Seandainya dulu ketika
sekolah di SMA anda mempunyai seorang teman yang tidak punya prestasi
apapun. Nilai test dan ujiannya pas
pasan. Penampilannya jauh dari rapi dan
bersih. Suka mengganggu orang lain. Sering bikin onar di sekolah. Teman ini tidak ada yang menarik sama
sekali. .
Kini; setelah 25 tahun anda
meninggalkan bangku SMA; ada seorang
tampan berpenampilan wangi dan menarik berdiri di hadapan anda. Disampingnya
berdiri seorang wanita cantik nan anggun. Mereka kelihatan begitu ramah. Dari
wajahnya terkesan orang ini termasuk dari golongan orang yang terhormat, Dia
memperkenalkan diri sebagai teman SMA
anda. Anda sama sekali tidak ingat wajah ini. Dia menyebutkan namanya. Andapun
tidak begitu ingat. Dia menyebutkan kebiasaannya di SMA. Perlahan lahan anda
ingat nama itu, namun anda masih belum mampu mengenali wajahnya. Dia bercerita
lagi petualangannya. Anda perlahan lahan mulai mengenalnya. Ya, ternyata dia adalah orang tidak menarik
sama sekali ketika di SMA.
Sekarang dia mengisahkan
hidupnya, mengisahkan kesuksesannya hingga saat ini, yang sangat bertolak belakang dari kisahnya
semasa SMA. Mendengar itu semua apa
perasaan anda ? Apakah anda bahagia mendengar kesuksesannya ? Atau anda iri
mendengar kesuksesannya ?
Dalam menghadapi situasi seperti
diatas, kita bisa menggolongkannya menjadi empat kelompok orang berdasarkan
reaksi. Yang pertama, adalah orang yang bahagia melihat orang lain sukes. Yang
kedua; adalah orang yang sedih melihat orang lain sukses. Yang ketiga, orang
yang bahagia melihat orang lain susah. Dan keempat, orang yang sedih melihat
orang lain susah.
Yang masuk dalam
golongan orang yang sedih melihat orang
lain sukses adalah mereka yang iri hati. Yang masuk dalam golongan orang yang
bahagia melihat orang lain susah adalah mereka sombong. Tentu kedua golongan ini tidak termasuk dalam
golongan yang baik dan sehat.
Yang masuk dalam golongan
orang yang sedih melihat orang lain susah adalah mereka yang pandai berempati
dan bersimpati. Golongan ini lumayan bagus. Untuk masuk golongan ini juga tidak
terlalu sulit. Misalnya bila ada orang yang sedang kesusahan, kemudian kita
datang mengucapkan bela sungkawa, atau mengatakan turut prihatin. Apakah ikut
bela sungkawa dan ikut prihatin ini betul betul sampai masuk di hati
sanubarinya atau sekedar ditunjukkan dalam espressi lahiriah, itu urusan yang
nanti dan sangat tergantung pada kedekatan hubungan. Khususnya hubungan
emosionalnya.
Yang masuk dalam golongan
orang yang bahagia melihat orang lain sukses, ini yang luar biasa. Sikap seperti ini hanya akan dimiliki oleh
mereka yang mempunyai sikap mental kelimpah ruahan ( abandon mentality ). Bila
ada sanak saudara atau kerabat dekat yang meraih kesuksesan, dan kita ikut
bahagia, barangkali ini yang hal yang biasa.
Namun bagaimana kalau ada orang lain yang sukses dan kita ikut merasakan
kebagiaan; itu yang luar biasa.
Pada bulan puasa beberapa
tahun yang lalu, kami melakukan kunjungan ke satu yayasan yatim piatu di
pinggiran kota untuk berbuka
bersama. Menu yang di sajikan tergolong
istimewa, berupa gulai dan sate kambing.
Dan tidak ketinggalan ada beberapa makanan kecil untuk takjilnya.
Setelah sholat maghrib
berjamaah, tibalah saatnya makan berbuka puasa. Masing masing anak yang
jumlahnya lebih dari 100 arang; diberikan piring yang sudah ada nasinya. Mereka
antri untuk mendapatkan lauk gulai dan sate kambing. Gulainya masih ditaruh
diatas kompor dengan api kecil, sehingga masih tetap panas. Setelah mendapatkan
nasi dan lauk pauknya; mereka makan bersama. Lesehan. Mereka makan begitu lahapnya,
seoalah sudah lama sekali tidak makan sate dan gulai. Kami yang dari kota
melayani mereka semua. Tidak sedikit yang kami tawari untuk tambah nasi dan
lauk pauk. Kami sangat berbahagia melihat mereka begitu senang bisa makan enak.
Sampai sampai kami sendiri lupa belum makan. Dan ternyata nasi dan lauk pauk
telah habis di sajikan kepada mereka. Kami pulang dengan perasaan yang bahagia.
Bahagia melihat mereka makan enak. Bahagia melihat mereka makan dengan
senangnya. Bahagia meskipun perut kami kosong. Kebahagiaan yang mampu
menghilangkan rasa lapar.
Inilah salah satu contoh dan
bukti bahwa orang juga mau berkorban untuk kebahagiaan orang lain. Mereka bukan saudara sedarah; mereka bukan tergolong
tetangga dekat apalagi sahabat karib.
Tentu masih banyak contoh contoh yang lainnya.
Mengapa mereka mau berkorban
untuk orang lain ? Menurut saya ada beberapa hal yang mempengaruhinya.
Pertama, mereka mempunyai
mental kelimpah ruahan ( abandon mentality ). Mereka sangat yakin bahwa dunia
dan seisinya ini disiapkan dan disediakan oleh Tuhan untuk manusia. Jadi tidak
perlu takut kekurangan.
Kedua; mereka mempunyai
keyakinan bahwa apapun pengorbanan yang diberikan pasti ada balasannya.
Sayangilah yang ada dibumi, maka Yang ada di Langit akan menyayangimu. Bahkan mereka
punya keyakinan bahwa yang ada di langit akan membalas dan menggantinya
berlipat lipat.
Ketiga; seperti sahabat
saya. Dia selalu punya keyakinan, saya tidak akan miskin dengan memberi ini.
Makanya dia tidak pernah takut dan khawatir kekurangan ketika dia memberi
bantuan kepada orang lain
Keempat, mereka mempunyai
sifat kemanusiaan yang tinggi. Dengan dalih kasihan mereka akan menyumbangkan
sebagian yang telah dimilikinya.
Keempat faktor diatas yang
akan mendorong orang untuk gampang memberi. Namun dari keempat itu; faktor yang
pertamalah yang menjadi pangkal dari semuanya.
Semoga menginspirasi…..