan istri – kebagian menjelaskan.
Coba kamu perhatikan, demikian istri saya mulai menjelaskan, ketika kita masuk tol waru sampai sebelum jalan yang kamu katakan dibuat kasar itu, siapa saja dimobil yang tidak tidur ? Khan hanya papa yang tidak tidur – itupun karena papa harus nyetir. Semua penumpangnya tertidur. Dengan dibuat bergetar, kita akhirnya terbangun khan ? Tapi ma, khan mengganggu orang yang sedang tidur, protes anak ke dua saya. Iya, lebih baik kita yang terbangun daripada papa yang nyetir ikut tertidur. Iya khan ? demikian penjelasan istri saya.
Sahabat, marilah kita renungkan. Bukankah itu seperti kehidupan keseharian kita ? Siapapun yang masih hidup pastilah mengalami dan melalui goncangan goncangan. Mulai dari yang kecil, sedang sampai yang besar, yang semuanya bersifat relatif. Mudah mudahan kita menyikapinya tidak seperti anak saya, jalan yang dibuat kasar itu dianggapnya mengganggu kenikmatan tidurnya, tapi seperti istri saya yang menganggapnya sebagai media agar sang sopir tetap konsentrasi dan focus pada tujuan.
Semoga menginspirasi ...... ( apartement kristal, 24 mei 09 – 20.57 )