08 Februari 2023

MATAHARI KEMBAR

 
Oleh Noor Aidlon

Waspadai Bahaya Matahari Kembar dalam Rumah Tangga Halaman 1 -  Kompasiana.com

S

ejak 3 tahun yang lalu, saya sering menyampaikan kepada pemilik bahwa di perusahaan ini ada dua matahari kembar. Dua matahari kembar itu istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan adanya dua pemimpin. Dua duanya sama sama kuat. Sama sama mempunyai pengikut. Dan itu sangat berbahaya bagi perusahaan. 

Yang pertama adalah pemilik perusahaan itu sendiri; yang di dalam susunan formal organisasi duduk sebagai komisaris.  Yang kedua adalah anak sang pemilik yang di dalam susunan formal organisasi duduk sebagai Direktur.

Sang ayah yang secara substansi pemilik perusahaan selalu menganggap sang anak masih belum siap memimpin perusahaan. Penunjukan sebagai Direktur dilakukan dengan pertimbangan family pride dan sekaligus proses pengkaderan. Namun yang lebih menonjol adalah pertimbangan family pride.

Bahkan dalam beberapa kali diskusi dengan saya; sang ayah menyatakan kekecewaannya. Sudah lebih dari 5 tahun dididik, sang anak masih belum menunjukkan kemampuannya. Masih belum matang dalam business judgementnya. Dan masih memerlukan pendampingan. Belum siap dilepas sendiri. Ini menurut penilaian sang ayah.

Disisi lain. Sang anak merasa proses belajarnya sudah cukup. Bahkan merasa sudah terlalu lama belajarnya. Merasa sudah pintar. Sudah bisa memanage sendiri perusahaannya. Bahkan merasa lebih pintar dari sang ayah.  Merasa sudah tidak perlu lagi berkonsultasi kepada sang ayah atas setiap keputusan yang diambil.

Namun apa  yang terjadi tidak seperti yang diperkirakan oleh sang anak. Keputusan sang anak sering dikoreksi oleh sang ayah.  Di depan karyawan yang menjadi anak buah sang anak. Dianggap keputusan yang salah. Keputusan yang gegabah. 

Memang seperti itulah yang biasa terjadi di perusahaan keluarga. Ketika sang anak langsung diberikan jabatan tertentu. Dia hanya akan belajar kulit kulitnya saja. Dia  tahu bagaimana proses itu terjadi. Tapi tidak tahu bagaimana masalah itu terjadi. Dan bagaimana menyelesaikannya. Karena dia tidak pernah dipaksa belajar secara alami. Dari bawah. Tanpa jabatan. Sama seperti karyawan lainnya. Dipaksa berhadapan dengan masalah riil dilapangan. Bernegosiasi yang baik dengan business partner. Membangun team work yang solid.

Sekarang ada dua nahkoda didalam satu perusahaan. Masing masing nahkoda merasa paling benar. Saling menyalahkan tidak bisa dihindarkan lagi. Terjadi konflik di tubuh manajemen. Tim manajemen menjadi tidak kompak lagi. Terbelah. Terjadi kubu kubuan. Kubu sang ayah. Dan kubu sang anak.

Terjadi kebingungan di level management maupun di level pelaksana. Membuat suasana kerja tidak nyaman. Karyawan menjadi was was ketika menjalankan perintah. Baik yang berasal dari sang ayah. Maupun yang berasal dari sang anak. Mereka takut disalahkan. Takut dimarahi. Takut diberikan sangsi.

Kasus diatas mengingatkan saya terhadap Asbabul Nuzul Surat Al Ikhlas. Asbabul Nuzul adalah latar belakang turunnya wahyu. Kalau didalam Hadis disebut Asbabul Wurud. Tidak semua ayat ada Asbabul Nuzulnya. Bahkan hanya sedikit yang ada Asbabul Nuzulnya. Termasuk surat Al Ikhlas ini.

Seperti yang Panjenengan sudah tahu. Masa awal kenabian Muhammad SAW. Penduduk Mekah terbiasa bertuhankan berhala.  Konon di sekitar dan didalam ka'bah dipasang banyak sekali berhala. Bermacam macam namanya. Ada yang benama Isaf, Uzza, Latta, Hubal, dll. Bermacam macam bentuknya. Ada yang berbentuk patung manusia, hewan, dll. Dan bermacam macam pula materi bahan pembuatannya. Ada yang dibuat dari bahan batu, kayu, logam, perak, emas dan sebagainya.

Mereka sudah puluhan tahun menyembah berhala berhala itu. Yang jelas wujudnya. Jelas bentuknya. Tiba tiba Nabi Muhammad menyeru untuk menyembah Tuhan Allah.  Tuhan selain yang biasa mereka sembah. Tuhan yang  tidak pernah ditunjukkan kepada mereka bentuknya. Yang wujudnya tidak diketahui oleh mereka.  Ini yang menjadikan mereka bingung dan sekaligus menolaknya.  

Karena kegigihan Nabi Muhammad menyeru untuk menyembah Tuhan Allah, akhirnya merekapun bertanya. Muhammad, Ceritakan kepada kami seperti apa Tuhanmu itu. Bentuknya seperti apa. Terbuat dari bahan apa.  Maklum yang ada di fikiran mereka selama itu, Tuhan itu harus  berwujud. Harus bisa dilihat.  Bisa dipegang.  Seperti Tuhan mereka - Patung patung  itu.

Untuk menjawab pertanyaan itu, kemudian Allah menurunkan surat Al Ikhlas itu. Yang isinya  : Katakanlah ( Muhammad ); Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Serta tidak ada sesuatupun yang setara dengan Nya.

Merekapun protes. Mereka mengatakan; kita ini hidup banyak masalah. Banyak yang kita mohonkan. Bagaimana bisa hanya satu Tuhan. Kita butuh banyak Tuhan yang bisa memenuhi banyak permintaan kita.  Satu Tuhan tidak cukup. Tidak masuk akal, kata mereka.

Nabi Muhammad kemudian menjelaskan dengan logika. Yang bisa diterima oleh akal mereka.  

Pilih mana, kata Nabi. Kamu mempunyai banyak pimpinan. Masing masing pimpinan mempunyai kemauan sendiri sendiri. Memberikan perintah sendiri sendiri. Dibanding dengan kamu hanya mempunyai satu pimpinan saja. Yang hanya dari dialah perintah itu datang. Ya; pilih yang satu pimpinan. Tidak bikin pusing. Kira kira begitulah dialog mereka.

Akhirnya mereka bisa mengerti bagaimana Tuhan itu harus satu. Tapi satu yang tidak hanya Kuasa. Tapi yang Maha Kuasa. Yang tidak ada yang setara dengan Nya.

Kalau ada setaranya, nanti malah bikin bingung. Seperti dua matahari kembar di perusahaan itu. Tapi kalau tidak setara, satunya pasti bukan Tuhan.

Memang begitulah. Tidak ada paksaan dalam agama. Karena sudah jelas mana yang benar mana yang salah. Itulah salah satu firman Tuhan yang panjenengan sudah hafal semua.

Seperti panjenengan itu. Untuk mengakui kebenararan 5 + 5 = 10 khan tidak perlu dipaksa. Tidak perlu diberi hadiah. Kecuali kalau panjenengan masih TK.

#NA

#KSB080223