Tahun
2007 kami diundang oleh Citibank untuk berkunjungan ke Trade Operation
Centernya yang ada di Penang; Malaysia. Ada beberapa bank yang diajak
serta. Hari pertama setelah seharian
visit dan berdiskusi dengan para officer setempat; kemudian kami diajak makan
malam di satu Sea Food Restaurant.
Kebetulan
saya satu meja; round table; dengan beberapa kawan bank swasta. Sebelah kanan
saya pejabat dari Bank Ekonomi; berumur 65 tahun dan sebelah kiri saya pejabat
dari bank swasta lain ( saya lupa banknya ) berumur sekitar 40 tahun. Ketika acara makan dimulai. Makanan
diletakkan diatas meja yang bisa diputar. Dari sekian banyak menu; saya cicipi
semua; meskipun untuk udang dan kepiting porsinya tidak berani banyak; takut
kolesterol. Sebelah kiri saya teman yang berumur 40 tahun; lebih muda dari
saya; sering memutar meja. Ketika saya
tanya kenapa dilewatkan menu itu; dijawab tidak boleh sama dokter. Saya menahan
diri untuk tidak bertanya lebih lanjut; namun saya faham; berarti dia sudah ada
banyak penyakit ( paling tidak kolesterol, tekanan darah tinggi; asam urat ).
Sedangkan
sebelah kanan saya; yang umurnya jauh lebih tua dari saya; namun menu yang ada dimakan semua dengan porsinya
yang lumayan banyak. Saya hanya menduga; ada dua kemungkinan. Yang pertama
Bapak ini amat sangat sehat; kemungkinan kedua; Bapak ini hanya nekat; tidak
peduli dengan kesehatannya. Sembrono dengan kesehatan.
Akhirnya
saya tidak tahan juga untuk tidak bertanya.
Lalu sayapun bertanya; belum ada pantangan makanan pak ? Belum; semua masih enak; jawabnya. Saya
itu hobby makan; jelasnya. Saya tidak mau ada penyakit yang menghalangi hobi
saya itu. Bagaimana caranya, tanya
saya. Kayak gini; saya makan banyak;
saya hitung berapa kalorinya; kemudian besuk pagi saya harus olah raga membakar
kalori sebanyak yang saya makan. Kalau di Jakarta; meskipun hujan; saya tetap
jogging pakai jacket. Itu semua saya lakukan demi hobby saya, yaitu Makan
enak. Terang Bapak 65 tahun itu.
Beberapa
minggu yang lalu saya diminta mengisi program Business Learning Session dan
saya bawakan presentasi dengan topic
Grow with the Character. Bahan saya ambil dari tulisannya Hermawan
kertajaya-Mark Plus yang pernah secara berseri dimuat di harian Jawa Pos.
Ada
tiga komponen untuk Grow with Character; yaitu excellent; Professional dan
Character. Agar kita bisa mencapai
tingkat excellent; yang pertama kita harus mempunyai Commitment to Win. Disinilah kemudian saya
teringat cerita yang saya tulis diatas. Bagaimana bapak yang berumur 65 tahun
masih bisa makan apapun. Udang, cumi, kepiting; ok semua. Itu karena commitment
beliau atas hobbynya-MAKAN ENAK !!! Jadi Win nya adalah Bisa Tetap Makan Enak. Kalau hal ini sudah terpatri kuat; sudah
menjadi commitment; bukan sekedar wacana; bukan sekedar keinginan; tapi menjadi commitment pribadinya; maka secara
otomatis dia akan mencari tahu bagaimana caranya. Itulah yang disebut build
ability – membangun kemampuan. Bagaimana Caranya ? dengan berolah raga yang teratur dan terukur .
Ternyata
olah raga yang teratur saja tidak cukup. Perlu juga diukur porsinya. Porsinya
harus cukup sehingga bisa membakar kalori sebanyak yang dikonsumsi. Untuk itu;
beliaupun kemudian belajar bagaimana
menghitung kilo kalori nya. Ini juga masih termasuk phase build ability.
Setelah
abilitynya terbangun; kemudian perlu dilakuan improvement secara terus menerus
( continuous improvement ). Saya pertama
jogging di ITS hanya mampu berlari seperempat putaran kemudian berjalan. Namun
pelan pelan saya naikkan dan saat ini
mampu 2 kali putaran sekali lari dan saya ukur harus mencapai lama 60 menit
muteri lapangan. Lari kemudian jalan; lari lagi, jalan lagi, dst. Itulah yang
disebut raise the bar setting.
Dari
sekian phase; ternyata yang paling penting dan merupakan pengendali adalah
membangun commitment to win nya. Bagaimana caranya ? Dahlan Iskan suatu saat
mengatakan; kalau sudah menyangkut hidup mati; orang pasti akan berkomitmen dan
berdisiplin melakukannya. Menyangkut hidup mati. Itulah yang didalam manajemen
disebut sebagai creating sense of urgency/crisis. Jadi tidak harus
urgent/crisis dalam arti yang sebenarnya.
Namun yang paling penting adalah Mendatangkan/menciptakan PERASAAN Hidup
Mati.
Pernahkah
kita membayangkan; bagaimana kondisi keluarga kita bila suatu saat kita
kehilangan sumber penghasilan ? Semua
impian yang telah dibangun akan hancur berantakan. Anak anak tidak bisa
melanjutkan sekolah lagi. Lalu setelah besar akan jadi apa ? Kebahagiaan; martabat keluarga akan menjadi taruhannya. Kalau sudah
demikian; apakah kita tidak berkomitmen terhadap pekerjaan ? Ancaman akan
membuat orang berjuang mati matian.
Kalau mampu menciptakan ancaman dalam hati; Insya Allah ancaman yang
sesungguhnya tidak akan datang.
Apa
buktinya kalau kita sudah punya komitmen ? Kalau sesuatu itu selalu menjadi
bagian dari setiap doa yang kita
panjatkan. Kalau sesuatu itu menjadi topic setiap pembicaraan kita. Kalau
sesuatu itu selalu muncul dalam angan angan dan impian. Kalau sesuatu itu
selalu menjadi bagian dari yang kita browsing. Kalau sesuatu itu menjadi
penyemangat kita.
Kalau
itu itu semua tidak terjadi, berarti kita hanya ingin, hanya merupakan wacana
kita dan belum menjadi komitmen kita.
Semoga
menginspirasi …… ( KSB 21.00 )