Oleh Noor Aidlon
S |
abtu,
13 Januari 2024 dilakukan haul ke- 30 KH Samsul Hadi. Lokasinya di Masjid
Darul Muttaqin, sebelah Timur perempatan Padangan Bojonegoro. Masjid dimana
Mbah Yai dulu sering mengajar ngaji disitu. Mbah Yai dari istri saya. Dari
jalur Ibu. Tentu masjidnya dulu tidak sebagus yang sekarang. Tidak sebesar yang
sekarang.
Kami
berangkat dari Surabaya jam 08.30. Sampai di daerah Padangan jam 12.40.
Langsung ke makam Bapak Ibu mertua. Dimakam keluarga KH Utsman. Keluarga dari
istri saya. Dari jalur ayah. Dari Cepu. Makam itu berada di sebelah barat
perempatan Padangan.
Makam
keluarga itu menyatu dengan pemakaman umum. Hanya dibatasi pagar
keliling, dengan lebar 10 meter dan panjang 20 meter. Kurang lebihnya. Pagar
terbuat dari besi. Ada pintunya. Tapi tidak pernah dikunci. Dan memang tidak pernah
diberi kunci.
Selesai
membaca tahlil dan doa, kami kemudian beristirahat di hotel. Masih ada waktu
1,5 jam. Sebelum acara haul Mbah Yai Samsul dimulai. Setelah sholat Ashar.
Setelah
sholat Ashar di masjid, para jamaah berangkat ke makam Mbah Yai. Jaraknya hanya
400meter dari masjid. Berziarah dan membaca tahlil singkat. Kemudian mereka
kembali lagi ke rumah salah satu putra Mbah Yai. Yang berada persis belakang
masjid.
Kursi
diatur rapi mulai depan rumah, sepanjang lorong masjid. Pembacaan tahlil
lengkap dilakukan. Diakhiri dengan pembacaan doa yang dipimpin 3 orang ustadz.
Doa yang dibaca panjang panjang. Dibaca dengan khusu'. Semua dalam bahasa
Arab. Saya hanya tahu makna beberapa potong kalimat doanya. Kata Amin terucap
serentak dari jamaah. Kata yang maknanya baik. Tapi saat ini menjadi sensitive.
Menjelang
maghrib acara itu baru selesai.
Saya
bertanya kepada Pak Lik, Jam berapa acara pengajian umum dimulai ? Habis Isya,
katanya. Bagi saya, ini membingungkan. Range waktu habis isya itu panjang
sekali. Saya coba pertegas dengan fix time. Jam berapa Lik ? Sak siape kyaine.
Jawaban yang menambah kebingungan saya. Yang terbiasa dengan fix time. Bukan flexible time
seperti itu. Barangkali waktu seperti itulah yang justru lazim pada masyarakat
setempat.
Masih
ada waktu kembali ke hotel dulu, kata istri saya. Nanti jam 19.30 saja kita
kesini.
Jam
20.00 saya sampai di masjid. Tempat pengajian umum diselenggarakan. Belum
banyak jamaah yang hadir. Saya duduk di dalam. Bersilo. Jam 20.30 jamaah mulai
berdatangan. Jam 21.00 saya tengok ke belakang. Sudah penuh jamaah putri. Panitia mulai mempersilakan ibu ibu untuk maju
kedepan, agar yang di belakang bisa masuk ruangan masjid.
Saya
bergeser ke kanan agar tidak mepet dengan jamaah perempuan. Ternyata jamaah laki laki pada duduk di teras
masjid. Hanya sedikit yang di dalam masjid. Yang sedikit itu termasuk saya.
Jam
21.30 acara dimulai, dibuka. Ada pembacaan ayat suci Al Quran. Dilanjutkan
dengan sambutan sambutan. Sambutan dari ketua panitia. Kemudian sambutan dari wakil
pemerintah setempat dan sambutan dari fihak keluarga.
Fihak
keluarga diwakili oleh cucu menantu Mbah Yai. Menyampaikan sedikit cerita mengenai
sosok Mbah Yai Samsul Hadi. Beliau adalah kyai yang istiqomah. Pengajian Ahad
pagi selalu dilakukan di masjid ini. Suatu saat hanya ada satu orang jamaah
yang ngaji. Pengajian tetap dilakukan dengan satu kyai dan satu santri.
Tidak
gampang meniru seperti ini. Saya - ketika menjadi instruktur dengan peserta
dibawah 10 orang saja malasnya bukan main. Ini hanya satu orang peserta kajian.
Masih semangat. Masih dijalankan seperti biasa.
Suatu
saat, Pak Lik juga cerita. Tidak jarang Mbah Yai ini diundang pengajian
dipelosok desa. Meskipun turun hujan yang sangat deras. Meskipun harus memikul
sepeda karena jalanan banjir. Beliau tetap akan rawuh memenuhi undangan tuan rumah. Memenuhi kewajibannya seorang kyai untuk menyebarkan ajaran Islam. Luar
biasa tebalnya Jihat Mbak Yai, kata saya dalam hati.
Setelah
acara sambutan; dilanjutkan dengan
pembacaan tahlil lengkap sampai jam 22.00. Kemudian disusul dengan pembacaan Al
Berzanji.
Tepat
pukul 22.20 Penceramah datang. Beliau adalah KH Nur Hadi, Kyai Jombang. Beliau
lebih dikenal dengan nama mbah Bolong.
Sebelum
ceramah dimulai, saya menengok ke belakang lagi. Ternyata belum ada jamaah yang
pulang. Masjid masih penuh.
Mereka
istiqomah menunggu dawuh Pak Kyai. Saya berusaha istiqomah dengan sambil
sedikit sedikit mengubah posisi kaki saya yang sudah terasa keju. Sejak tadi.
( Noor Aidlon, 21 Januari 2024 )