Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya
pernah beberapa kali minta tolong ke orang lain untuk mendoakannya. Memang
tidak banyak orang yang diminta doanya oleh beliau. Hanya orang orang yang
kesalehannya luar biasa saja yang diminta mendoakan.
Tentu banyak orang
mempertanyakan, Rosulullah SAW ini khan
manusia yang kedekatannya dengan Allah tiada yang menandinginya sehingga doa
doanya paling gampang di kabulkan oleh Allah. Lalu mengapa masih perlu minta bantuan
orang lain untuk mendoakannya ? Inilah kehebatannya Rosulullah. Rosul ingin
memberikan pendidikan kepada kita dengan
contoh nyata. Pendidikan pertama, jangan
sombong. Tuh, Nabi; orang yang paling sempurna saja masih perlu bantuan orang
lain, apalagi kita yang manusia biasa tanpa keistimewaan. Sebagai manusia kita saling membutuhkan.
Harus bisa saling bantu membantu.
Pendidikan kedua, adalah memotivasi
orang lain. Tuh, kalau orang punya
kehebatan akan dimintai tolong Nabi. Siapa yang tidak bangga bisa membantu
orang yang paling mulia di dunia ini ?
Dengan demikian lebih banyak orang termotivasi untuk berbuat kebajikan.
Pendidikan ketiga, Menghargai orang
lain. Salah satu cara menghargai orang lain adalah menunjukkan ke khalayak
betapa baiknya/berjasanya orang itu.
Karena hanya orang yang kesalehannya luar biasa yang dimintai tolong
Nabi untuk mendoakannya; maka banyak orang berusaha untuk mencontohnya.
Demikian kira kira pendidikan yang diberikan oleh Nabi melalui contoh nyata.
Nah, dari yang sedikit ini, salah
satu yang diminta tolong mendoakan nabi adalah Uwais. Nabi mengutus beberapa
sahabat untuk menemui Uwais yang saat itu tinggal di Yaman dan diminta untuk
mendoakannya. Menurut Nabi, keikhlasan
dan kesabaran Uwais telah menggetarkan langit, sehingga doa nya tak
berpenghalang untuk tembus langit.
Uwais adalah pemuda miskin yang
ditinggal mati oleh ayahnya. Dia tinggal bersama ibunya yang sudah tua dan
tidak bisa jalan. Untuk membiayai hidup keduanya Uwais bekerja sebagai buruh yang
mengembalakan kambing majikannya. Dia mengurus kebutuhan hidup ibunya. Apapun
keinginan ibunya akan dipenuhinya. Suatu saat dia mendengar ibunya berdoa agar
bisa menunaikan ibadah haji. Setelah mendengar ibunya berkeinginan berhaji,
Uwais kemudian merenung, memikirkan jalannya.
Dengan sisa uang yang ditabungnya
yang sedikit itu, Uwais minta ijin kepada Ibunya untuk bisa pergi ke pasar
untuk membeli anak lembu yang masih kecil. Dari pasar ke rumah di panggulnya
anak lembu itu.
Pagi hari ketika berangkat
mengembalakan kambing, anak lembu itu dipanggulnya menuju padang
gembalaan. Digembalakannya anak lembu
itu diantara kambing kambing milik majikannya. Sore hari setelah mengandangkan
kambing, anak lembu itu dipanggulnya kembali untuk dibawa pulang ke rumah.
Demikian terus menerus yang dilakukan oleh Uwais. Kegiatan yang aneh. Dan
masyarakat sekitarnya menyangka Uwais
ini sudah gila. Bukannya anak lembu ini dituntunnya berjalan atau dinaikinya, tapi justru
dipanggulnya pulang pergi.
Ketika dirasa dirinya sudah cukup
kuat dan waktu haji tinggal beberapa bulan lagi, Uwais bilang kepada ibunya
untuk bersiap siap menunaikan ibadah haji. Ibunya kaget bukan main. Bagaimana
caranya. Saya lumpuh. Dan kamu tidak punya kendaraan untuk kesana, tanya
ibunya. Dengan mantap Uwais mengatakan, saya akan gendong Ibu sampai ke Mekkah.
Saya sudah cukup lama latihan menggendong dan memanggul anak sapi. Sekarang
dengan ijin Allah saya akan gendong ibu berangkat ke Mekkah.
Akhirnya merekapun
sukses menunaikan ibadah haji. Kegembiraan yang tiada tara terpancar dari muka
ibunya ketika selesai menunaikan haji. Keikhlasan dan kesabaran Uwais telah
mempesona penghuni langit. Dikatakan
oleh nabi Uwais sangat terkenal di langit namun tidak dikenal di bumi.
