08 Maret 2014

COMMITED TO WIN

Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya pernah beberapa kali minta tolong ke orang lain untuk mendoakannya. Memang tidak banyak orang yang diminta doanya oleh beliau. Hanya orang orang yang kesalehannya luar biasa saja yang diminta mendoakan.

Tentu banyak orang mempertanyakan,  Rosulullah SAW ini khan manusia yang kedekatannya dengan Allah tiada yang menandinginya sehingga doa doanya paling gampang di kabulkan oleh Allah. Lalu mengapa masih perlu minta bantuan orang lain untuk mendoakannya ? Inilah kehebatannya Rosulullah. Rosul ingin memberikan  pendidikan kepada kita dengan contoh nyata.  Pendidikan pertama, jangan sombong. Tuh, Nabi; orang yang paling sempurna saja masih perlu bantuan orang lain, apalagi kita yang manusia biasa tanpa keistimewaan.  Sebagai manusia kita saling membutuhkan. Harus bisa saling bantu membantu.

Pendidikan kedua, adalah memotivasi orang lain.  Tuh, kalau orang punya kehebatan akan dimintai tolong Nabi. Siapa yang tidak bangga bisa membantu orang yang paling  mulia di dunia ini ? Dengan demikian lebih banyak orang termotivasi untuk berbuat kebajikan.

Pendidikan ketiga, Menghargai orang lain. Salah satu cara menghargai orang lain adalah menunjukkan ke khalayak betapa baiknya/berjasanya orang itu.  Karena hanya orang yang kesalehannya luar biasa yang dimintai tolong Nabi untuk mendoakannya; maka banyak orang berusaha untuk mencontohnya. Demikian kira kira pendidikan yang diberikan oleh Nabi melalui contoh nyata.

Nah, dari yang sedikit ini, salah satu yang diminta tolong mendoakan nabi adalah Uwais. Nabi mengutus beberapa sahabat untuk menemui Uwais yang saat itu tinggal di Yaman dan diminta untuk mendoakannya.  Menurut Nabi, keikhlasan dan kesabaran Uwais telah menggetarkan langit, sehingga doa nya tak berpenghalang untuk tembus langit.

Uwais adalah pemuda miskin yang ditinggal mati oleh ayahnya. Dia tinggal bersama ibunya yang sudah tua dan tidak bisa jalan. Untuk membiayai hidup keduanya Uwais bekerja sebagai buruh yang mengembalakan kambing majikannya. Dia mengurus kebutuhan hidup ibunya. Apapun keinginan ibunya akan dipenuhinya. Suatu saat dia mendengar ibunya berdoa agar bisa menunaikan ibadah haji. Setelah mendengar ibunya berkeinginan berhaji, Uwais kemudian merenung, memikirkan jalannya.

Dengan sisa uang yang ditabungnya yang sedikit itu, Uwais minta ijin kepada Ibunya untuk bisa pergi ke pasar untuk membeli anak lembu yang masih kecil. Dari pasar ke rumah di panggulnya anak lembu itu.

Pagi hari ketika berangkat mengembalakan kambing, anak lembu itu dipanggulnya menuju padang gembalaan.  Digembalakannya anak lembu itu diantara kambing kambing milik majikannya. Sore hari setelah mengandangkan kambing, anak lembu itu dipanggulnya kembali untuk dibawa pulang ke rumah. Demikian terus menerus yang dilakukan oleh Uwais. Kegiatan yang aneh. Dan masyarakat sekitarnya  menyangka Uwais ini sudah gila. Bukannya anak lembu ini dituntunnya  berjalan atau dinaikinya, tapi justru dipanggulnya pulang pergi.

Ketika dirasa dirinya sudah cukup kuat dan waktu haji tinggal beberapa bulan lagi, Uwais bilang kepada ibunya untuk bersiap siap menunaikan ibadah haji. Ibunya kaget bukan main. Bagaimana caranya. Saya lumpuh. Dan kamu tidak punya kendaraan untuk kesana, tanya ibunya. Dengan mantap Uwais mengatakan, saya akan gendong Ibu sampai ke Mekkah. Saya sudah cukup lama latihan menggendong dan memanggul anak sapi. Sekarang dengan ijin Allah saya akan gendong ibu berangkat ke Mekkah. 

Akhirnya merekapun sukses menunaikan ibadah haji. Kegembiraan yang tiada tara terpancar dari muka ibunya ketika selesai menunaikan haji. Keikhlasan dan kesabaran Uwais telah mempesona penghuni langit.  Dikatakan oleh nabi Uwais sangat terkenal di langit namun tidak dikenal di bumi.

