J
|
umat
kemarin, 12 Juni 2020 adalah jumatan pertama setelah lebih dari 2 bulan saya
Off. Off
karena ada pandemic. Off karena dianjurkan oleh Pemerintah dan MUI untuk
beribadah di Rumah saja. Off karena ada dalil - lebih baik mencegah kebatilan
daripada melakukan kebaikan.
Rindu
juga rasanya. Pingin sekali ikut jumatan. Makanya sejak 2 minggu terakhir saya
selalu mencari tahu, dimana masjid yang melakukan jumatan. Yang tetap aman dari
resiko tular menular covid 19 itu. Beberapa teman merekomendasikan satu masjid
di belakang kompleks rumah saya. Masjid yang suara adzan; ngaji dan ceramahnya
sampai di rumah saya itu. Masjid yang selama ini tidak pernah meliburkan sholat
berjamaah. Sholat tarawih dan sholat Idul Fitri kemarin tetap dilakukan dengan
semarak.
Saya
tahu. Masjid itu ada ditengah pemukiman padat. Pastilah jamaahnya juga berjubel
kata saya. Namun teman saya tetap merekomendasikan ke masjid itu. Pergilah ke
lantai dua. Disana tidak banyak jamaahnya. Sehingga bisa mengatur jarak
sendiri. Teman saya meyakinkan.
Jumat
– 2 minggu yang lalu saya gagal. Saya khawatir
dengan social distancingnya. Saya perhatikan parkir kendaraan disepanjang gang
itu. Penuh sesak oleh sepeda motor.
Jumat
kemarin, kerinduan saya untuk jumatan mengalahkan kekhawatiran saya. Saya bulatkan tekat jumatan ke masjid itu.
Saya rencanakan langsung menuju ke lantai dua, seperti rekomendasi teman saya.
Saya
terhenyak. Ternyata diihalaman masjid di siapkan bilik disinfektan. Dan Masjid itu begitu bersihnya. Lantainya
yang terbuat dari marmer itu begitu mengkilatnya. Saya perhatikan para jamaah
menerapkan social distancing yang cukup rapi.
Oh
ternyata takmir telah menandai shaft mana yang boleh dipakai, mana yang tidak
boleh dipakai. Yang boleh dipakai diberi tanda kotak. Yang tidak boleh dipakai
diberi tanda silang yang cukup besar ( X ). Oh ternyata shaft nyapun dibuat
tidak lurus dari depan kebelakang. Tapi dibuat selang seling. Kalau didepannya
tanda kotak, dibelakangnya dibuat tanda silang ( X ). Kalau didepannya tanda
silang ( X ); dibelakangnya dibuat tanda kotak. Dengan cara ini jarak antar
jamaah depan dan belakangnya menjadi lebih lebar.
Saya
masuk ke ruang utama. Jamaah duduk rapi sesuai dengan aturan Takmir. Yang tanda
silang dibiarkan kosong. Sayapun tidak
jadi kelantai dua. Saya cukup confidence berjamaah di ruang utama. Saya ambil
shaft ke empat yang masih kosong. Kemudian saya sholat sunah dua rekaat. Sambil
menunggu waktu masuk jumatan - saat khotib naik mimbar. Saya perhatikan jamaah yang duduk di shaft2
depan. Saya baru tahu - kebanyakan mereka tidak membawa sajadah. Dan tenyata banyak juga yang tidak memakai
masker. Timbul rasa ngeri2 sedap pada diri saya. Saya berdoa semoga tidak ada
yang batuk ataupun bersin. Yang akan memperbanyak droplet yang berhamburan
kelantai.
Ini
juga menarik. Saat iqomah dikumandangkan. Tanda akan segera dimulainya sholat
jumat. Banyak jamaah bergegas menuju ke depan. Padahal hanya ada 1 tempat
kosong. Yaitu tempatnya khotib tadi. Yang sekarang jadi imam. Maka tak ayal
lagi. Tempat yang bertanda silang ( X ) pun ditempati. Praktis prinsip jaga
jarak yang diatur oleh Takmir berantakan. Saya tidak tahu. Apakah mereka
berebut menuju shaft depan yang pahalanya banyak. Ataukah karena banyak jamaah
yang tidak kebagian tempat, sehingga mereka menyeruak masuk kedalam.
Setelah
selesai sholat, sayapun memilih pulang belakangan. Untuk menghindari kerumunan.
Saya
pulang dengan berjalan kaki. Menyelusuri gang. Memilih terkena terik matahari
langsung. Untuk membunuh virus. Toh jarak masjid dan rumah tidak terlalu jauh.
Hanya selemparan batu. Lemparan tangan Hulk.
Sampai
rumah, saya cuci tangan dan cuci kaki. Baju, sarung, sajadah dan masker
langsung masuk mesin cuci.
Saya
membayangkan. Akan banyak diperlukan tenaga
relawan. Saat membuka masjid untuk jumatan nanti. Sejak pintu pagar harus ada
yang memfilter. Hanya mereka yang pakai masker yang boleh masuk. Maju sedikit
ada tenaga yang memaksa orang untuk cuci tangan pakai sabun atau hand
sanitizer. Masuk pintu masjid ada tenaga yang memeriksa temperature dengan temp
gunnya. Dan didalam ruang masjid harus ada beberapa petugas pengatur shaft. Dan
terakhir. Bila kapasitas masjid sudah penuh, dipintu gerbang ditulisi – Masjid
ditutup karena sudah penuh. Bila tidak, maka akan terjadi pengrusakan shaft
yang sudah diatur sebelumnya.
Jadi,
penjenengan pilih jadi relawan bagian apa ?
#NA
#KSB140620
#edisi_jumatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar