24 Mei 2009

JALAN YANG TIDAK RATA

Anak anak memang keingin tahuannya sangat besar. Ketika diajak jalan-jalan pasti banyak hal yang ditanyakan, bahkan seringkali “terasa menjengkelkan”.
Suatu saat, ketika saya ajak mereka pergi ke Malang, dijalan tol Surabaya – Gempol ( sebelum ada bencana lapindo ), sebelum daerah Sidoarjo – jalan tol yang mulus dan lurus itu – diberikan sesuatu – saya tidak tahu terbuat dari apa – tapi yang jelas ada efek getarnya. Ketika kendaraan melaju kencang diatas jalan yang mulus, lurus itu – yang seringkali membuat penumpangnya tertidur – tahu tahu sepanjang kurang lebih 15 meter, ban kendaraan itu berbunyi drel drel drel sehingga kendaraannyapun bergetar. Anak anak pada protes, kenapa sih jalan sudah bagus bagus koq dibuat kasar gitu ? Nah kemudian kami – saya dan istri – kebagian menjelaskan.

Coba kamu perhatikan, demikian istri saya mulai menjelaskan, ketika kita masuk tol waru sampai sebelum jalan yang kamu katakan dibuat kasar itu, siapa saja dimobil yang tidak tidur ? Khan hanya papa yang tidak tidur – itupun karena papa harus nyetir. Semua penumpangnya tertidur. Dengan dibuat bergetar, kita akhirnya terbangun khan ? Tapi ma, khan mengganggu orang yang sedang tidur, protes anak ke dua saya. Iya, lebih baik kita yang terbangun daripada papa yang nyetir ikut tertidur. Iya khan ? demikian penjelasan istri saya.

Sahabat, marilah kita renungkan. Bukankah itu seperti kehidupan keseharian kita ? Siapapun yang masih hidup pastilah mengalami dan melalui goncangan goncangan. Mulai dari yang kecil, sedang sampai yang besar, yang semuanya bersifat relatif. Mudah mudahan kita menyikapinya tidak seperti anak saya, jalan yang dibuat kasar itu dianggapnya mengganggu kenikmatan tidurnya, tapi seperti istri saya yang menganggapnya sebagai media agar sang sopir tetap konsentrasi dan focus pada tujuan.

Semoga menginspirasi ...... ( apartement kristal, 24 mei 09 – 20.57 )

14 Mei 2009

Waktuku istirahat ...



13 April 2009, jam 9.36 pagi, telepon berdering, membawa berita duka, salah seorang kawan saya hari ini diberikan ujian, anaknya dipanggil oleh Tuhan. 6 tahun, 3 bulan, 10 hari usianya . Usia yang semestinya hanya menyisakan keindahan, kelucuan dan kebahagiaan saja.



Saya membantu memegang jenasahnya dan menurunkannya ke liang lahat, dan ayahnya langsung yang menguburkannya. Ketabahan seorang ayah, saya lihat hari ini.



Sebelum jenasah dikuburkan, beliau berkata, bahwa usia 6 tahun adalah usia dimana anaknya masih belum baligh, belum mengenal istilah dosa, halal dan haram. Argonya belum jalan. Sehingga tidak perlu dimintakan maaf, kecuali maaf dari orang tuanya.



Bahwa kematian sang anak adalah nasihat yang sangat luar biasa, nasihat yang tidak ada lagi nasihat setelahnya.



Saya jadi teringat keluarga saya, betapa banyak waktu yang saya sia siakan, waktu yang seharusnya saya gunakan untuk anak anak saya, untuk istri saya, betapa masih banyak waktu yang belum maksimal saya gunakan untuk kebahagiaan mereka. Malah mungkin ada banyak waktu dimana saya mengecewakan mereka.



Saya masih sering kalah oleh kelelahan saya, oleh rasa kantuk saya, egoisme keinginan saya, sehingga saya berhenti bermain dan tidak memberikan mereka waktu saya.



