24 Maret 2009

CINTA SEJATI -

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam,pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. mereka menikah sudah lebih 32 tahun.

Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ketiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.

Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian.

Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, pak suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan pak suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.

Pada suatu hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan pak suyatno memutuskan ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata "Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan
keluar dari bibir bapak...bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu" .

Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian".

Pak suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka.

"Anak2ku .... Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah....tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian….sejenak kerongkongannya tersekat,... kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini.

Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang,
kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yg masih sakit."
Sejenak meledaklah tangis anak2 pak suyatno.

Merekapun melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata ibu suyatno. D
engan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya pak suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa2..
disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru disitulah pak Suyatno bercerita.

"Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi ( memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian ) adalah kesia-siaan.

Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2..

Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama…dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,,"

disadur dari: SSK

KOMUNIKASI

Begitu mendapat kabar ada helicopter jatuh, si reporter kita – Abdi – nama panggilannya, segera meluncur kelokasi. Sesampai di lokasi, didapatinya badan helikopter yang sudah di tutup terpal dan di police line, sehingga sang reporter kita ini tidak dapat mendekat. Dari keterangan petugas, diketahui 1 pilot dan 1 penumpang saat ini dirawat di RS terdekat. Maka meluncurlah Abdi ke RS. Sesampai di RS dengan mudah ditemuinya sang pilot. Inilah wawancaranya.

Abdi : Apakah Bapak pilot helikopter yang jatuh itu ?
Pilot : Iya, betul
Abdi: Sebelum menerbangkan helikopter tsb. memangnya Bapak tidak melakukan pengecekkan terlebih dahulu ?
Pilot : Mas, itu prosedur tetap, yang tidak boleh diabaikan. Semua saya sudah cek, kondisinya ok.
Abdi : Lha, terus kenapa bisa jatuh ?
Pilot : Tanya aja pada penumpangnya, itu yang di sebelah sana, yang kaki dan tangannya di perban semua.


Abdi : Apakah Bapak penumpang helikopter yang jatuh itu ?
Penumpang : Betul mas.
Abdi : Bisa diceritakan bagaimana jatuhnya pesawat itu ?
Penumpang : Begini lho mas, sebelum terbang saya khan tanya kepada pilot apa gunanya tombol tombol yang ada di cockpit. Kemudian pilot menjelaskan kalau Tombol yang hijau itu untuk menghidupkan kipas, tombol kuning untuk komunikasi, dsb. Nah, setelah helikopter terbang, saya merasa kedinginan, maka saya matikanlah itu tombol hijau, tombol kipas, dan seketika itu pula helikopter jatuh.
Abdi : kipas yang dimana yang bapak matikan ?
Penumpang : Itu lho mas, kipas besar yang ada di atas helikopter.

Ha ha ha ..... itulah cerita yang saya dapat di lantai 10. Biasanya untuk mengusir kejenuhan, beberapa teman suka cerita yang lucu, dan biasanya menceritakan kekonyolan seseorang. Saya sangat terinspirasi dari cerita itu. Saya membayangkan saat proses merger nanti,cerita seperti itu bisa saja terjadi, tentu saja dengan kondisi dan situasi yang berbeda.

Pada saat learning process, banyak istilah yang biasa di LB namun asing bagi BN atau sebaliknya. Oleh karena itu kita harus hati hati untuk menjelaskan. Samakan pengertian terlebih dahulu agar tidak terjadi misunderstanding. Jangan sampai baling-baling di bilang kipas, mati deh ...... Thank you friend atas ceritanya.

Semoga menginspirasi ......... ( Mampang Raya )

14 Maret 2009

PENTINGNYA MERASA PENTING

Seminggu sebelum hari raportannya Ikal dan Arai, Bapaknya begitu sibuk mempersiapkan diri, khususnya mengenai pakaian yang akan dikenakannya pada hari yang sangat penting, hari dimana anak kandungnya dan anak angkatnya mau menerima hasil belajar selama setahun. Maklum raport tersebut harus diambil oleh orang tua atau wali murid.

