Oleh Noor Aidlon
D |
iputuskan kami berlebaran di Jakarta saja. Bisa kumpul
dengan anak dan cucu lengkap. Tahun ini anak mbarep yang tinggal di Jakarta
tidak bisa mudik ke Surabaya. Kami yang ke Jakarta. Sekali kali lebaran di paran.
Tapi toh ada anak cucu di sana.
Kita pakai mobil saja. Usul saya. Santai dan lebih
fleksibel. Kalau sempat bisa ikut pertemuan keluarga di Brebes. Yang diadakan
setiap tahun itu. Pada hari ketiga lebaran. Toh perjalanannya nanti melawan
arah. Mestinya sepi. Yang bakal ramai dan padat adalah yang arah keluar
Jakarta.
Tetapi tamu kami di Minggu terakhir Ramadhan memberikan
informasi yang menggagalkan rencana itu. Bukannya ada kebijakan contra flow ya.
Jalur tol Jakarta Semarang dilakukan rekayasa menjadi satu arah. Sehingga yang
menuju Jakarta harus melewati jalan biasa.
Informasi itu kemudian kami cek ke beberapa media
sumber berita. Valid informasinya. Bahkan kami mengetahui detail tanggal dan
jam kapan contra flow diberlakukan. Dari Pintu Tol Cikampek sampai Pintu Tol
Kali Kangkung Semarang. Sejauh 300 Km lebih. Rekayasa lalu lintas ini diberlakukan
untuk menghindari kemacetan. Saat arus
mudik tiba. Saat warga Jakarta pulang menuju kampung halamannya. Untuk merayakan hari lebaran bersama
keluarga besarnya.
Ini akan menjadi lebaran bebas merdeka pertama setelah pandemi. Sudah tiga lebaran atau bahkan empat lebaran kami tidak berkumpul keluarga besar. Dalam satu momen lebaran.
Lebaran kali ini
pasti lebih seru. Seseru kemacetan yang
bakal terjadi. Bila tidak dilakukan upaya rekayasa.
Berarti kalau mau ke Jakarta harus melewati jalur
dalam kota. Melewati pasar tumpah juga. Tidak hanya saat berangkatnya. Tetapi
saat pulangnya juga. Karena jadual berangkat dan pulang kami akan terkena
rekayasa satu arah. Bisa sehari semalan baru tiba. Untuk sekali jalannya saja. Begitu tidak nyamannya
perjalanan itu. Batin saya.
Batal ke Jakarta. Kemudian kita alihkan berlebaran di Kudus
sebagi alternative berikutnya.
Kapan berangkat dan kapan harus pulang. Inipun harus di
rembug dengan anak anak. Merekalah yang masih berkewajiban ngantor.
Merekalah yang terdampak langsung.
Diputuskan berangkat Jumat. Sebelum jam 8
pagi. Dan pulang kembali ke Surabaya hari Senin. Sehingga masih ada waktu
sehari untuk beristirahat sebelum mereka masuk kantor hari Rabunya.
Siapa saja yang harus dikunjungi selama di Kudus ?
Kami terkejut karena hanya ada 4 rumah yang kami wajibkan untuk dikunjungi.
Padahal sebelum pandemi, diperlukan waktu 2 hari untuk berkunjung. Beliau
adalah saudara saudara kandung Bapak dan juga saudara kandung ibu. Masing masing
mempunyai saudara kandung yang banyak.
Sekarang, baru tersadar bahwa sudah 4
tahun kami tidak mudik pas lebaran. Dan selama itu sudah banyak keluarga Bapak
dan Ibu yang meninggalkan kami. Untuk selamanya. Semoga Allah merahmati beliau
semua.
Berarti tidak butuh waktu lama untuk bersilaturahim ke
keluarga Kudus. Cepat kita putuskan : Minggu kita mampir dan bermalam di
Semarang. Segera dicari hotelnya. Cek ke internet. Harga semua hotel melambung
tinggi. Rata rata dua kali lipat dari harga normal. Bahkan lebih. Berarti
occupancy rate sedang tinggi tingginya. Berarti lebaran kali ini bisa
mensejahterakan banyak orang. Segera kami lakukan booking hotel. Kami hubungi beberapa hotal. Ada yang sudah
fully booked. Ada yang pilihan kamarnya tinggal sedikit. Tapi akhirnya
Alhamdulillah masih dapat hotel di tengah kota.
Anak2 segera menyusun jadual kulinair. Harus ada plan A dan
Plan B. Jangan jangan masih banyak yang tutup.
Jumat pagi; Sebelum berangkat. Kita buka google map.
Diarahkan lewat Tuban - Rembang. Berarti lewat jalur biasa. Bukan Tol. Berarti
lewat Rembang - Juana yang jalannya rusak parah. Seperti tidak pernah diurus bertahun tahun. Oleh pemerintah. Entah pemerintah yang mana. Yang dua hari
sebelumnya masih memakan waktu 8 jam, kata google map dua hari lalu. Tapi pagi
ini hanya butuh waktu 6 jam lebih sedikit. Padahal saya tahu tidak mungkin
memperbaiki jalan separah itu dalam waktu 2 hari. Ada kesalahan pada google
map. Kayaknya.
Alternative lain lewat jalur tol. Melalui Madiun - Semarang.
Kata google map juga memakan waktu 6 jam lebih. Bahkan sedikit lebih lama
dibanding lewat jalur biasa. Padahal hari sebelumnya hanya butuh waktu 5 jam 20
menit.
Kami putuskan lewat jalur tol. Dengan jarak tempuh 406
km. Jauh lebih panjang dibandingkan lewat jalur biasa yang hanya 267 km.
Tapi perkiraan kami lewat tol akan lebih nyaman. Sebanding dengan harga tiket
Tol Surabaya - Semarang yang Rp 393.000,--. Harapannya.
Pagi itu, Jalur Tol Surabaya - Semarang relative lebih
ramai. Jauh lebih ramai dari biasanya.
Tapi toh bisa kami tempuh dalam waktu 3,5 jam dengan sekali berhenti di rest
area kebanggaan. Yang lengkap. Yang kalau mau beli apapun ada. Rest Area
Salatiga.
Jam 11.20 kami keluar tol Semarang - Arah Demak. Berarti jauh lebih cepat daripada
perkiraan Google Map. Itu karena yang
nyetir bukan saya. Tapi anak saya.
#NA
#KSB 300423
Tidak ada komentar:
Posting Komentar