M
|
as Eko adalah pedagang sayur
keliling. Kalau pagi dia biasa berkeliling di komplek perumahaan kami. Dengan
motor roda tiganya. Yang belakangnya ada bak nya itu. Dia berjualan sayur di
kompleks kami sejak lama. Sebelum adanya Covid 19. Yang menghancurkan itu.
Sejak Covid 19 ini masuk Surabaya. Sejak Pemerintah
menerapkan PSBB. Sejak itu para ibu takut belanja kepasar. Sejak itu. Pedagang
seperti Mas Eko ini menjadi laris manis. Pedagang yang mengunjungi pelanggannya. Bukan
pelanggan yang mengunjungi pedagang. Tipe pedagang yang terakhir ini bisa
dipastikan akan sangat menderita. Selama Covid. Selama oang takut keluar rumah.
Mas Eko juga pintar membaca situasi. Saat ini, Ibu2 sangat sensitive terhadap kesehatan.
Dia respond perubahan itu. Dengan hanya membawa barang dagangan yang bagus.
Yang masih segar. Kemudian membungkusnya dengan plastic yang putih bersih. Yang
menambah kesan hygeinis. Sementara saya masih melihat pedagang lain
membungkusnya dengan kantong plastic berwarna hitam. Yang terkadang bau itu.
Istri saya memuji kualitas barang dagangannya. Pun juga ibu2
lainnya. Dia menjadi primadona. Primadonanya ibu2 – untuk barang kebutuhan
dapur. Padahal ada pedagang sayur keliling lainnya. Pesaingnya. Mereka
dibuatnya tidak relevant oleh Mas Eko.
Dia sudah datang ke kompleks kami ketika hari masih sangat
pagi. Habis subuh. Barang dagangannya
selalu menjadi rebutan. Dia tidak sempat lagi berkeliling. Pembelilah yang pada
datang. Takut tidak kehabisan. Takut
tidak kebagian.
Kemudian, terjadilah kerumunan. Pengurus RW mengusirnya dari
tempat parkirnya. Dia diminta berkeliling dari rumah kerumah. Agar tidak
terjadi kerumunan. Ibu2 protes. Terutama yang ada diblok belakang. Bisa tidak
kebagian kalau menunggu dirumah. Protesnya.
Dibuatlah kesepakatan ini. Boleh tetap parkir. Tapi bukan
dijalan utama. Pilih jalan yang sepi. Jumlah orang yang berkerumun pun
dibatasi. Tidak boleh lebih dari 5 orang. Dibuatlah orang belanja secara bergelombang.
Setiap gelombang hanya 5 orang.
Namun masih banyak yang protes. Yang kecewa. Mereka tidak
lagi bisa santai memilih barang. Sambil ngobrol. Tidak enak dengan yang masih
menunggu. Di kejauhan. Yang sekali kali berteriak. Cepetan …
Dicarilah solusi lain. Ketemu – yaitu model pre order. Ini karena kredibilitas Mas Eko. Dia sudah
dipercaya oleh warga. Barangnya bagus
bagus. Harganyapun tergolong murah. Berkata jujur. Selalu membulatkan kebawah angka belanjaan. Misalnya; Belanjaan
sejumlah Rp 81.600; disuruh bayar Rp 80.000. Kata istri saya. Kepercayaan sudah
mulai terbangun di pelanggannya. Dan diapun sudah percaya kepada pelanggannya.
Memang saling percaya adalah kunci dari dagang.
Banyak pelanggan yang sudah mulai pesan pakai WA. Yang
dikirim sehari sebelumnya. Saya melihat banyak kantong belanjaan yang digantung
di motornya. Dan juga yang di gantung di pagar rumah kosong. Deket tempat
parkirnya. Itu semua pesanan, katanya
pada suatu pagi. Pelanggan datang tinggal ambil dan bayar. Tidak perlu lama
berada di tempat itu. Namun mendapatkan barang yang dikehendaki. Pun bisa
mengurangi kerumunan.
Separo dari omzet hariannya berasal dari pesanan. Yang dipesan
sehari sebelumnya. Dia juga tetap membawa barang sayur mayur, ikan dan daging.
Menyiapkan bagi yang tidak pesan. Barang itupun habis sebelum jam 7 pagi.
Dengan system Pre Order. Penjual mendapatkan kepastian
barangnya terjual. Pembeli mendapat kepastian dapat barang yang dibutuhkan. Sungguh business yang saling menguntungkan.
Covid 19 telah mengubah perilaku masyarakat. Mereka tidak
suka lagi adanya keramaian. Yang rawan terjadi penularan virus. Mereka berusaha
tetap tinggal di rumah. Kesehatan adalah prioritas utama. Yang selalu menjadi pertimbangan masyarakat
untuk membeli.
Mas Eko melihat perubahan itu. Menyesuaikan diri. Ditunjang
adanya teknologi WA. Makanya omzetnya naik significant selama pandemic ini.
Sementara yang lainnya berkeluh kesah. Sepinya
pembeli.
Semoga menginspirasi.
#NA
#KSB290620
#agility
Tidak ada komentar:
Posting Komentar