|
I |
ni masih cerita
mengenai Dhani, teman kantor saya. Dikantor yang dulu. Terakhir Dhani, saya
dengar bertugas di Satuan Pengawas Internal. Bagian yang tugasnya
melakukan audit.
Setelah purna tugas. Dhani membuka usaha sop durian. Usahanya sangat sukses dan terkenal. Yang kemudian
dijadikan role model bagi karyawan yang akan pensiun. Memang kantor yang lama
dulu membekali para karyawan yang akan pensiun melalui serangkaian
training. Mereka disiapkan untuk memasuki dunia baru. Agar tidak kaget.
Dibekali dari sisi psychologi maupun dari segi pengelolaan uang pensiun. Yang
salah satunya ya tadi. Bagaimana membuka dan mengelola usaha sendiri. Dan
Dhani, adalah salah satu pengajarnya dan contoh suksesnya. Katanya. Karena saya
sendiri tidak pernah ikut training itu. Meskipun pernah diundang. Karena saya masih
disibukkan dengan pekerjaan kantor. Kantor yang sama.
Saya tidak tahu apakah yang diajarkan Dhani ini termasuk kekokohannya dalam
bertauhid. Keyakinan terhadap Tuhan nya. Yang saya juga belum bisa mencontohnya.
Pun sampai saat ini. Seperti halnya
permintaan Dhani untuk menyembelih binatang qurban saya. Yang sudah saya tulis
disini : http://aidlonberbagi.blogspot.com/
Inilah cerita
kekokohannya dalam bertauhid. Kemantapannya dalam keyakinan kepada Allah.
Tuhannya.
Suatu pagi saya masuk ruang kerja Dhani. Lantai II di Jalan Gajah Mada Jakarta.
Satu lantai dengan ruang kerja saya. Saat itu Dhani menjabat sebagai Kepala
Bagian Pembukuan. Saya ditawari pisang dan ketela rebus yang ada dimeja
kecilnya. Mendampingi satu gelas air
putih dan secangkir kopi. Kalau tidak salah. Di Jakarta, koq ada pisang dan ketela rebus.
Beli dimana. Tanya saya. Inilah pertanyaan yang merupakan awal dari suatu
cerita panjang. Yang membuat kagum. Paling tidak diri saya.
Ternyata pisang dan ketela rebus itu dibawa dari rumah. Dimasak sendiri oleh istrinya. Bahan mentahnya dikirim orang dari kampung
sebelah. Berapa harganya. Tanya saya lagi. Tidak bayar. Katanya. Koq tidak bayar ? Tanya saya lebih heran. Lalu mulailah dia bercerita.
Setiap bulan dia mengirim sisa gajinya kepada mereka. Penduduk kampung sebelah tempat
dia tinggal. Didaerah Pamulang sana. Sebagai sedekah. Praktis dia tidak punya
tabungan. Sebagai orang yang bekerja di Bank, tidak punya tabungan - itu aneh.
Karena kita diajarkan bagaimana merencanakan keuangan. Financial Planning, istilah
kerennya. Istilahnya orang sekarang. Bagaimana kalau ada keperluan yang
mendadak, yang tidak masuk perencanaan, yang tidak diduga duga, tanya saya. Alhamdulillah selama ini tidak pernah ada
masalah. Ada saja yang membantu. Ada saja rezeki yang datang. Yang datangnya
tidak pernah disangka sangka. Kapan dan darimana datang, kita tidak pernah
tahu. Karena itu janji Tuhan mas. Saya sangat yakin dengan janji itu. Katanya
mantap.
Seperti kisah Haji saya. Suatu hari ada teman menawari berhaji bareng. Dengan
harga yang murah. Separo dari tarif ONH pemerintah. Saya sudah lama ingin pergi
berhaji bersama istri. Tapi saya tidak ada tabungan. Satu satunya harta yang bisa dijual cepat adalah mobil yang
saya pakai ke kantor. Itupun masih ada
sisa pinjaman yang harus dilunasi.
Saya berhitung, apabila mobil itu dijual. Kemudian dikurangi dengan sisa
pinjaman saya, berapa sisanya. Ternyata cukup untuk berhaji. Berdua lagi
bersama istri. Akhirnya mobil itu
terjual. Dibeli orang dengan harga yang lebih tinggi dari yang saya perkirakan
sebelumnya. Katanya.
Setelah mendaftar Haji keteman saya itu. Mulailah saya mengurus dokumen yang diperlukan. Karena memang semua dokumen harus diurus sendiri. Alhamdulillah, Lancar sekali prosesnya. Selalu ada saja yang membantu. Katanya. Bahkan ketika mengurus visa haji. Saya harus mengurus sendiri. Saya datang dan antri sendiri. Antriannya panjangnya bukan main. Saya tunggu saja dengan sabar, mengikuti antrian. Namun belum lama saya berdiri dalam antrian, ada yang menepuk bahu saya dan menyalami tangan saya seraya mengucapkan salam. Saya tidak mengenal orang itu. Rasanya juga baru bertemu. Dia mengajak masuk ke ruangannya di kantor itu. Rupanya dia salah satu pimpinan disitu. Dipanggilnya staff nya. Melalui staffnya, dia proses visa saya. Saya diminta menunggu diruangan Bapak itu. Tidak lama, Visa itu – Visa Haji saya dan istri keluar. Saya tidak habis habisnya bersyukur. Nimat Tuhan mana lagi yang kau dustakan. Saya teringat ayat itu. Siapa yang menggerakkan hati Bapak itu untuk membantu saya. Kenal saja tidak. Tahu tahu datang membantu. Begitulah kalau Tuhan berkehendak. Kurang percaya apa lagi saya kepada Allah mas. Coba.
Hari pemberangkatan hajipun tiba. Saya kaget sekali. Ternyata saya masuk dalam rombongan Haji diplomatik. Semua ada yang mengurus. Sampai di airport Jedahpun ada yang mengurus. Termasuk bagasi. Yang katanya proses menunggunya juga lama. Kami tinggal keluar airport. Kami menginap di Wisma Nusantara. Yang nyaman sekali. Alhamdulillah, semua prosesi haji dapat kami lakukan dengan lancar dan nyaman. Katanya.
Dari cerita cerita itu. Saya tidak heran apabila usaha sop durian yang dirintis Dhani sukses besar. Ada invisible hand yang sangat berperan. Ada pasukan langit yang bergerak. Mensukseskan usahanya. Saya teringat satu hadis. Siapa yang membantu meringankan makhluk Allah, niscaya Allah akan membantu meringankan semua urusannya. Ada latar belakang amalan Dhani yang tidak semua orang mau dan mampu melakukan. Termasuk saya.
Akankah mereka yang meniru membuka usaha sop durian bisa seberhasil Dhani ? Kita tunggu cerita mereka. ( NA )