22 Januari 2024

HAUL 30

Oleh Noor Aidlon 

S

abtu, 13 Januari 2024 dilakukan haul ke- 30  KH Samsul Hadi. Lokasinya di Masjid Darul Muttaqin, sebelah Timur perempatan Padangan Bojonegoro. Masjid dimana Mbah Yai dulu sering mengajar ngaji disitu. Mbah Yai dari istri saya. Dari jalur Ibu. Tentu masjidnya dulu tidak sebagus yang sekarang. Tidak sebesar yang sekarang.

Kami berangkat dari Surabaya jam 08.30. Sampai di daerah Padangan jam 12.40. Langsung ke makam Bapak Ibu mertua. Dimakam keluarga KH Utsman. Keluarga dari istri saya. Dari jalur ayah. Dari Cepu.  Makam itu berada di sebelah barat perempatan Padangan.

Makam keluarga itu menyatu dengan pemakaman umum.  Hanya dibatasi pagar keliling, dengan lebar 10 meter dan panjang 20 meter. Kurang lebihnya. Pagar terbuat dari besi. Ada pintunya. Tapi tidak pernah dikunci. Dan memang tidak pernah diberi kunci.

Selesai membaca tahlil dan doa, kami kemudian beristirahat di hotel. Masih ada waktu 1,5 jam. Sebelum acara haul Mbah Yai Samsul dimulai. Setelah sholat Ashar.

Setelah sholat Ashar di masjid, para jamaah berangkat ke makam Mbah Yai. Jaraknya hanya 400meter dari masjid. Berziarah dan membaca tahlil singkat. Kemudian mereka kembali lagi ke rumah salah satu putra Mbah Yai. Yang berada persis belakang masjid.

Kursi diatur rapi mulai depan rumah, sepanjang lorong masjid. Pembacaan tahlil lengkap dilakukan. Diakhiri dengan pembacaan doa yang dipimpin 3 orang ustadz. Doa yang dibaca panjang panjang. Dibaca dengan khusu'. Semua dalam bahasa Arab.  Saya hanya tahu makna beberapa potong kalimat doanya. Kata Amin terucap serentak dari jamaah. Kata yang maknanya baik. Tapi saat ini menjadi sensitive.

Menjelang maghrib acara itu baru selesai.

Saya bertanya kepada Pak Lik, Jam berapa acara pengajian umum dimulai ? Habis Isya, katanya. Bagi saya, ini membingungkan. Range waktu habis isya itu panjang sekali. Saya coba pertegas dengan fix time. Jam berapa Lik ? Sak siape kyaine. Jawaban yang menambah kebingungan saya.  Yang terbiasa dengan fix time. Bukan flexible time seperti itu. Barangkali waktu seperti itulah yang justru lazim pada masyarakat setempat.


Masih ada waktu kembali ke hotel dulu, kata istri saya. Nanti jam 19.30 saja kita kesini.

Jam 20.00 saya sampai di masjid. Tempat pengajian umum diselenggarakan. Belum banyak jamaah yang hadir. Saya duduk di dalam. Bersilo. Jam 20.30 jamaah mulai berdatangan. Jam 21.00 saya tengok ke belakang. Sudah penuh jamaah putri. Panitia mulai mempersilakan ibu ibu untuk maju kedepan, agar yang di belakang bisa masuk ruangan masjid.

Saya bergeser ke kanan agar tidak mepet dengan jamaah perempuan. Ternyata jamaah laki laki pada duduk di teras masjid. Hanya sedikit yang di dalam masjid. Yang sedikit itu termasuk saya.

Jam 21.30 acara dimulai, dibuka. Ada pembacaan ayat suci Al Quran. Dilanjutkan dengan sambutan sambutan. Sambutan dari ketua panitia. Kemudian sambutan dari wakil pemerintah setempat dan sambutan dari fihak keluarga.

Fihak keluarga diwakili oleh cucu menantu Mbah Yai. Menyampaikan sedikit cerita mengenai sosok Mbah Yai Samsul Hadi. Beliau adalah kyai yang istiqomah. Pengajian Ahad pagi selalu dilakukan di masjid ini. Suatu saat hanya ada satu orang jamaah yang ngaji. Pengajian tetap dilakukan dengan satu kyai dan satu santri.

Tidak gampang meniru seperti ini. Saya - ketika menjadi instruktur dengan peserta dibawah 10 orang saja malasnya bukan main. Ini hanya satu orang peserta kajian. Masih semangat. Masih dijalankan seperti biasa.

Inilah rahasianya. Kewajibanku hanya mengajarkan. Kalau ada yang datang untuk diberi pelajaran, itu sudah cukup. Banyak sedikitnya yang datang itu bukan urusanku. Bukan tugasku. Dan bukan kewajibanku. Kata beliau. Kalimat yang menunjukan keikhlasan tingkat dewa.

Suatu saat, Pak Lik juga cerita. Tidak jarang Mbah Yai ini diundang pengajian dipelosok desa. Meskipun turun hujan yang sangat deras. Meskipun harus memikul sepeda karena jalanan banjir. Beliau tetap akan rawuh memenuhi undangan tuan rumah. Memenuhi kewajibannya seorang kyai untuk menyebarkan ajaran Islam. Luar biasa tebalnya Jihat Mbak Yai, kata saya dalam hati.

Setelah acara sambutan;  dilanjutkan dengan pembacaan tahlil lengkap sampai jam 22.00. Kemudian disusul dengan pembacaan Al Berzanji.

Tepat pukul 22.20 Penceramah datang. Beliau adalah KH Nur Hadi, Kyai Jombang. Beliau lebih dikenal dengan nama mbah Bolong.

Sebelum ceramah dimulai, saya menengok ke belakang lagi. Ternyata belum ada jamaah yang pulang. Masjid masih penuh.

Mereka istiqomah menunggu dawuh Pak Kyai. Saya berusaha istiqomah dengan sambil sedikit sedikit mengubah posisi kaki saya yang sudah terasa keju. Sejak tadi.

 ( Noor Aidlon, 21 Januari 2024 )