Oleh Noor Aidlon
KAMIS MINGGU LALU. Tanggal 6 April
2023. Menjelang sholat Maghrib, saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Dari Bapak Driver
Ojek On Line (OJOL). Memang tidak secara langsung lewat lesannya. Tapi melalui kondisinya.
Kondisi badan dan pakaiannya.
Seperti
biasa. Begitu kumandang adzan Maghrib berakhir, habis pula 1 cangkir teh dan 3
butir kurma masuk ke perut saya. Takjil itu disiapkan oleh Takmir Masjid Al
Mu"thi. Takjil pembuka puasa. Pengganjal perut sebelum berbuka yang sebenarnya.
Berbuka yang sebenarnya itu dengan nasi. Begitu seloroh teman saya.
Saya
kemudian bergegas menuju ruang utama untuk sholat berjamaah.
Sudah
banyak jamaah yang berdiri di ruang utama. Saya harus masuk melalui pintu
selatan bagian belakang. Agar tidak jalan melangkah di depan jamaah. Dari
barisan ( shof ) belakang, saya berjalan maju mengisi shof depan yang masih belum
rapat. Saya berhenti pada barisan ketiga
dari depan. Sejenak kemudian satu orang didepan saya maju ke shof depannya.
Sayapun melangkah maju menggantikan posisinya. Pada shoft kedua. Agar shoft tetap terjaga rapat dan lurus sebagai
syarat kesempurnaan sholat berjamaah.
Sambil menunggu iqomah dikumandangkan, saya mengangkat kedua tangan
saya untuk berdoa. Waktu menunggu iqomah adalah salah satu waktu terbaik untuk
berdoa. Iqomah adalah ajakan untuk berdiri. Memulai sholat.
Sebelum
saya mengangkat kedua tangan dengan sempurna. Saya terganggu dengan bau tidak
sedap. Bau keringat yang pekat menyengat. Bau keringat yang lama belum kering
kering. Padahal ruangan utama masjid ini
cukup dingin. Semua AC telah dinyalakan.
Saya lirik sebelah kanan saya, dimana bau itu berasal. Seorang Bapak setengah baya. Memakai jaket berlogo perusahaan penyedia Ojol yang terkenal itu. Warna jaketnya sudah luntur. Dimakan usia dan terkena terpaan panas matahari. Beliau memakai baju warna gelap. Hanya kelihatan bagian depannya saja. Bagian baju lainnya tidak kelihatan. Tertutup jaket.
Tanpa jaket saja sudah berkeringat karena cuaca yang terik. Apalagi dengan ditambahi jaket yang tebal. Pasti keringat akan mengucur lebih deras. Dan akan lebih lama keringnya. Tidak bisa cepat menguap. Inilah yang menyebabkan bau itu. Belum lagi bercampur dengan debu dan polusi asap kendaraan. Menjadikan sempurna kepekatan baunya.
Ditelapak atas kedua kakinya ngecap
sandal jepit. Melintang tanda tali sandal dengan memberikan tanda warna putih
diatas kulitnya yang hitam. Ada bekas luka disana. Luka yang sudah mulai
mengering.
Melihat
kondisi seperti itu; rasa kagum langsung menyeruak kefikiran saya. Kagum atas
kerja keras Bapak ini. Saya perkirakan sejak pagi sampai maghrib, Bapak ini
berkeliling diatas motornya. Mencari
rezeki yang disiapkan Tuhannya. Terik matahari menjadi teman perjalanannya. Debu
dan bau kenalpot tak dihiraukannya. Rasa letih, panas, lapar dan dahaga tidak
menyurutkannya mengejar rezekinya. Rasa tanggung jawab atas keluarga menjadi
penyemangatnya. Diatas semua itu, kewajibannya kepada Tuhannya tidak pernah diabaikannya.
Saya melihat beliau mengangkat kedua
tangannya dalam kekhusukan doanya. Semoga yang menjadi doanya diijabah oleh
Tuhan. Semoga Bapak dan keluarganya diberikan kesabaran.
Sayapun
kemudian mengangkat kedua tangan saya. Memanjatkan syukur yang lebih dari
biasanya. Saya berangkat ke masjid dalam kondisi sudah mandi. Sudah ganti
pakaian. Sudah cukup berisirahat. Bandingkan dengan Bapak sebelah saya itu.
Itulah yang memicu rasa syukur saya yang jauh lebih besar.
Saya
panjatkan istighfar ( minta ampun kepada Tuhan ) yang lebih besar. Karena hanya sebegitu rasa syukur yang mampu saya
hadirkan. Yang tidak seberapa dibanding
dengan kenikmatan yang saya terima dari Nya. Bandingkan dengan Bapak sebelah
saya itu. Dengan kondisi seperti itu, beliau masih bersyukur. Dengan menunaikan
kewajibannya. Itulah salah satu bentuk syukur. Dalam tindakan.
Belum lama saya mengangkat kedua
tangan saya. Suara Iqomah berkumandang. Sholat akan segera dimulai. Saya
sandingkan kaki kanan saya mepet kaki kiri Bapak itu. Bau keringat yang awalnya
mengganggu. Kini saya bisa menerimanya. Bau ini sudah tidak mengganggu saya
lagi. Barangkali berkat rasa syukur. Rasa syukur yang besar telah mengalahkan
bau keringat yang menyengat.
Selesai
sholat maghrib. Setelah dzikir seperlunya. Saya bergegas keluar. Sebelum para
jamaah sholat sunah. Saya menuju teras masjid. Ikut membagikan nasi kotak.
Untuk berbuka para jamaah. Berbuka yang sebenarnya.
Ketika
saya berdiri Bapak itu masih khusuk berdzikir. Saya tidak berani menyalaminya.
Yang dapat mengganggu kekhusukannya. Namun pengalaman ini tetap tertancap didalam
hati dan fikiran saya. Meskipun pada akhirnya saya tetap tidak mengenal siapa
Bapak ini.
Matur nuwun Pak, telah menyadarkan saya atas nikmat Nya yang banyak.
#NA
#KSB 140423