Imun yang dimaksud disini bukan istilah kesehatan yang njelimet. Tapi Imun Bahasa awam. Umpamanya. Ketika kita masuk WC yang kotor dan bau. Kita langsung heboh sendiri. Menutup rapat hidung. Karena bau yg luar biasa. Tapi karena tidak ada pilihan lain. Kita terpaksa pakai juga WC itu. Hanya perlu 5 menit atau bahkan kurang. Maka kita sudah tidak terganggu lagi dengan bau yang menyengat itu. Bukan baunya yang hilang. Tapi hidung kita yang sudah mampu menyesuaikan diri dengan bau itu. Kita sudah merasa biasa biasa saja. Karena kita sudah imun.
Dulu. Ketika orang pertama kali melakukan kejahatan. Biasanya kejahatan kecil. Berbohong, misalnya. Rasa bersalah didalam hati begitu mendalam. Rasa menyesal begitu besar. Ketika kejahatan itu diulanginya lagi. Maka rasa bersalah sudah mulai berkurang. Rasa menyesal sudah menipis. Karena sudah imun.
Covid 19. Dulu. Ketika Presiden mengumumkan kasus yang pertama kali. Yang hanya 2 orang itu. Hebohnya luar biasa. Semua orang membicarakannya. Kehebohan itupun masih berlanjut. Sampai beberapa minggu. Yang jumlah kasusnya masih puluhan. Yang penambahan kasus per hari nya masih belasan.
Kini. Ketika jumlahnya sudah lebih 16 ribu. Ketika jumlah pertambahan per hari nya diatas 500 kasus. Rasanya sudah biasa biasa saja. Tidak seheboh ketika masih belasan atau puluhan kasus. Karena kita sudah bisa menerimanya. Karena kita sudah terbiasa. Kita sudah imun.
Dulu. Pertama kali saya tidak sholat Jumat. Karena MUI memfatwakan itu. Betapa gundah gulananya hati saya. Ketika masuk waktu Jumatan. Apalagi nun jauh disana, sayup sayup terdengar suara khotib. Kegundahan saya semakin besar. Untuk mengobati kegundahan itu. Saya langsung ambil air wudlu. Tapi sholatnya menunggu suara iqomah nun jauh disana. Setelah khotib selesai memberikan kutbahnya. Saya membayangkan seakan ikut jumatan. Hanya saja kalau mereka sholat jumat 2 rekaat. Saya sholat dhuhur 4 rekaat.
Kini setelah tidak melaksanakan sholat jumat untuk yang ke 5 kali. Hati saya biasa biasa saja. Tidak segundah dulu lagi.
Dulu. Sebelum ada Covid 19 menyerang. Sebelum MUI memfatwakan beribadah di rumah. Banyak masyarakat berjamaah di masjid maupun mushola. Masjid masjid menyelenggarakan banyak kegiatan. Masjid masjid begitu ramainya. Sampai sampai Takmir harus memutar otak memikirkan tempat parkir. Bagitu besar minat masyarakat untuk memakmurkan masjidnya.
Kini. Setelah keluar fatwa itu. Banyak masjid yang ditutup. Ada yang ditutup sebagian. Ada yang ditutup total. Bahkan ada yang di gembok pintu pagarnya. Masyarakat sudah tidak bisa sholat jamaah lagi. Tidak bisa mengikuti jumatan lagi. Sudah tidak ada kajian kajian lagi. Kita merasa kehilangan. Merasa ada kehampaan. Yang pada awalnya menimbulkan kerinduan.
Tapi setelah hampir 2 bulan masjid itu ditutup. Hampir 2 bulan pula jamaahnya beribadah dirumah. Hampir 2 bulan tidak bisa mendatangi masjidnya. Masih adakah kerinduan itu ? Ataukah tinggal kenangan. Bahwa saya pernah berjamaah disana.
#NA
#KSB160520
#DirumahAja_bila_tak_ada_perlu