Anak
saya mau pasang kawat gigi. Setelah beberapa kali berkunjung ke ortodentis di
salah satu rumah sakit terkenal di Surabaya; akhirnya kami pindah dokter. Kami mendapatkan referensi dokter gigi dari
seorang teman. Katanya dokter gigi ini bagus meskipun masih muda. Tempat
prakteknya nyaman dan tidak perlu antri karena memang harus membuat perjanjian
terlebih dahulu.
Sore
itu kami berkunjung ke dokter gigi muda referensi teman saya itu. Setelah di periksa, dokter mengatakan kondisi
giginya siap dipasang kawat gigi. Kami
memang membawa hasil foto gigi anak saya.
Kami janjian kapan kawat giginya dipasang. Rupanya dokter gigi ini
pasiennya banyak. Besuk pagi, jadual
saya sudah penuh, katanya. Sedangkan anak saya harus segera kembali ke Malang.
Akhirnya kami mendapatkan win win solution. Dokternya mau buka prakek 2 jam
lebih awal dari jam praktek normalnya. Ini yang perlu di
acungi jempol. Dokter ini mau menegosiasi. Dia faham betul kondisi
pasiennya. Sering kami temui dokter yang
tidak mau buka di luar jam prakteknya. Kecuali kondisi gawat darurat.
Dokternya
memang ramah sekali. Saya mendapatkan banyak informasi dan ilmu dari dia
mengenai kondisi gigi anak saya. Padahal
baru pertama kami berkunjung. Informasi dan ilmu itu tidak kami dapatkan dari
dokter rumah sakit; meskipun kami sudah berkunjung 4 kali.
Memang
dia sibuk sekali; namun hak pasien sangat di perhatikan. Hak pasien untuk
mendapatkan informasi. Dia menjelaskan dengan sangat ramah dan mempergunakan
bahasan/istilah yang mudah dimengerti oleh orang awam. Bukan istilah tehnis kedokteran yang
sulit dimengerti oleh orang awam seperti saya. Biasanya seorang yang sangat
ahli dibidang tertentu dalam menjelaskan ke orang lain dengan memakai istilah
istilah teknis. Saya pernah berkunjung ke dokter internis. Dia menjelaskan
panjang lebar mengenai penyakit dan kondisi badan saya. Sayangnya; banyak
istilah kedokteran yang dia pergunakan, sehingga pada akhir pembicaraan saya
selalu bertanya artinya apa dok ?
Saat
pemasangan kawat gigi; anak saya minta di temani. Agar kalau ada yang perlu diputuskan ada yang
bisa diajak pertimbangan, katanya beralasan. Sayapun ikut masuk ke praktek
dokternya. Sebelum dipasang kawat gigi, sekali lagi dokternya menjelaskan
dengan baik.
Dokter
ini ditemani oleh 2 orang assisten. Satu orang membantu menyiapkan alat yang
diperlukan, satu lagi membantu menyinari. Begitu selesai memasang sesuatu
dokter bilang ke assistennya; tolong di sinari ( terus terang saya tidak tahu
maksudnya ).
Saya
memperhatikan bagimana dokter dengan sangat antusias; sepenuh hati, serius
menggarap gigi anak saya. Dia sangat totalitas.
Kondisi yang kontras dengan assisten yang bagian menyinari. Dia
kelihatan tidak terlalu antusias. Just doing the job. Setelah manik2 nya ( saya tidak tahu apa
namanya ) terpasang di gigi, kini giliran dokternya memasang kawatnya. Namun
tiba tiba dia memanggil assisten yang bagian menyinari dengan nada yang sangat
kecewa. Ini banyak yang lepas. Kamu menyinarinya tidak sempurna. Kamu telah
memberikan PR kepada saya. Mestinya 10 menit lagi selesai, kini harus mengulang;
kata sang dokter. 30 menit waktu saya akan
habis sia sia. Di luar sudah menunggu pasien berikutnya, kasihan dia harus
menunggu lama; lanjut dokter dengan nada kecewa.
Dalam
perjalanan pulang saya ngomong sama anak saya. Tuh, kalau kerja tidak sepenuh
hati. Hasilnya tidak bagus. Terus supaya
dapat kerja sepenuh hati gaimana caranya; tanya anak saya.
Pertama,
kita harus bisa menemukan pentingnya pekerjaan kita. Kalau kita merasa apa yang
kita kerjakan itu penting, tentu kita akan antusias, sungguh sungguh dalam
mengerjakan. Tanpa peran kita; hasil secara keseluruhan akan jelek. Seorang
tukang batu yang sedang bekerja untuk membangun rumah ibadah; tentu akan
berbeda antusiasmenya dibandingkan dengan tukang batu yang sedang bekerja
membuat tembok pagar, padahal apa yang dikerjakannya sama-membuat dinding !!!
Sering
kita mengatakan; tanpa kehadiranmu acaranya tidak akan ramai untuk “memaksa”
orang mau hadir dalam acara itu. Sejatinya kita sedang mengirim pesan bahwa
peran dirimu sangat penting. Dan efeknya luar biasa … orang yang rencananya tidak hadir menjadi
hadir.
Kedua;
menciptakan rasa tanggung jawab. Sebetulnya ketika kita diberi perintah;
dimintai tolong atau mempunyai rencana melakukan sesuatu; saat itu tanggung
jawab sudah melekat pada kita. Namun tidak sedikit yang tidak “merasa” punya tanggung jawab. Bahkan sudah melakukan
pekerjaanpun masih banyak yang belum “merasa”
punya tanggung jawab. Padahal rasa tanggung jawab ini yang akan membuat
orang bersunggung sungguh. Yang bisa membuat orang bekerja tanpa mengenal
lelah.
Bila
anda ditunjuk sebagai ketua panitia suatu acara; meskipun badan anda flue berat
anda akan memaksakan diri untuk hadir. Ketika hadir anda akan menunjukkan
seakan akan anda tidak sakit dan anda kelihatan atau merasa tidak sedang sakit.
Itulah makna tanggung jawab.
Karena
tidak setiap orang punya “rasa” tanggung jawab atas tugas yang diberikan
kepadanya; maka sangat penting bagi kita untuk mengatakannya secara jelas. Ini
tanggung jawabmu !!! Tolong lakukan
dengan baik. Atau dengan kalimat;
lakukan tugas ini dengan penuh rasa tanggung jawab.
Ketiga;
menciptakan “rasa” krisis ( creating sense of crisis ). Bayangkan apa dampak resiko bila tugas itu
tidak dilakukan dengan baik. Dokter gigi
anak saya tahu dan faham betul resiko bila pemasangan kawat gigi tidak bagus.
Gigi tidak akan rapi dan ujungnya brand image dokter ini akan jatuh. Dampak
berikutnya tidak akan ada pasien yang datang; terus darimana dia bisa membiayai
karyawan dan perlatan clinicnya. Sedangkan asisten dokternya tidak faham atas
resiko resiko itu. Inilah pentingnya leadership. Bagaimana membuat followernya
mempunyai jarak pandang sejauh jarak pandang leadernya.
Keempat,
menumbuhkan aspek spiritualitas. Mulai dari pemahaman dan keyakinan bahwa
bekerja itu ibadah. Dan kunci dari ibadah itu keikhlasan. Orang yang ikhlas
akan bekerja dengan sungguh sungguh sepenuh hati. Beda dengan seikhlasnya.
Seikhlasnya akan memberikan ala kadarnya.
Spiritualitas
juga dimaknai bahwa setiap yang dikerjakan akan dimintai pertanggungan jawab
dunia sampai akherat. Akherat adalah alam kelanggengan. Jadi mempertanggung
jawabkan di akherat akan sangat lama. Dampaknya tidak terhingga.
Spiritualitas
juga dimaknai bahwa apapun yang dikerjakan adalah ladang amal. Setiap langkah;
setiap gerak yang dilakukan dengan niat yang baik pada dasarnya menabung untuk
membangun rumah di surga. Rumah di Surga adalah rumah kelanggengan, oleh karena
itu harus dipersiapkan sebaik mungkin. Dengan cara menabung sebanyak mungkin.
Marilah
kita belajar dan belajar terus untuk bisa melakukan tugas yang diamanahkan
kepada kita dengan sepenuh hati.
Semoga
menginspirasi ….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar