Oleh Noor Aidlon
B |
aru kali ini saya naik kereta cepat. Bukan di Indonesia, tapi di Arab Saudi. Bukan memakai pakaian keseharian, tapi memakai pakaian ihrom.
Pakaian ihrom untuk laki laki
terdiri dari 2 lembar kain yang tidak berjahit. Satu helai untuk bagian bawah -
menutup dari pusar kebawah. Memakainya dililitkan seperti memakai sarung.
Dan satu helai lagi untuk bagian atas. Menutup pundak kebawah. Hanya itu yang
boleh dipakai. Yang lain harus dilepas. Termasuk celana dalam.
Hari itu kami pindah dari Madinah ke Mekah. Untuk memulai prosesi ibadah umroh.
Ibadah umroh itu sendiri dimulai dari Miqot. Sebagai titik startnya. Dari
Madinah, kami mengambil miqotnya di masjid Bir Ali. Dan berakhir sampai prosesi
tahalul selesai, yaitu memotong rambut setelah melakukan Sa’i.
Kami berangkat dari hotel Madinah menuju Masjid Bir Ali dengan naik bus. Tidak
jauh. Kurang lebih hanya 11 KM dan perlu waktu kurang lebih 20 menit.
Karena khawatir waktunya mepet, kami
diminta untuk mengenakan pakaian ihrom sejak dari hotel. Busnya nanti hanya
akan berhenti sebentar di tepi jalan, di sebelah masjid Bir Ali. Hanya untuk melakukan
niat umroh. Niat umroh adalah salah satu rukun sahnya Umroh.
Sejak saat itu semua larangan ihrom berlaku. Misalnya tidak boleh memotong
kuku, memotong rambut. Menutup kepala, memakai wangi wangian, dan seterusnya.
Sejak saat itu manusia yang berihrom sama. Sama sama hanya mengenakan 2 helai
kain. Baik si kaya maupun si miskin. Sama sama tidak boleh memakai wewangian. Meskipun
dia mempunyai parfum yang harganya mahal. Yang istimewa.
Cuaca terik menyengat di sertai angin berdebu; ketika kami keluar dari bus. Rombongan
kami 250 an jamaah bergegas memasuki lobby stasiun. Saya lihat di depan masih
ada rombongan lain. Mengantri. Mengular sampai di luar. Kami tertahan. Sebentar
saja.
Mas Muthawif dengan cekatan masuk lobby. Bicara dengan manager stasiun. Lalu
kamipun dipersilakan masuk. Satu per satu. Berbaris seperti anak TK mau masuk
kelas.
Dengan adanya kereta api, sekarang ada alternative transportasi Madinah -
Mekah.
Kalau dengan bus memakan waktu 5 - 6
jam. Dengan kereta cukup 2 jam. Lebih menghemat waktu. Tapi tidak menghemat uang.
Tarif kereta Madinah - Mekah setara dengan Rp 1,5 – 1,7 juta. Untuk 2 jam
perjalanan. Itupun penuh penumpang.
Kami menunggu 1 jam sebelum kereta diberangkatkan. Stasiunnya nyaman, bersih
dan dingin. Stasiun didesign secara modern dan futuristic. Cocok sebagai
stasiun kereta cepat. Ada beberapa café di dalam stasiun. Semua ada
pengunjungnya. Semua ada pembelinya.
Panggilan naik kereta diumumkan. Kami bergegas berdiri, mengantri untuk naik kereta. Pakaian ihrom yang kami kenakan sama sekali tidak mengganggu kami berjalan dan bergerak. Manusia berpakaian ihrom itu satu per satu naik kereta. Sesuai gerbong masing masing.
Tidak berapa lama duduk, kereta itu mulai bergerak meninggalkan stasiun. Kereta berjalan makin kencang dan kencang. Saya memperhatikan layar monitor. Menunjukan angka 50, 100, 150 dan mentok di angka 300 km per jam.
Sepanjang perjalanan, yang terlihat
hanya tanah tandus dan gunung. Sesekali kelihatan perumahan. Itupun tidak
banyak.
Saya bilang kepada anak saya. Bayangkan zaman Nabi dahulu. Naik unta melewati
tanah tandus tak berpohon. Melewati gunung batu yang terjal. Kalau siang
teriknya bukan main. Tidak ada pohon yang bisa dipakai untuk berteduh. Kalau
malam gelap gulita. Diperlukan berhari hari perjalanan Mekah - Madinah. Dibawah
ancaman kaum Quraisy pula.
Bandingkan dengan kita saat ini. Kita bisa menempuh perjalanan hanya 2
jam. Di dalam kereta ber AC. Di kursi yang
empuk. Di dalam gerbong yang wangi. Pun banyak makanan tersedia. Yang dibagikan
oleh Persada People.
Menikmati fasilitas dan pelayanan yang diberikan Persada selama perjalanan dari
Surabaya, saya teringat kata kata Abah Samsul.
Motivasi saya mendirikan perusahaan itu adalah agar saya bisa berhaji setiap
tahun, kata Abah Samsul saat kami manasik dulu.
Makanya fasilitas dan layanan gak hitungan, kata istri saya.
Menurut pengalaman saya, perusahaan yang didirikan dengan niat mulia akan bisa berjalan dengan baik. Ada keberkahan disana. Yang selalu menjadi permasalahan adalah menjaga ke-istoqah-an niat itu.
Banyak yang mampu menjaga niat itu. Ditengah gangguan dan godaan kerasnya persaingan bisnis. Tapi banyak juga yang tidak mampu. Terutama saat terjadi regenerasi kepemimpinan. Itulah tantangan para pendiri perusahaan. Melakukan estafeta kepemimpinan disertai dengan estafeta nilai nilai perusahaan. Internalisasi nilai perusahaan kepada para pimpinan dan karyawan adalah kuncinya.
Tepat adzan maghrib kami keluar dari
stasiun Mekah. Kami berpindah ke bus menuju hotel. Tidak perlu menunggu lama,
bus itu sudah berangkat.
Bagi yang mau makan malam silakan langsung ke restaurant. Bagi yang mau ke
kamar silakan ke kamar. Jam 21.00 kita kumpul di lobby ini untuk menuju
masjidil haram. Begitu kata team leader sambil membagikan kunci kamar.
Saya pilih ke kamar dulu. Mandi. Saya ingatkan ke anak dan istri. Larangan
ihrom masih berlaku. Mandi tak usah pakai sabun. Pun tak usah gosok gigi.
Enak bukan ? ( NA 070624 )