D
|
alam beberapa hari ini saya sering menemukan istilah new
normal ini di twitter maupun article. Saya tidak tahu siapa yang pertama kali
mempopulerkan istilah itu. Namun yang
jelas itu berkaitan dengan Pandemi wabah
Covid 19
.
Seperti yang kita ketahui. Wabah ini telah melanda hampir
seluruh dunia. Para ahli bersepakat.
Penularan dan penyebaran virus ini melalui percikan doplet. Mereka
menganjurkan hal ini. Untuk mencegah penyebaran virusnya. Yang kemudian di teruskan oleh pemerintah
melalui peraturannya.
Yaitu Hindari kerumunan, Kurangi Pergerakan dan Tinggallah
dirumah. Kalau terpaksa keluar rumah, pakailah masker. Dan seringlah bercuci
tangan.
Entah karena kesadaran. Entah karena terpaksa. Akhirnya
banyak masyarakat yang memenuhi anjuran itu.
Bahkan kini. Di kampung kampung sudah banyak dilakukan rasia
masker. Siapa yang dijalan tidak memakai masker akan ditegor. Bahkan tidak
sedikit yang disuruh pulang. Untuk mengambil masker.
Disudut sudut kota. Banyak dibangun tempat cuci tangan.
Lengkap dengan sabunnya. Pun juga di kantor2 pemerintah maupun swasta.
Saat ini juga. Banyak masyarakat sebisa mungkin melakukan
pekerjaan atau transaksi via on line. Mengurangi tatap muka. Mengurangi pertemuan.
Belanja sudah pakai on line. Atau paling tidak sudah ber
telpon/WA. Tinggal barang diantar kerumah. Atau tinggal ambil ditoko. Lebih praktis. Lebih nyaman.
Rapat juga demikian. Sudah dilakukan via on line. Kajian
keagamaan juga demikian. Sudah banyak
pilihan applikasi yang bisa mengakomodasinya.
Pertanyaannya. Apakah kebiasaan ini akan berlanjut. Meskipun
Covid 19 sudah tidak ada lagi.
Para ahli memperkirakan perilaku masyarakat tersebut akan
tetap berlanjut. Pasca Covid 19. Bahkan teman saya mengatakan enak juga ya
rapat dan kajian keagamaan via online. Kita
teruskan saja cara ini. Meskipun tidak ada Covid 19. Inilah yang kemudian disebut
sebagai New Normal. Perilaku yang dulunya dianggap tidak normal.
Akan atau bahkan sudah menjadi normal saat
ini. Dan nantipun tetap dilakukan. Meskipun sudah tidak ada ancaman covid 19
lagi.
Covid 19 telah diyakini mampu membentuk New Normal. “Perilaku terpaksa” selama Covid 19 menjelma
menjadi kebiasaan baru. Di Pasca Covid 19.
R
|
amadhan. Banyak umat yang sedang berpuasa Ramadhan mampu atau
“terpaksa” berperilaku jauh lebih baik daripada biasanya. Perilaku jelek akan jelas kelihatan jeleknya
selama berpuasa. Lihatlah kata kata ini. Yang sering kita dengar. Untung saya
lagi puasa. Kalau tidak sudah saya hajar dia. Perilaku hajar begitu nampak
jelas jeleknya, Ketika berpuasa. Perilaku itu adalah perilaku dzolim. Kapanpun
dan dimanapun.
Tapi akan menjadi perilaku yang tampak biasa saja. Tampak
normal saja. Tampak boleh saja dilakukan. Ketika tidak berpuasa.
Begitu jujurnya kita Ketika sedang berpuasa. Kita betul betul
merasakan kehadiran Tuhan. Begitu
yakinnya kita bahwa Tuhan selalu mengawasi. Membuat kita tidak berani
berbohong. Kita tidak berani makan minum. Meskipun sendirian. Meskipun tidak
ada orang lain yang melihatnya.
Begitu disiplinnya kita Ketika berpuasa. Imsak dan maghrib
sebagai batas berpuasa kita taati. Setaat taatnya. Seakan garis itu tampak begitu jelasnya. Begitu tebalnya. Cetho welo welo. Kita
tidak berani melanggarnya. Meskipun
hanya beberapa detik.
Mampukah perilaku itu. Yang kita kerjakan selama berpuasa.
Yang kita jaga selama berpuasa menjadi New Normal. Menjadi kebiasan baru. Pasca
Puasa. Sejak lebaran tiba.
Atau akan lepas. Terbang entah kemana. Bersama keriuhan lebaran.
#NA
#KSB060520
#DirumahAja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar