TRUST
B |
eberapa hari terakhir ini; di Medsos sangat heboh. Baik yang setuju digalang Wakaf Uang. Maupun yang tidak setuju. Semuanya beramai ramai posting di twitter, What’s App Group, dan media lain. Mereka sama sama mengemukakan pendapatnya. Baik pendapat persetujuannya. Maupun pendapat ketidak setujuannya.
Sebetulnya hal ini baik saja dilakukan. Asal dikemukakan dengan cara yang baik. Yang sopan. Bisa menambah wawasan pengetahuan masyarakat. Tapi kalau dilakukan dengan cara sinis, emosional akan merusak kebersamaan dan kerukunan di masyarakat.
Setelah saya amati. Secara hukum – tinjauan hukum fikih – pada dasarnya mereka semua menyetujui. Toh Majelis Ulama Indonesia sendiri sudah mengeluarkan fatwa. Sudah lama sekali – tahun 2002. Bahwa Wakaf Uang itu Hukumnya Mubah. Artinya boleh - tidak dilarang. Dan tidak pula tercela.
Yang mereka perdebatkan adalah siapa pengumpul wakafnya. Dan untuk apa wakafnya itu.
Banyak fihak menyuarakan agar wakaf diserahkan saja ke organisasi organisasi Islam besar. Merekalah yang sudah berpengalaman mengelola wakaf. Sudah teruji. Pun sudah terbukti ke-amanah-annya.
Apakah Pemerintah tidak amanah untuk mengelola wakaf ?
Banyak fihak masih meragukan. Belum terbangun kepercayaan ( trust ) yang kuat bagi pemerintah untuk mengelola wakaf. Dan Pemerintah tidak bisa memaksakan masyarakat harus percaya. Karena sifat trust itu tidak bisa dipaksakan. Orang percaya kepada orang karena orang itu memang layak dipercaya. Bukan karena dipaksa percaya. Bahkan oleh pemerintah. Atau fihak penguasa apapun.
Trust harus itu harus dibangun bukan dipaksakan.
Bagaimana caranya ?
Trust terbangun atas dua aspek.
Pertama, Karakter. Seberapa sering masyarakat merasa Pemerintah itu berbohong. Seberapa banyak janji janji pemerintah tidak ditepati. Paling tidak masyarakat merasa pemerintah tidak menepati janji janjinya. Itulah yang mendegradasi tingkat kepercayaan masyarakat. Yang akan membentuk image masyarakat terhadap karakter pemerintahan.
Karakter akan sangat ditentukan oleh Niat. Niat adalah fondasi utama karakter. Dari niat akan membentuk perilaku. Memang niat tidak bisa dilihat. Tapi perilaku bisa dilihat. Bagaimana dengan perilaku yang hanya acting atau settingan. Perilaku yang hanya settingan tidak akan bertahan lama. Pasti akan ketahuan. Pun yang dirasakan akan beda. Sesuatu yang dilakukan dengan niat tulus pastilah berbeda dengan perilaku yang dilakukan dengan hidden agenda.
Kedua, adalah kompetensi. Saya tidak pernah meragukan kejujuran istri saya. Tapi saya tidak berani mempercayakan vaksinasi diri saya kepadanya. Dia tidak punya kompetensi dibidang kesehatan. Dia bukan seorang dokter.
Kompetensi akan menentukan hasil. Kompetensi akan menentukan track record. Track record mereka yang baik bisa dipastikan mereka mempunyai kompetensi yang baik. Namun mereka yang mempunyai kompetensi yang baik belum tentu bisa menghasilkan tract record yang baik.
Seberapa lama pemerintah mempunyai kompetensi dalam pengelolaan wakaf yang sarat dengan trust itu. Itulah yang dilihat masyarakat.
Saya membayangkan. Seandainya peluncuran wakaq tunai itu dulu dilakukan oleh Pak Nuh tentunya gaungnya tidak seheboh ini. Gaung ketidak percayaan.
Pak Nuh adalah Ketua Dewan Wakaf. Pak Nuh dikenal akedemisi yang agamis. Penguasaan ilmu agamanya mumpuni, track recordnya baik. Amanahnya tidak diragukan.
Tapi, sayangnya Menteri yang pertama bicara adalah Menteri Keuangan yang dikenal sebagai Menteri yang gemar berhutang. Meskipun untuk pembangunan. Begitulah image yang terbangun dimasyarakat.
Itulah yang yang dikhwatirkan masyarakat. Jangan jangan dana wakaf dihutang untuk membangun jalan tol. Yang masa pengembaliannya luama sekali.
Itulah trust. Anda percaya ?
#NA
#Tretes100221