Sahabat, itulah satu pelajaran yang sangat berharga dan sekaligus membuktikan pepatah, dimana ada kemauan disana ada jalan, where is a will where is a way. Atau juga if you really want to, you will find a way. But if you do not want to, you will excuse.

Seringkali kita ini mempunyai keinginan, mempunyai impian. Namun impian itu tidak mampu menggerakkan kita untuk mengejarnya. Lalu bagaimana caranya agar impian itu bisa menggerakkan hati dan seluruh anggota tubuh kita untuk bergerak ?

Pertama, coba renungkan apakah keinginan atau impian itu memang penting untuk kita ? Seberapa pentingkah ? Hal ini sangat penting. Kalau kita sendiri belum yakin bahwa impian itu penting, maka dalam perjalanannya akan sangat mudah di geser oleh keinginan lain yang datang belakangan. Mudahkah untuk menilai bahwa keinginan ini penting ? Jawabnya adalah tidak mudah. Kita harus merenungkan sungguh sungguh. Fikirkan baik baik dampak dari keinginan ini dalam jangka panjang. Apa manfaatnya kalau keinginan ini tercapai dan apa resikonya kalau tidak tercapai. Misalnya keinginan untuk menyekolahkan anak di SD yang baik. Bila ini tercapai maka kemungkinan anak akan masuk ke jenjang pendidikan lanjutan yang berkualitas baik akan sangat besar. Apa dampaknya, dia akan bisa masuk ke perguruan tinggi yang baik. Terus, bisa bekerja di tempat kerja yang baik, dilingkungan yang baik. Terus, bisa dapat jodoh dengan kualitas yang baik, terus, bisa membangun rumah tangga yang baik. Dan demikian juga sebaliknya.

Satu contoh dari keluarga Tontowi Yahya. Orang tuanya melihat bahasa inggris sangat penting di masa depan. Dia paksa anak anak nya untuk bisa belajar bahasa inggris dengan baik. Dan dia bilang kepada Tontowi dan Helmi, you have to be stopper dari kemiskinan keluarga.

Kedua, Setelah yakin keinginan/impian itu dirasa sangat penting, maka fase berikutnya  adalah menyiapkan kompetensinya, menyiapkan keahliannya, menyiapkan kemampuannya. Uwais mengganggap keinginan ibunya berhaji adalah sangat penting, maka dari berbagai alternatif cara menempuhnya, dia pilih dengan cara menggendong. Karena itu menurut dia yang paling memungkinkan.  Kemudian dia asah kemampuannya ini dengan menggendong memanggul anak kambing. Kalau pendidikan anak menjadi sangat penting dan prioritas, maka tugas berikutnya adalah menyiapkan kompetensinya.

Ketika saya masih kecil, bapak saya sering mengatakan sekolahlah yang pintar agar kerjamu kelak tidak seberat bapakmu. Dan yang dilakukan bapak saya kemudian adalah beliau rela berhemat agar bisa menyekolahkan kami dengan baik.
Teman saya, beberapa bulan sebelum pensiun sering mengatakan pingin usaha tambak. Apa yang dilakukan adalah dia borong semua buku yang menuliskan cara bertambak; cara memelihara ikan lele, dan sejenisnya. Dia datangi juga para penambak untuk menimba ilmu. Ini termasuk usaha menyiapkan kompetensi.

Fase Ketiga, adalah melakukan dengan disiplin tinggi dalam membangun otot kompetensinya. Ini perlu kesabaran dan energy yang tinggi. Banyak orang begitu semangat memulainya namun pudar di tengah jalan. Padahal yang diperlukan adalah menguatkan otot otot kompetensi sehingga betul betul menjadi orang yang kompeten. Fase ini  disebut fase ujian/test apakah keinginan/impian kita itu penting apa tidak. Kalau pentingnya keinginan ini mampu mengalahkan kemalasan, kesusahan, kelelahan dalam membangun kompetensi maka bisa disebut keinginan/impian itu memang dianggapnya luar biasa pentingnya. Namun bila sebaliknya, maka keinginan/impian itu hanyalah sekedar ingin. Sekedar pemanis fikiran, pemanis bibir - masak orang hidup tidak punya keinginan/impian ?

Bila kita commited terhadap keinginan/impian, tidak diragukan lagi, segala rintangan, halangan akan di terjang demi  tercapainya keinginan/impian itu. Dan tentu hasilnya akan sangat berbeda. Bukankah istirahat yang paling enak adalah setelah capai ? Minum yang paling nikmat adalah setelah kehausan ? Banyaklah berjuang dan banyaklah berdoa.

Semoga menginspirasi …..