18 Mei 2020

NEW NORMAL - SUDAH IMUN KAH ?


Cegah Corona, Pegawai Kantor Imigrasi Disuntik Imun Booster ...

Imun yang dimaksud disini  bukan istilah kesehatan yang njelimet.  Tapi Imun Bahasa awam. Umpamanya. Ketika kita masuk WC yang kotor dan bau. Kita langsung heboh sendiri. Menutup rapat hidung. Karena bau yg luar biasa. Tapi karena tidak ada pilihan lain. Kita terpaksa  pakai juga WC itu.  Hanya perlu  5 menit atau bahkan kurang.  Maka kita sudah tidak terganggu lagi dengan bau yang menyengat itu.  Bukan baunya yang hilang. Tapi hidung kita yang sudah mampu menyesuaikan diri dengan bau itu.  Kita sudah merasa biasa biasa saja. Karena kita sudah imun.

Dulu. Ketika orang pertama kali melakukan kejahatan. Biasanya kejahatan kecil. Berbohong, misalnya. Rasa bersalah didalam hati begitu mendalam. Rasa menyesal begitu besar. Ketika kejahatan itu diulanginya lagi. Maka rasa bersalah sudah mulai berkurang. Rasa menyesal sudah menipis. Karena sudah imun.

Covid 19.  Dulu. Ketika Presiden mengumumkan kasus yang pertama kali. Yang hanya 2 orang itu. Hebohnya luar biasa. Semua orang membicarakannya. Kehebohan itupun masih berlanjut.  Sampai beberapa minggu. Yang jumlah kasusnya masih puluhan. Yang penambahan kasus per hari nya masih belasan.

Kini. Ketika jumlahnya sudah lebih 16 ribu.  Ketika jumlah pertambahan per hari nya diatas 500 kasus. Rasanya sudah biasa biasa saja. Tidak seheboh ketika masih belasan atau puluhan kasus. Karena kita sudah bisa menerimanya. Karena kita sudah terbiasa. Kita sudah imun.

Dulu. Pertama kali saya tidak  sholat Jumat. Karena MUI memfatwakan itu. Betapa gundah gulananya hati saya. Ketika masuk waktu Jumatan. Apalagi  nun jauh disana, sayup sayup terdengar  suara khotib. Kegundahan saya semakin besar.  Untuk mengobati kegundahan itu. Saya langsung ambil air wudlu. Tapi sholatnya menunggu suara iqomah nun jauh disana.  Setelah khotib selesai memberikan kutbahnya. Saya membayangkan seakan ikut jumatan. Hanya saja kalau mereka sholat jumat 2 rekaat. Saya sholat dhuhur 4 rekaat.

Kini setelah tidak melaksanakan sholat jumat untuk  yang ke 5 kali. Hati saya biasa biasa saja. Tidak segundah dulu lagi.

Dulu. Sebelum ada Covid 19 menyerang. Sebelum MUI memfatwakan beribadah di rumah. Banyak masyarakat berjamaah di masjid maupun mushola. Masjid masjid menyelenggarakan banyak kegiatan. Masjid masjid begitu ramainya.  Sampai sampai Takmir harus memutar otak memikirkan tempat parkir. Bagitu besar minat masyarakat untuk memakmurkan masjidnya.

Kini. Setelah keluar fatwa itu. Banyak masjid yang ditutup. Ada yang ditutup sebagian. Ada yang ditutup total. Bahkan ada yang di gembok pintu pagarnya. Masyarakat sudah tidak bisa sholat jamaah lagi. Tidak bisa mengikuti jumatan lagi. Sudah tidak ada kajian kajian lagi. Kita merasa kehilangan. Merasa ada kehampaan. Yang pada awalnya menimbulkan kerinduan.

Tapi setelah hampir 2 bulan masjid itu ditutup.  Hampir 2 bulan pula  jamaahnya beribadah dirumah. Hampir 2 bulan tidak bisa mendatangi masjidnya. Masih adakah kerinduan itu ? Ataukah tinggal kenangan. Bahwa saya pernah berjamaah disana.

#NA
#KSB160520
#DirumahAja_bila_tak_ada_perlu

16 Mei 2020

NEW NORMAL - MAMPUKAH PUASA KITA MEMBENTUKNYA ?



D
alam beberapa hari ini saya sering menemukan istilah new normal ini  di twitter maupun article.  Saya tidak tahu siapa yang pertama kali mempopulerkan istilah itu.  Namun yang jelas  itu berkaitan dengan Pandemi wabah Covid 19
.
Seperti yang kita ketahui. Wabah ini telah melanda hampir seluruh dunia. Para ahli bersepakat.  Penularan dan penyebaran virus ini melalui percikan doplet. Mereka menganjurkan hal ini. Untuk mencegah penyebaran virusnya.  Yang kemudian di teruskan oleh pemerintah melalui peraturannya.

Yaitu Hindari kerumunan, Kurangi Pergerakan dan Tinggallah dirumah. Kalau terpaksa keluar rumah, pakailah masker. Dan seringlah bercuci tangan.
Entah karena kesadaran. Entah karena terpaksa. Akhirnya banyak masyarakat yang memenuhi anjuran itu.  

