IMPIAN
Teman saya menyarankan kalau mau liburan ke Bali dan berombongan janganlah di bulan Nopember dan Desember. Di bulan bulan tersebut mencari hotel dan penerbangan sangatlah sulit. Kalau toh ada pastilah harganya sangat mahal. Tundalah sedikit waktu sampai pertengahan bulan Januari.
Berdasar saran tersebut, akhirnya kami berombongan 30 orang memutuskan berangkat ke Bali di pertengahan Januari yang lalu. Memang Pesawat dapat yang lumayan murah, namun hotel ternyata masih juga sulit, apalagi kalau tetap ngotot agar rombongan tersebut menginap di satu hotel dan berlokasi didaerah Kuta. Wah, susahnya bukan main. Namun berkat bantuan seorang teman di Denpasar – yang kebetulan istrinya bekerja di hotel tersebut, akhirnya kami mendapatkan hotel seperti yang kami harapkan. Dapat menampung satu rombongan, berlokasi di daerah Kuta, berbintang 4 dan harga berdiskon.
Begitu mendarat di Denpasar, saya kaget juga. Katanya di pertengahan Januari sudah tidak peak time lagi, tapi nyatanya bandara begitu ramai, semua penerbangan full book. Dipintu keluar saya lihat banyak sekali fihak hotel yang melakukan penjemputan. Saya perhatikan juga ternyata hampir sebagian besar berombongan, bahkan banyak yang memakai seragam – ada berseragam formal, seperti batik, jaket, tapi ada juga yang berseragam kaos.
Di hotel tempat kami menginap juga banyak rombongan dari perusahaan. Setelah ngobrol dengan receptionis, tahulah saya bahwa mereka juga mengadakan rapat disitu. Rupanya mereka rapat budget, melihat kembali visi misinya, melihat kembali impian-impiannya.
Berbicara impian, saya teringat impian saya di waktu kecil. Saya dan teman teman saya di kampung waktu itu sering membicarakan impiannya masing masing. Ada seorang teman saya pingin jadi tentara, agar dia bisa pegang pistol dan ditakuti, ada teman saya punya impian bisa memiliki sepeda motor – yang waktu itu masih sangat langka-yang belum tentu kami menjumpai dijalanan, dan saya sendiri punya impian bisa naik pesawat terbang – maklum kami hanya bisa melihat pesawat yang terbang sangat tinggi, yang kelihatan sangat kecil dan tidak terdengar suaranya. Kami hanya tahu kalau ada pesawat yang lewat ketika kami melihat kelangit dan ada benda kecil seperti salib berwarna putih yang berjalan dan dibelakangnya ada asap putih. Saya masih ingat ketika saya bilang impian saya bisa naik pesawat terbang, teman teman saya serentak bilang “kayal” ( artinya tidak mungkin ).
Sekarang, Insya Allah impian kami tersebut telah terwujud. Saya kurang tahu persis terwujudnya itu karena kerja keras kami ataukah hanya “membonceng” keberhasilan pembangunan. Saya sendiri bisa dikatakan paling tidak sebulan sekali bisa naik pesawat, teman saya tidak hanya sudah punya sepeda motor, tapi juga sudah punya mobil.
Bagi anak anak Surabaya sekarang, naik pesawat, mempunyai sepeda motor bukan merupakan kebanggaan lagi, apalagi impian. Kenapa ? Karena barang barang tersebut setiap hari bisa dilihat, setiap hari ada disekitar mereka. Banyak orang mengajarkan agar berani membuat impian yang sangat tinggi. Bahkan anak2 juga sudah bisa dengan lantang mengatakan ‘jangan takut bermimpi tinggi”. Kata “tinggi” adalah relative. Karena relative maka sangat tergantung pada ‘perasaan seseorang’. Seperti halnya kata mahal. Teman saya beli mobil seharga Rp 900 juta dan dia mengatakan murah. Orang yang merasa mampu tentu mengukur mahal atau tinggi berbeda dengan orang yang merasa tidak mampu.
Dalam diskusi “Seninan” di Tunjungan –yang saat ini masih membahas buku berfikir dan berjiwa besar, disebutkan bahwa hal yang paling mendasar untuk berhasil adalah membangun keyakinan. Bagaimana membangun keyakinan diri bahwa manusia itu diberikan instrumen oleh Tuhan yang sangat sempurna, dipersiapkan untuk berhasil. Inilah yang mempengaruhi orang “merasa” mampu atau “merasa” tidak mampu. Kalau orang sudah merasa tidak mampu, bagaimana dia bisa membangun impian yang tinggi sehingga bisa melihat setiap perubahan adalah kesempatan, dan bukan ancaman. Orang yang merasa tidak mampu paling pintar membuat dalih. Itu hasil diskusi teman2.
Sahabat, marilah kita renungkan bukankah Tuhan juga memerintahkan kita untuk berjuang ? Memerintahkan kita untuk berhasil sehingga bisa memberikan nilai tambah bagi kita sendiri dan lingkungan ? Kalau Tuhan memerintahkan seperti itu, bukankah Tuhan juga melengkapi dengan instrumen sehingga perintah Nya bisa kita laksanakan ? Kalau demikian bukankah kita ini sebetulnya diberikan kemampuan ? Kalau demikian bukankah kita ini layak dan selayaknya untuk bermimpi besar ? Kalau demikian bukankah kita ini sangat mungkin bisa menjadi orang besar ....
