S |
ejak 3 tahun yang lalu, saya sering menyampaikan kepada pemilik bahwa di perusahaan ini ada dua matahari kembar. Dua matahari kembar itu istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan adanya dua pemimpin. Dua duanya sama sama kuat. Sama sama mempunyai pengikut. Dan itu sangat berbahaya bagi perusahaan.
Yang
pertama adalah pemilik perusahaan itu sendiri; yang di dalam susunan formal
organisasi duduk sebagai komisaris. Yang
kedua adalah anak sang pemilik yang di dalam susunan formal organisasi duduk
sebagai Direktur.
Sang ayah yang secara substansi
pemilik perusahaan selalu menganggap sang anak masih belum siap memimpin
perusahaan. Penunjukan sebagai Direktur dilakukan dengan pertimbangan family
pride dan sekaligus proses pengkaderan. Namun yang lebih menonjol adalah
pertimbangan family pride.
Bahkan dalam beberapa kali diskusi dengan saya; sang ayah menyatakan kekecewaannya. Sudah lebih dari 5 tahun dididik, sang anak masih belum menunjukkan kemampuannya. Masih belum matang dalam business judgementnya. Dan masih memerlukan pendampingan. Belum siap dilepas sendiri. Ini menurut penilaian sang ayah.
Disisi lain. Sang anak merasa proses belajarnya sudah cukup. Bahkan merasa sudah terlalu lama belajarnya. Merasa sudah pintar. Sudah bisa memanage sendiri perusahaannya. Bahkan merasa lebih pintar dari sang ayah. Merasa sudah tidak perlu lagi berkonsultasi kepada sang ayah atas setiap keputusan yang diambil.
Namun apa yang terjadi tidak seperti yang diperkirakan oleh sang anak. Keputusan sang anak sering dikoreksi oleh sang ayah. Di depan karyawan yang menjadi anak buah sang anak. Dianggap keputusan yang salah. Keputusan yang gegabah.
Memang seperti itulah yang biasa terjadi di perusahaan keluarga. Ketika sang anak langsung diberikan jabatan tertentu. Dia hanya akan belajar kulit kulitnya saja. Dia tahu bagaimana proses itu terjadi. Tapi tidak tahu bagaimana masalah itu terjadi. Dan bagaimana menyelesaikannya. Karena dia tidak pernah dipaksa belajar secara alami. Dari bawah. Tanpa jabatan. Sama seperti karyawan lainnya. Dipaksa berhadapan dengan masalah riil dilapangan. Bernegosiasi yang baik dengan business partner. Membangun team work yang solid.
Sekarang ada dua nahkoda didalam
satu perusahaan. Masing masing nahkoda merasa paling benar. Saling menyalahkan
tidak bisa dihindarkan lagi. Terjadi konflik di tubuh manajemen. Tim manajemen
menjadi tidak kompak lagi. Terbelah. Terjadi kubu kubuan. Kubu sang ayah. Dan
kubu sang anak.
Terjadi kebingungan di level
management maupun di level pelaksana. Membuat suasana kerja tidak nyaman.
Karyawan menjadi was was ketika menjalankan perintah. Baik yang berasal dari
sang ayah. Maupun yang berasal dari sang anak. Mereka takut disalahkan. Takut dimarahi. Takut diberikan sangsi.
Kasus diatas mengingatkan saya
terhadap Asbabul Nuzul Surat Al Ikhlas. Asbabul Nuzul adalah latar belakang
turunnya wahyu. Kalau didalam Hadis disebut Asbabul Wurud. Tidak semua ayat ada
Asbabul Nuzulnya. Bahkan hanya sedikit yang ada Asbabul Nuzulnya. Termasuk surat Al
Ikhlas ini.
Seperti yang Panjenengan sudah tahu.
Masa awal kenabian Muhammad SAW. Penduduk
Mekah terbiasa bertuhankan berhala. Konon
di sekitar dan didalam ka'bah dipasang
banyak sekali berhala. Bermacam macam namanya. Ada yang benama Isaf, Uzza,
Latta, Hubal, dll. Bermacam macam bentuknya. Ada yang berbentuk patung manusia,
hewan, dll. Dan bermacam macam pula materi bahan pembuatannya. Ada yang dibuat
dari bahan batu, kayu, logam, perak, emas dan sebagainya.
Mereka sudah puluhan tahun menyembah
berhala berhala itu. Yang jelas wujudnya. Jelas bentuknya. Tiba tiba Nabi Muhammad menyeru untuk menyembah Tuhan
Allah. Tuhan selain yang biasa mereka
sembah. Tuhan yang tidak pernah ditunjukkan kepada mereka bentuknya. Yang wujudnya
tidak diketahui oleh mereka. Ini yang menjadikan mereka bingung dan sekaligus menolaknya.
Karena kegigihan Nabi Muhammad
menyeru untuk menyembah Tuhan Allah, akhirnya merekapun bertanya. Muhammad,
Ceritakan kepada kami seperti apa Tuhanmu itu. Bentuknya seperti apa. Terbuat
dari bahan apa. Maklum yang ada di
fikiran mereka selama itu, Tuhan itu harus
berwujud. Harus bisa dilihat. Bisa dipegang.
Seperti Tuhan mereka - Patung patung itu.
Untuk menjawab pertanyaan itu, kemudian Allah menurunkan surat Al Ikhlas
itu. Yang isinya : Katakanlah ( Muhammad ); Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta
segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Serta tidak ada
sesuatupun yang setara dengan Nya.
Merekapun protes. Mereka mengatakan; kita ini hidup banyak masalah. Banyak yang kita mohonkan. Bagaimana bisa hanya satu Tuhan. Kita butuh banyak Tuhan yang bisa memenuhi banyak permintaan kita. Satu Tuhan tidak cukup. Tidak masuk akal, kata mereka.
Nabi Muhammad kemudian menjelaskan dengan logika. Yang bisa diterima oleh akal mereka.
Pilih mana, kata Nabi. Kamu mempunyai banyak pimpinan. Masing masing pimpinan mempunyai kemauan sendiri sendiri. Memberikan perintah sendiri sendiri. Dibanding dengan kamu hanya mempunyai satu pimpinan saja. Yang hanya dari dialah perintah itu datang. Ya; pilih yang satu pimpinan. Tidak bikin pusing. Kira kira begitulah dialog mereka.
Akhirnya mereka bisa mengerti bagaimana Tuhan itu harus satu. Tapi satu yang tidak hanya Kuasa. Tapi yang Maha Kuasa. Yang tidak ada yang setara dengan Nya.
Kalau ada setaranya, nanti malah
bikin bingung. Seperti dua matahari kembar di perusahaan itu. Tapi kalau tidak setara, satunya pasti bukan Tuhan.
Memang begitulah. Tidak ada paksaan dalam agama. Karena sudah jelas mana yang benar mana yang salah. Itulah salah satu firman Tuhan yang panjenengan sudah hafal semua.
Seperti panjenengan itu. Untuk mengakui kebenararan 5 + 5 = 10 khan tidak perlu dipaksa. Tidak perlu diberi hadiah. Kecuali kalau panjenengan masih TK.
#NA
#KSB080223
Tidak ada komentar:
Posting Komentar