Sahabat, itulah satu pelajaran yang
sangat berharga dan sekaligus membuktikan pepatah, dimana ada kemauan disana
ada jalan, where is a will where is a way. Atau juga if you really want to, you
will find a way. But if you do not want to, you will excuse.
Seringkali kita ini mempunyai
keinginan, mempunyai impian. Namun impian itu tidak mampu menggerakkan kita
untuk mengejarnya. Lalu bagaimana caranya agar impian itu bisa menggerakkan
hati dan seluruh anggota tubuh kita untuk bergerak ?
Pertama, coba renungkan apakah
keinginan atau impian itu memang penting untuk kita ? Seberapa pentingkah ? Hal
ini sangat penting. Kalau kita sendiri belum yakin bahwa impian itu penting,
maka dalam perjalanannya akan sangat mudah di geser oleh keinginan lain yang
datang belakangan. Mudahkah untuk menilai bahwa keinginan ini penting ?
Jawabnya adalah tidak mudah. Kita harus merenungkan sungguh sungguh. Fikirkan
baik baik dampak dari keinginan ini dalam jangka panjang. Apa manfaatnya kalau
keinginan ini tercapai dan apa resikonya kalau tidak tercapai. Misalnya
keinginan untuk menyekolahkan anak di SD yang baik. Bila ini tercapai maka
kemungkinan anak akan masuk ke jenjang pendidikan lanjutan yang berkualitas
baik akan sangat besar. Apa dampaknya, dia akan bisa masuk ke perguruan tinggi
yang baik. Terus, bisa bekerja di tempat kerja yang baik, dilingkungan yang baik.
Terus, bisa dapat jodoh dengan kualitas yang baik, terus, bisa membangun rumah
tangga yang baik. Dan demikian juga sebaliknya.
Satu contoh dari keluarga Tontowi
Yahya. Orang tuanya melihat bahasa inggris sangat penting di masa depan. Dia
paksa anak anak nya untuk bisa belajar bahasa inggris dengan baik. Dan dia
bilang kepada Tontowi dan Helmi, you have to be stopper dari kemiskinan
keluarga.
Kedua, Setelah yakin
keinginan/impian itu dirasa sangat penting, maka fase berikutnya adalah menyiapkan kompetensinya, menyiapkan
keahliannya, menyiapkan kemampuannya. Uwais mengganggap keinginan ibunya
berhaji adalah sangat penting, maka dari berbagai alternatif cara menempuhnya,
dia pilih dengan cara menggendong. Karena itu menurut dia yang paling
memungkinkan. Kemudian dia asah
kemampuannya ini dengan menggendong memanggul anak kambing. Kalau pendidikan
anak menjadi sangat penting dan prioritas, maka tugas berikutnya adalah
menyiapkan kompetensinya.
Ketika saya masih kecil, bapak saya
sering mengatakan sekolahlah yang pintar agar kerjamu kelak tidak seberat
bapakmu. Dan yang dilakukan bapak saya kemudian adalah beliau rela berhemat
agar bisa menyekolahkan kami dengan baik.
Teman saya, beberapa bulan sebelum
pensiun sering mengatakan pingin usaha tambak. Apa yang dilakukan adalah dia
borong semua buku yang menuliskan cara bertambak; cara memelihara ikan lele,
dan sejenisnya. Dia datangi juga para penambak untuk menimba ilmu. Ini termasuk
usaha menyiapkan kompetensi.
Fase Ketiga, adalah melakukan
dengan disiplin tinggi dalam membangun otot kompetensinya. Ini perlu kesabaran
dan energy yang tinggi. Banyak orang begitu semangat memulainya namun pudar di
tengah jalan. Padahal yang diperlukan adalah menguatkan otot otot kompetensi
sehingga betul betul menjadi orang yang kompeten. Fase ini disebut fase ujian/test apakah
keinginan/impian kita itu penting apa tidak. Kalau pentingnya keinginan ini
mampu mengalahkan kemalasan, kesusahan, kelelahan dalam membangun kompetensi
maka bisa disebut keinginan/impian itu memang dianggapnya luar biasa
pentingnya. Namun bila sebaliknya, maka keinginan/impian itu hanyalah sekedar
ingin. Sekedar pemanis fikiran, pemanis bibir - masak orang hidup tidak punya
keinginan/impian ?
Bila kita commited terhadap
keinginan/impian, tidak diragukan lagi, segala rintangan, halangan akan di
terjang demi tercapainya keinginan/impian
itu. Dan tentu hasilnya akan sangat berbeda. Bukankah istirahat yang paling
enak adalah setelah capai ? Minum yang paling nikmat adalah setelah kehausan ?
Banyaklah berjuang dan banyaklah berdoa.
Semoga menginspirasi …..