Bahkan kini. Di kampung kampung sudah banyak dilakukan rasia masker. Siapa yang dijalan tidak memakai masker akan ditegor. Bahkan tidak sedikit yang disuruh pulang. Untuk mengambil masker.

Disudut sudut kota. Banyak dibangun tempat cuci tangan. Lengkap dengan sabunnya. Pun juga di kantor2 pemerintah maupun swasta.
Saat ini juga. Banyak masyarakat sebisa mungkin melakukan pekerjaan atau transaksi via on line. Mengurangi tatap muka. Mengurangi pertemuan.

Belanja sudah pakai on line. Atau paling tidak sudah ber telpon/WA. Tinggal barang diantar kerumah. Atau tinggal ambil ditoko.  Lebih praktis. Lebih nyaman.
Rapat juga demikian. Sudah dilakukan via on line. Kajian keagamaan juga demikian.  Sudah banyak pilihan applikasi yang bisa mengakomodasinya.

Pertanyaannya. Apakah kebiasaan ini akan berlanjut. Meskipun Covid 19 sudah tidak ada lagi.

Para ahli memperkirakan perilaku masyarakat tersebut akan tetap berlanjut. Pasca Covid 19. Bahkan teman saya mengatakan enak juga ya rapat dan kajian keagamaan via online.  Kita teruskan saja cara ini. Meskipun tidak ada Covid 19. Inilah yang kemudian disebut  sebagai New Normal.  Perilaku yang dulunya dianggap tidak normal. Akan atau bahkan sudah  menjadi normal saat ini. Dan nantipun tetap dilakukan. Meskipun sudah tidak ada ancaman covid 19 lagi.

Covid 19 telah diyakini mampu membentuk New Normal.  “Perilaku terpaksa” selama Covid 19 menjelma menjadi kebiasaan baru. Di Pasca Covid 19.

R
amadhan. Banyak umat yang sedang berpuasa Ramadhan mampu atau “terpaksa” berperilaku jauh lebih baik daripada biasanya.  Perilaku jelek akan jelas kelihatan jeleknya selama berpuasa. Lihatlah kata kata ini. Yang sering kita dengar. Untung saya lagi puasa. Kalau tidak sudah saya hajar dia. Perilaku hajar begitu nampak jelas jeleknya, Ketika berpuasa. Perilaku itu adalah perilaku dzolim. Kapanpun dan dimanapun.

Tapi akan menjadi perilaku yang tampak biasa saja. Tampak normal saja. Tampak boleh saja dilakukan.  Ketika tidak berpuasa.

Begitu jujurnya kita Ketika sedang berpuasa. Kita betul betul merasakan kehadiran Tuhan.  Begitu yakinnya kita bahwa Tuhan selalu mengawasi. Membuat kita tidak berani berbohong. Kita tidak berani makan minum. Meskipun sendirian. Meskipun tidak ada orang lain yang melihatnya.

Begitu disiplinnya kita Ketika berpuasa. Imsak dan maghrib sebagai batas berpuasa kita taati. Setaat taatnya.  Seakan garis itu tampak begitu  jelasnya. Begitu tebalnya. Cetho welo welo. Kita tidak berani melanggarnya.  Meskipun hanya beberapa detik.

Mampukah perilaku itu. Yang kita kerjakan selama berpuasa. Yang kita jaga selama berpuasa menjadi New Normal. Menjadi kebiasan baru. Pasca Puasa. Sejak lebaran tiba.

Atau akan lepas. Terbang entah kemana. Bersama keriuhan  lebaran.

#NA
#KSB060520
#DirumahAja



NEW NORMAL



D
alam beberapa hari ini saya sering menemukan istilah new normal ini  di twitter maupun article.  Saya tidak tahu siapa yang pertama kali mempopulerkan istilah itu.  Namun yang jelas  itu berkaitan dengan Pandemi wabah Covid 19.

Seperti yang kita ketahui. Wabah ini telah melanda hampir seluruh dunia. Para ahli bersepakat.  Penularan dan penyebaran virus ini melalui percikan doplet. Mereka menganjurkan hal ini. Untuk mencegah penyebaran virusnya.  Yang kemudian di tindak lanjuti oleh pemerintah melalui peraturannya.

Yaitu Hindari kerumunan, Kurangi Pergerakan dan Tinggallah dirumah. Kalau terpaksa keluar rumah, pakailah masker. Dan seringlah bercuci tangan.

Entah karena kesadaran. Entah karena terpaksa. Akhirnya banyak masyarakat yang memenuhi anjuran itu.  Banyak stay dirumah. Namun tetap produktif. Keluar kerumah kalau terpaksa. Dan harus pakai masker. Itu kewajiban.

Bahkan kini. Di jalan jalan sudah banyak dilakukan rasia masker. Siapa yang dijalan tidak memakai masker akan ditegur. Bahkan tidak sedikit yang disuruh pulang. Untuk mengambil masker.

