24 Agustus 2020

SAKIT HATI MENGHANTARKANNYA MENJADI PEMBUNUH BERDARAH DINGIN


D

ia menyebut dirinya sebagai pembunuh berdarah dingin. Tiada  hari yang dilaluinya tanpa melakukan pembunuhan. Memang bukan melalui tangannya sendiri. Tapi dia menyuruh beberapa orang. Melalui tangan beberapa orang inilah pembunuhan itu dilakukan.  Tidak kurang dari 14.000 nyawa setiap hari dihilangkannya. Ayam ayam yang telah dihilangkan nyawanya itu di kirim ke restoran dan hotel hotel di Jawa Timur. Ayam ayam itu disembelih dengan mentaati aturan. Aturan agama ataupun aturan pemerintah. Sesuai kehalalan maupun kebersihan. Bersih daging ayamnya dan bersih lingkungannya.

Teman saya ini lulusan Tehnik Kimia. Pernah bekerja di perusahaan BUMN besar di Jawa Timur. Mengerjakan tugas yang sesuai dengan bidangnya. Sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajarinya. Di ITS Surabaya. Dia bekerja di BUMN itu selama 5 tahun. Setamat dari kuliahnya. Sudah menjabat Kepala Bagian. Di usianya yang masih muda.

Lantas mengapa resign ? Tidak cocok dengan pimpinannya. Alasan yang kedengarnya klasik. Banyak ide dan usulannya yang ditolak pimpinannya. Dianggap  Kemelipen – Ide yang di awang awang. Yang hamya ada di buku teori. Kata pimpinannya saat itu.

Setelah lebih dari 10 tahun. Ide yang kemelipan itu, ternyata sekarang dijalankan. Oleh orang yang berbeda. Oleh Pimpinan yang berbeda.  Diperusahaan yang sama. Dipabrik yang sama.

Memang seringkali ide itu lahir bukan di jamannya. Terlalu dini ide itu muncul. Kelihatan aneh oleh kebanyakan orang. Oleh mereka yang berfikir linear. Tapi tidak demikian – bagi mereka yang bisa melihat jauh kedepan.  Bagi yang mampu melihat arah angin perubahan.

Saya pernah disalahkan oleh banyak orang. Para kolega saya. Gara gara saya mendesign cabang dibawah wilayah saya menuju ke sentralisasi proses. Sementara kantor pusat masih berkiblat ke praktek yang sudah berjalan selama bertahun tahun. Terjadi benturan kebijakan dan prosedur. Masalah dinaikkan ke Direksi. Saya dipanggil. Saya jelaskan. Saya ceritakan kecenderungan yang terjadi diluar sana. Yang saya ketahui hanya dari bacaan. Tidak melihat sendiri faktanya. Direksi tidak memutuskan secara tegas. Hanya minta team kantor pusat menkaji. Yang saya paparkan. Yang Sebagian sudah kami jalankan itu. Di wilayah kami. Akhirnya - ide saya dijalankan full. Di Nationwide level. Beberapa tahun kemudian

Saya selalu yakin. Ide apapun itu baik. Termasuk yang kelihatan tidak masuk akal. Tidak masuk akal karena jamannya belum datang. Karena prasarana penunjangnya belum ada. Karena teknologinya belum lahir. Saya sering katakan kepada team saya dulu. Saat saya masih masuk ngantor jam 8 pagi. Simpanlah dalam catatan ide yang tidak masuk akal itu. Jangan dibuang. Jangan pula dilupakan.

Saya juga sering katakan saat itu. Setiap karyawan wajib mengusulkan 1 ide baru. Kalau kita mempunyai 600 karyawan. Kita akan mempunyai 600 ide. Katakan 50% idenya sama dan identic. Kita masih mempunyai 300 ide. Katakan 50% ide itu workable, kita akan mempunyai 150 ide. Katakan hanya 20% yang mampu kita lakukan sendiri. Tidak butuh biaya mahal.  Itu berarti sudah 30 ide inovasi baru. Ini jumlah yang besar. Yang tentu pengaruh terhadap perusahaan juga besar.

Karena idenya selalu dicuekin. Tidak diperhatikan. Bahkan sering diremehkan. Akhirnya dia tidak kuat. Kepalanya seakan mau meledak. Penuh dengan ide yang tidak tersalurkan Dadanya menjadi sesak. Karena pimpinan dan koleganya sering mencemoohkannya. Sakit hati, Katanya. Sakit hati kepada diri sendiri. Mengapa tidak bisa meyakinkan pimpinannya.  Dia tulis surat resign. Dia kuliah lagi. Ambil S2. Diluar negeri. Agar nanti bisa meyakinkan pimpinannya dengan konsep konsepnya.

Dia pulang ke Indonesia. Setelah menyelesaikan kuliahnya.  Mau istirahat dulu. Sambil mengerjakan hobinya saat kecil – memelihara ayam. Keasyikan. Jumlah ayamnya mulai banyak. Sekarang tidak sekedar hobi. Tapi sudah bisnis. Sekarang bukan sekedar mengejar kesenangan hati. Tapi profit. Keasyikan dalam beternak ayam. Lupa akan tujuannya dia kuliah lagi.

Jatuh bangun dialaminya. Sampai pada satu kesimpulan. Terlalu resiko beternak ayam itu. Kemudian dia mulai berdagang ayam. Toh dia sudah punya pembeli. Dia mulai keluar masuk kampung untuk membeli ayam. Bahkan sekarang dia hunting ayam sampai di Purwokerto. Dia biasa membeli sebanyak 12 truk ayam setiap hari. Setiap truk berisi 2.500 – 3.000 ekor. Artinya setiap hari dia beli 30.000 – 36.000 ekor ayam.

Dari 30.000 – 36.000 ekor, 40% dipotong sendiri. Dijual dalam bentuk daging ayam. Dan 60% dijual dalam bentuk ayam hidup. Dia mempunyai 6 tempat pemotongan ayam. Tersebar di beberapa kota di Jawa Timur. Masing kota diangkat seorang manager. Yang mengurusi teknis operasional sehari hari. The owner tinggal melakukan pekerjaan kepemimpinanya. Tidak sesibuk dulu. Tidak sepusing dulu. Dan tidak sesakit hati dulu.

Kini – Saatnyalah dia jalan pagi setiap hari sambil bersenandung lagu rindu.

#NA

#KSB_200820