13 September 2012

PESAN BAPAK#1


Belajarlah yang rajin agar kamu pandai. Kalau pandai tidak bisa di curangi orang ( diapusi wong ).  Itulah kata kata  yang selalu disampaikan Bapak saya ketika saya masih belum masuk sekolah. Kalimat itu terpatri kuat hingga puluhan tahun.  Bapak selalu menyampaikan pesan itu ketika saya ada di pangkuannya; di teras rumah kami. 

Ketika saya merenungkan kembali pesan Bapak saya. Ada pelajaran yang bisa dipetik.  Pelajaran yang saya cocokan dengan teori komunikasi saat ini. Saya sangat yakin ketika itu Bapak belum mengetahui ada teori komunikasi seperti sekarang ini. 

Pelajaran pertama, Bapak menyampaikan pesan itu kepada saya yang masih balita. Pesan yang sangat sederhana, yang sangat mudah dimengerti oleh seorang bocak balita.  Dalam teori komunikasi dikatakan bahwa penyampaian pesan haruslah disesuaikan dengan kadar kemampuan penerima pesan. Kalau kita berkomunkasi dengan intelektual, pakailah bahasa yang canggih canggih.  Kalau perlu tiga per empat kata yang dipakai adalah kata berbahasa asing.  Kalau perlu lagi pakailah beberapa bahasa asing; tidak hanya satu bahasa asing.  Bila berkomunikasi dengan tukang becak, pakailah bahasa mereka. Pakailah istilah yang biasa mereka  pergunakan sehari hari. Intinya adalah bagaimana mempergunakan bahasa; istilah istilah yang sesuai dengan pendengarnya. Sering kita lupa bahwa lawan bicara kita mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda dengan kita;  mempunyai tingkat kemampuan  yang berbeda dengan kita. Inilah salah satu faktor penyebab tidak jalannya komunikasi.

Pelajaran kedua. Bapak menyampaikan pesan itu tidak cukup sekali; namun berkali kali bahkan sampai bertahun tahun. Bapak selalu mengawali pesan itu dengan satu cerita kehidupan nyata di daerah sekitar kami. Bapak memberikan contoh kehidupan nyata, kehidupan yang saya kenal baik; kehidupan para tetangga dan saudara kami. Bapak telah mempergunakan teori experiential learning. Menurut penelitian, experiential learning sangat effektif  penyerapannya.  Disampaing itu Bapak melakukan teori konfirmasi. Selalu diulang; di confirm lagi. Inilah kuncinya pesan itu terpatri kuat didalam ingatanku.

Pelajaran ketiga. Bapak menyampaikan pesan itu saat saya ada di pangkuannya. Saat kondisi saya nyaman. Beliau menyampaikan pesannya dengan santai di selingi cerita cerita.  Pesan yang disampaikan dalam kondisi nyaman akan gampang diterima dan sedikit dilakukan penolakan. Bapak menyampaikanya dengan menggunakan otak kanannya. Satu teori yang baru lahir dalam dekade terakhir.

Itulah Bapak. Dengan kesederhanaannya; dengan wisdomnya saat itu. Saya tidak tahu darimana Bapak mendapatkan ilmu itu. Namun yang jelas banyak pesan Bapak yang sangat terpatri kuat didalam ingatan saya selama berpuluh puluh tahun. Ketika saya menuliskan cerita inipun saya masih bisa merasakan kembali bagaimana Bapak  “memangku” dan bertutur. Sangat nyaman.

Itulah keinginan Bapak saya ketika saya masih balita. Keinginan seorang tua  yang sangat sederhana. Hanya ingin saya – anaknya menjadi orang pandai yang tidak gampang di curangi orang.
Saya bandingkan dengan pesan saya kepada anak anak saya saat ini. Pesan yang terkadang muluk muluk. Pesan yang penuh dengan materialistik. Kamu belajar agar besuk bisa menjadi sarjana dan kerja dengan gaji gede. Bisa beli rumah bagus; beli mobil bagus, dsb. Pesan yang terkadang membuat si anak takut akan kehidupannya.

Semoga menginsirasi.