Bapak mengeluarkan baju safari dengan empat saku yang sebetulnya sudah tidak baru lagi. Baju itu direndam dengan daun pandan supaya bau wangi dan diseterika – meskipun dengan seterika arang - biar licin. Begitu juga sepatu. Sepatu yang belum tentu setahun sekali dipakai itu di jemur, dibersihkan dan disemir. Bapak pada hari H akan duduk di kursi nomor 3, yang artinya Ikal masuk the best 3 dan juga kursi nomor 5 sebagai wali murid dari Arai, yang artinya Arai masuk the best 5. Begitulah kira-kira sepenggal cerita dari novel sang pemimpi oleh Andreas Hirata.

Mengapa Bapak yang dalam kesehariannya tenaga rendahan, begitu serius mempersiapkan diri untuk mengambil raport kedua anaknya. Karena Bapak begitu bangga dan merasa menjadi orang penting di hari raportan tersebut.

Demikian juga yang dialami oleh Istri saya. Setiap jam 04.00 pagi sudah bangun menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan anak dan suaminya. Karena badannya kurang sehat dan tetap juga bangun jam 04.00 kemudian saya tanya kenapa tidak bangun jam 05.00 saja. Jawabannya inspiring sekali. Anak anak itu khan jam 6.00 harus sudah berangkat sekolah, dan dia harus sudah makan pagi jam 05.30. Kalau aku bangun jam 05.00 gak nutut ( tidak terkejar ). Saya khawatir anak2 tidak sempat sarapan pagi, terus di kelas merasa lapar, tidak konsentrasi, terus nilainya jelek, terus ada rasa minder yang akan mempengaruhi perkembangannya, terus ... terus ....... Miris ( takut ) juga saya membayangkan kelanjutan kalimat terus ... terus .... itu.

Dua minggu lalu anak saya nekat ikut acara expedisi untuk International Award for Young People. Saya sebagai orang tua berusaha mencegahnya karena saya lihat anak saya itu sudah 2 minggu kurang enak badan dan saat itu keadaan di Surabaya hujan terus menerus. Namun anak saya nekat dan bersikukuh untuk tetap jalan ikut acara expedisi tsb. Saya lihat dia sudah menyiapkan peralatannya sejak 2 minggu sebelumnya. Dia atur jadual sekolah, belajar dan menyiapkan acara tersebut. Dan akhirnya saya tahu kenapa dia begitu ngotot untuk tetap ikut expedisi di daerah perkemahan didekat Malang. Ternyata Dia adalah ketua panitia. Dia adalah orang penting di acara tersebut. Dia merasa orang yang paling bertanggung jawab atas sukses dan tidaknya acara tersebut.

Dalam buku Berfikir dan Berjiwa Besar juga disebutkan, kalau kita ini merasa menjadi orang penting, maka segala usaha, tindakan dan penampilan kita secara tidak sadar juga akan berperilaku seperti orang penting. Karena itu merupakan manifestasi dari tanggung jawab sebagai orang penting.

Pertanyaannya adalah Bagaimana menciptakan rasa “menjadi orang penting” ? Dialog imajiner ini mudah mudahan dapat menginspirasi kita semua.
Pada acara pemakaman ada seorang pelayat ( P ) berdialog dengan keluarga almarhum ( K ).
P : Sakit apa Pak almarhum ?
K : Kurang tahu mas, badannya panas sekali dan katanya merasa lemas terus.
P : Apa sudah dibawa ke dokter atau Rumah Sakit ?
K : Belum sempat. Rencananya sih kalau sudah gajian dibawa ke dokter. Maklum mas, kami ini hidupnya pas pasan. Mau pinjam tetangga juga gak enak. Toh seharusnya sudah hari Jum’at lalu uang gajiannya turun. Tapi karena ada kesalahan di bank, katanya baru hari Senin besuk ini ditransfer. Dan ternyata hari Minggu ini nyawa anak ini sudah tidak tertolong lagi.

Seandainya kita adalah karyawan bagian transfer yang melakukan kelalaian tersebut dan mendengar dialog itu, apa yang kita rasakan ? Merasa berdosa, hanya karena kelalaian kita itu timbul korban, meskipun meninggal adalah urusan Tuhan.

Sahabat, marilah kita renungkan bersama, seberapa penting peran yang kita lakukan, seberapa besar manfaat yang akan diperoleh dan seberapa besar bencana yang terjadi kalau kita lalai baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Karena “perasaan” itulah yang akan menentukan “keseriusan” kita.

Semoga menginspirasi ......... ( cengkareng, 09.25 ),