Disudut sudut kota. Banyak dibangun tempat cuci tangan. Lengkap dengan sabunnya. Pun juga di kantor2 pemerintah maupun swasta.

Saat ini juga. Banyak masyarakat sebisa mungkin melakukan pekerjaan atau transaksi via on line. Mengurangi tatap muka. Mengurangi pertemuan.
Telah terjadi perubahan perilaku yang sangat besar pada masa  Pandemi Covid 19 ini. Terjadi karena  rasa takut.  Atau karena dipaksa oleh peraturan.

Pertanyaannya. Apakah perubahan perilaku ini akan berhenti bersamaan berhenti virus Covid 19 ?

Para ahli memperkirakan.  Perilaku baru ini akan tetap terus dilakukan.  Meskipun virus sudah berhenti menyebar. Meskipun gugus tugas Covid 19 telah dibubarkan. Dan itu akan menjadi  New Normal. Menjadi kebiasaan sehari hari.

Fenomena itu harus di respond oleh team management perusahaan. Agar perusahaannya tidak ketinggalan dan ditinggal oleh nasabahnya.

Paling tidak. Dibawah inilah yang akan menjadi New Normal.

B
elanja. Masyarakat sudah mulai banyak melakukannya dengan on line. Atau paling tidak sudah ber telpon atau kirim WA. Menyebutkan barang yang akan dibeli dan berapa jumlahnya.  Kemudian minta barang  di antar kerumah.  Atau akan diambil sendiri ketoko.  Lebih praktis. Lebih nyaman.  Tidak perlu  lagi datang ketempat penjual.  Untuk memilih dan menawar. 

Mulai saat ini perusahaan harus melakukan pendataan terhadap  konsumennya.  Nomor telpon dan alamatnya. Apa saja yang biasa dibeli. Bagaimana kualitas barang yang dikehendakinya. Jam berapa  barangnya bisa di antar.  Dan kebiasaan kebiasaan lainnya.  Dan itu akan menjadi customer profiling.

Customer Profiling sangat berguna bagi perusahaan. Tidak hanya untuk meningkatkan pelayanan. Tapi juga untuk melakukan cross selling. Untuk meningkatkan rasio produk per konsumen. Semakin tinggi rasio produk yang dibelinya semakin banyak memberikan keuntungan kepada perusahaan. Dan inilah konsep customer loyalty.

A
ntrian dan Waktu Tunggu. Masyarakat yang sudah terbiasa bertransaksi on line. Yang sudah merasakan kenyamanannya. Yang sudah biasa cepat- real time.  Tidak akan mau menunggu lama. Tidak mau ada antrian.  Antrian berarti ada kerumunan. Berarti tidak sehat. Berarti membuang waktu.  Itu akan menjadi Customer New Value .

Minggu lalu. Ketika saya mau bertransaksi di satu  bank. Saya terpaksa putar balik. Tidak jadi. Ketika saya melihat tempat parkir penuh.  Juru parkir mengatakan banyak antrian di dalam Pak.  Akhirnya saya terpaksa bertransaksi di tempat lain. Rejeki sudah disiapkan untuk bank itu. Tapi ditahan dan dialihkan ke bank lain. Oleh antrian yang banyak.

Sejak saat ini. Perusahaan harus sudah memikirkan bagaimana memanage transaksi dan antrian. Agar nasabah tidak antri lagi. Alternative delivery channel harus dikembangkan. Product innovation harus digalakkan. Internal process harus di review. Termasuk system dan Prosedurnya.

W
ork From Home. Bekerja dari Rumah sudah diberlakukan. Awalnya - dengan paksaan. Kini banyak karyawan mulai menikmatinya. Kerja lebih fleksibel. Bisa mengatur sendiri waktunya. 

Di era Internet of Thing. Banyak pekerjaan bisa dilakukan secara remote. Dimana saja. Kapan saja. Asal ada internetnya.

Dan saat ini. Tiba tiba saja ruang kantor terasa kegedean. Yang biasanya terasa begitu sempitnya. Tiba tiba saja banyak ruang kosong. Yang biasanya berjubelan. Namun satu hal yang sama. Yaitu pekerjaan tetap bisa diselesaikan.  Oleh orang yang sama. Di tempat yang berbeda.

Management harus sudah memikirkan bagaimana data base nya. Disimpan dimana. Yang bisa diakses oleh para karyawan. Bagaimana securitynya. 

Perlu di fikirkan ulang apa kriteria suksesnya para karyawan. Apa Key Performane Indicatornya. Bagaimana system renumerasinya. Perusahaan mutlak harus mulai mengadopsi pay for the performance. Sekarang sudah tidak ketahuan lagi siapa karyawan yang paling rajin dan disiplin masuk kantor.  Yang ketahuan adalah siapa yang hasil kerjanya lebih banyak dan lebih bagus. Siapa yang targetnya terlampaui.

Banyak Pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh Management untuk merespond new normal ini. Untuk tetap survive. Dan berkembang seraya bergoyang mendendangkan lagu Pamer Bojo.

Semoga menginspirasi ….

#noor_aidlon
#solusi_bankir_kompetensi
#KSB110520
#DirumahAja.