Semoga menginspirasi ....... ( century jam 22.45 )
Berdasar saran tersebut, akhirnya kami berombongan 30 orang memutuskan berangkat ke Bali di pertengahan Januari yang lalu. Memang Pesawat dapat yang lumayan murah, namun hotel ternyata masih juga sulit, apalagi kalau tetap ngotot agar rombongan tersebut menginap di satu hotel dan berlokasi didaerah Kuta. Wah, susahnya bukan main. Namun berkat bantuan seorang teman di Denpasar – yang kebetulan istrinya bekerja di hotel tersebut, akhirnya kami mendapatkan hotel seperti yang kami harapkan. Dapat menampung satu rombongan, berlokasi di daerah Kuta, berbintang 4 dan harga berdiskon.
Begitu mendarat di Denpasar, saya kaget juga. Katanya di pertengahan Januari sudah tidak peak time lagi, tapi nyatanya bandara begitu ramai, semua penerbangan full book. Dipintu keluar saya lihat banyak sekali fihak hotel yang melakukan penjemputan. Saya perhatikan juga ternyata hampir sebagian besar berombongan, bahkan banyak yang memakai seragam – ada berseragam formal, seperti batik, jaket, tapi ada juga yang berseragam kaos.
Di hotel tempat kami menginap juga banyak rombongan dari perusahaan. Setelah ngobrol dengan receptionis, tahulah saya bahwa mereka juga mengadakan rapat disitu. Rupanya mereka rapat budget, melihat kembali visi misinya, melihat kembali impian-impiannya.
Berbicara impian, saya teringat impian saya di waktu kecil. Saya dan teman teman saya di kampung waktu itu sering membicarakan impiannya masing masing. Ada seorang teman saya pingin jadi tentara, agar dia bisa pegang pistol dan ditakuti, ada teman saya punya impian bisa memiliki sepeda motor – yang waktu itu masih sangat langka-yang belum tentu kami menjumpai dijalanan, dan saya sendiri punya impian bisa naik pesawat terbang – maklum kami hanya bisa melihat pesawat yang terbang sangat tinggi, yang kelihatan sangat kecil dan tidak terdengar suaranya. Kami hanya tahu kalau ada pesawat yang lewat ketika kami melihat kelangit dan ada benda kecil seperti salib berwarna putih yang berjalan dan dibelakangnya ada asap putih. Saya masih ingat ketika saya bilang impian saya bisa naik pesawat terbang, teman teman saya serentak bilang “kayal” ( artinya tidak mungkin ).
Sekarang, Insya Allah impian kami tersebut telah terwujud. Saya kurang tahu persis terwujudnya itu karena kerja keras kami ataukah hanya “membonceng” keberhasilan pembangunan. Saya sendiri bisa dikatakan paling tidak sebulan sekali bisa naik pesawat, teman saya tidak hanya sudah punya sepeda motor, tapi juga sudah punya mobil.
Bagi anak anak Surabaya sekarang, naik pesawat, mempunyai sepeda motor bukan merupakan kebanggaan lagi, apalagi impian. Kenapa ? Karena barang barang tersebut setiap hari bisa dilihat, setiap hari ada disekitar mereka. Banyak orang mengajarkan agar berani membuat impian yang sangat tinggi. Bahkan anak2 juga sudah bisa dengan lantang mengatakan ‘jangan takut bermimpi tinggi”. Kata “tinggi” adalah relative. Karena relative maka sangat tergantung pada ‘perasaan seseorang’. Seperti halnya kata mahal. Teman saya beli mobil seharga Rp 900 juta dan dia mengatakan murah. Orang yang merasa mampu tentu mengukur mahal atau tinggi berbeda dengan orang yang merasa tidak mampu.
Dalam diskusi “Seninan” di Tunjungan –yang saat ini masih membahas buku berfikir dan berjiwa besar, disebutkan bahwa hal yang paling mendasar untuk berhasil adalah membangun keyakinan. Bagaimana membangun keyakinan diri bahwa manusia itu diberikan instrumen oleh Tuhan yang sangat sempurna, dipersiapkan untuk berhasil. Inilah yang mempengaruhi orang “merasa” mampu atau “merasa” tidak mampu. Kalau orang sudah merasa tidak mampu, bagaimana dia bisa membangun impian yang tinggi sehingga bisa melihat setiap perubahan adalah kesempatan, dan bukan ancaman. Orang yang merasa tidak mampu paling pintar membuat dalih. Itu hasil diskusi teman2.
Sahabat, marilah kita renungkan bukankah Tuhan juga memerintahkan kita untuk berjuang ? Memerintahkan kita untuk berhasil sehingga bisa memberikan nilai tambah bagi kita sendiri dan lingkungan ? Kalau Tuhan memerintahkan seperti itu, bukankah Tuhan juga melengkapi dengan instrumen sehingga perintah Nya bisa kita laksanakan ? Kalau demikian bukankah kita ini sebetulnya diberikan kemampuan ? Kalau demikian bukankah kita ini layak dan selayaknya untuk bermimpi besar ? Kalau demikian bukankah kita ini sangat mungkin bisa menjadi orang besar ....
Semoga menginspirasi ....... ( century jam 22.45 )
- X Fighter Indonesia
BalasHapus- mMn dot org
- email gratis lokal
- motor elektronik bonsai
- Kumpulan Skripsi
- Download Aplikasi
- Lyric dan Download Music
- Gambar, Pictures, Latar Belakang, Backgrounds
- Bulan Ramadlan
› mMn 9
› Seo mMn
› mMn Seo
› Fb
› Twitter
› mMn 9999
› Facebook
› Kata Kata
› mMn mufidmMn mMUFIDn WordPress
« Pengamat Seo
« RongGeng
« GangGuan
« Sang Kiyai
« Om Seo
« BeGok
« BGok
« Chek Template
» mMn
» muFid mMn
» Pengertian Jilbab menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
» mMUFIDn
» aKseSoris teMplate
» mMn WP
» mMn EduBlogs
» mMn Blog
» mMn BlogDetik
» mMn MyWapBlog