Padahal, seharusnya saya bisa lebih berbagi. Jam 5.30 pagi saya ke kantor, dan sering sampai rumah jam 9 malam. Jam 11 kadang sudah tidur. Jadi hanya 2 jam untuk keluarga. 16 Jam di kantor, dan 6 jam untuk diri saya sendiri karena saya tidur. Betapa egois dan tidak proporsionalnya.



Ketika menurunkan jenasah siang tadi, saya tahu, sang anak beristirahat selama lamanya. Istirahat dari semua permainannya. Dan saya ? kenapa saya harus mengorbankan waktu keluarga saya karena saya mengantuk, lelah dan ingin beristirahat ? bukankah kelak saya akan punya waktu dengan cara beristirahat di liang lahat ?



Seharusnya saya tahu, seharusnya saya lebih meluangkan waktu untuk keluarga saya, karena saya masih punya waktu untuk beristirahat nanti, di sana, di liang lahat. Jika saya memberikan semuanya untuk keluarga saya, mustinya saya bisa beristirahat dengan baik di liang lahat.



Karena saya bisa tersenyum dan bercerita pada malaikat maut, bahwa saya sudah melakukan tugas saya dengan baik, tugas yang semestinya dan seharusnya saya lakukan. Keluarga !



Tuhan, beri saya kesempatan ….
( dari kiriman email seorang sahabat, thanks friend )

CARA PANDANG

Pak, komputer saya koq gak bisa ganti layar, padahal sudah saya enter berkali kali. Demikian keluhan petugas lapangan kepada help desk.

Setelah bertanya beberapa hal, petugas help desk akhirnya mengetahui bahwa petugas lapangan tersebut salah click menu. Hal yang biasa terjadi pada saat awal implementasi komputerisasi.

Dengan penuh kesadaran bahwa salah menu itu biasa terjadi di awal implemntasi, maka dengan penuh kesabaran pula petugas help desk memandu petugas lapangan. Bapak .... kayaknya bapak salah ngeclicknya, jadi sekarang bapak keluar dulu ya... demikian petugas help desk mulai memandu. Baik pak, demikian sahut petugas lapangan. Beberapa detik kemudian petugas help desk menanyakan kembali : Sudah keluar Pak ? yang dijawab oleh petugas lapangan : belum, sebentar lagi pak. Nah, sekarang sudah pak, teriak petugas lapangan. Ok, coba sekarang lihat bagaimana tampilan dilayarnya ? Wah, sebentar Pak, kalau gitu saya masuk lagi ya !! Lho... kamu dimana ? Khan Bapak tadi minta aku keluar, ya sekarang masih dihalaman tho Pak. !!!?????@@@

Sahabat, bagaimana penilaian anda terhadap petugas lapangan diatas ? Coba tulislah penilaian anda tadi.

Sekarang kalau saya katakan bahwa petugas lapangan tadi berada di satu daerah terpencil. Berubahkah penilaian anda terhadap petugas lapangan itu ?

Kalau saya tambahkan informasi bahwa petugas lapangan itu saat ini telah berumur 60 tahun dan selama lebih dari 40 tahun telah mengabdikan dirinya menjadi penjaga gardu yang hanya menulis aktifitasnya di buku besar ( log book ). Bagaimana penilaian anda ? Berubahkah ?
Sahabat, saya kira kejadian yang hampir serupa sering kita temui dalam kehidupan sehari hari, yang menyebabkan kesalahan fahaman, bahkan seringkali sampai mengakibatkan salah menyalahkan yang berpengaruh pada hubungan pribadi. Paradigma dan persepsi yang salah akan mengakibatkan respond yang salah pula.

Teman saya pernah mengatakan : Orang baru baca kata pengantarnya koq sudah berani menyimpulkan isi bukunya yang setebal 350 halaman. Seek first understand to be understood, Berusaha mengerti lebih dahulu, baru dimengerti. Memang sulit, perlu kesabaran, perlu tenggang rasa.

Semoga menginspirasi ...... ( juanda, 08.40 wib )