20 Februari 2014

ENGKAU ADALAH UNPAID COACH


Ngakunya karena email yang saya blast, dia mampir kekantor saya untuk sekedar ngobrol. Memang pagi itu saya mengirim email ke mailing list saya melaporkan perkembangan dana untuk anak sahabat kami yang sedang berbaring di Rumah Sakit karena penyakit Lupus. Satu jenis penyakit yang konon belum ada obatnya. 

Kami berbicara dan berdiskusi mengenai bagaimana kita bisa saling membantu satu sama lain. Seperti program yang barusan kami jalankan, yaitu menggalang dana untuk membantu biaya pengobatan anak seorang sahabat.  Kami berusaha agar sahabat kami tidak usah memikirkan biaya pengobatannya.  Agar dia bisa focus pada mencari pengobatan yang baik bagi anaknya, tidak perlu memikirkan apakah biayanya ada apa tidak. Sering keluarga si sakit mengurungkan niatnya untuk melakukan pengobatan yang terbaik, hanya karena dia memikirkan dari mana uang untuk menutup biayanya.

Pembicaraan akhirnya sampai pada satu pengamatan bahwa sering kali kita ini gampang memikirkan sahabat kita, namun sering kali kita lupa atau tidak memperhatikan orang terdekat kita, saudara kita atau orang tua kita.

Kemudian sahabat saya ini bercerita bagaimana hubungan dia dengan ibu mertuanya. Biasanya hubungan menantu perempuan dengan mertua perempuan itu tidaklah mulus. Namun hubungan sahabat saya yang berjenis kelamin perempuan dengan ibu mertuanya sangatlah baik, melebihi baiknya hubungan suaminya dengan ibu mertuanya yang nota bene ibu kandungnya sendiri. Saya itu paling dekat dengan ibu mertua saya, katanya.  Saya sering kasih uang atau hadiah dengan jumlah yang cukup besar bila di lihat dari berapa gaji saya sebulan. Dan suami saya sering mengingatkan saya, kebanyakan ngasihnya, katanya. Masih banyak keperluan untuk anak anak.
Saya ini khan beruntung mas, katanya melanjutkan. Ibu mertua saya sejak kecil ngurusi anaknya yang saat ini menjadi suami saya.  Ngurusi ketika dia sakit, ngurusi sekolah atau bahkan ngurusi ketika harus buang air. Mendidik bagaimana menjadi anak dan orang yang baik. Menjadi orang yang penuh kasih sayang.  Lha saya ini, khan dapat enaknya. Saya ketemu dan berumah tangga ketika anaknya ibu mertua saya ini sudah mandiri. Dia menjadi suami saya ketika semuanya sudah berjalan. Punya penghasilan, bisa ngurus diri sendiri bahkan banyak ngurusi saya; menghidupi saya. Menyayangi keluarga. Bagaimana saya tidak bersyukur ? Wujud terima kasih saya, ya itu tadi saya harus membalas kebaikan ibu mertua saya dengan apa yang saya bisa lakukan untuk menyenangkan beliau. Itupun kalau mau hitung hitungan masih belum seberapa.

Sahabat, dalam kehidupan ini sering kali kita  mencari yang belum kita punyai. Kita selalu mengejar apa yang ada di depan kita. Begitu sibuknya kita mengejarnya, sampai kita sering lupa ada orang yang sangat berjasa menjadikan kita sampai di posisi saat ini. Kita selalu merasa bahwa apa yang kita capai sekarang ini adalah hasil jerih payah kita sendiri. Bahkan peran Tuhanpun seringkali dilupakan.

Dalam ilmu coaching disebutkan bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa melihat kekurangannya sendiri. Dia perlu mengangkat seorang coach atau pelatih.  Apakah pelatih itu selalu lebih hebat dari yang dilatih ? Tidak.  Yang sering kali justru bila di tandingkan antara pelatih dengan yang dilatih, maka pelatihnya akan kalah. Lalu mengapa kita perlu pelatih ? Kita perlu orang yang bisa memberitahukan kelemahan kita. Kita tidak akan mengetahui apa kelemahan dan kekurangan kita sendiri. Itu yang pertama.

Kedua, pelatih bisa mengarahkan. Dengan pengalamannya pelatih, maka dia akan bisa mengarahkan apa yang harus dilakukan. Dengan pengalamannya dia tahu apa kiat sukses orang terkenal dan apa penyebab orang gagal. Dalam pertandingan olah raga, pelatih juga akan mengarahkan strategy apa yang harus dijalankan agar bisa mengalahkan lawan. Dia tahu potensi yang dilatih dan dia tahu medan yang akan di hadapi.  Dengan demikian dia tahu apa yang harus dilakukan oleh yang dilatih. Seperti seorang ibu yang mengajarkan perilaku, sikap sopan santun anaknya. Dia akan membentuk karakter anak yang kuat, yang kelak akan sangat dibutuhkan ketika mengarungi perjuangan hidup.

Ketiga, pelatih harus bisa memotivasi.  Tidak ada satupun manusia yang bisa mempertahankan motivasi tetap tinggi.  Ketika motivasi turun, pelatihlah yang akan membangkitkan. Dia tahu persis apa yang menjadi sumber energy   motivasinya. Seperti seorang ibu, ketika anaknya menghadapi masalah dan menurun semangat belajarnya, ibulah yang akan membangkitkan semangatnya. Yang akan membuka cakrawalanya sehingga si anak bisa bangkit kembali.

Keempat, pelatih harus bisa mengenali potensi yang dilatihnya. Tuhan menciptakan manusia dengan tingkat kesempurnaan yang tinggi. Manusia mempunyai potensi yang tinggi. Hanya saja kita sering tidak melihat potensi itu. Pelatih selalu memberikan target yang menantang. Target satu tercapai, dia akan menciptakan target baru lagi. He always raises the bar. Dan kesuksesan demi kesuksesan sekecil apalun ini akan menumpuk menjadi kepercayaan diri yang kuat dan motivasi yang bertambah besar. Seperti ibu yang mengajarkan berjalan setahap demi setahap sampai si anak punya kekuatan, kepercayaan diri untuk tegak berjalan. Dan setelah itu mengajarinya berlari dan melompat. Setahap demi setahap.

Dengan peran yang begitu hebat, sering kali nama pelatihnya tidak pernah terkenal, seperti terkenalnya nama si pemenang. Dan tragisnya lagi, si pemenang terkadang mengabaikan peran pelatihnya.

Kita sampai di posisi seperti saat ini pastilah ada orang yang berjasa. Orang itu pasti orang tua kita yang telah mendidik dan membesarkan kita. Yang jasanya tidak pernah habis bila dihitung. Orang yang menanamkan karakter kesuksesan kepada kita. Orang yang meneguhkan hati kita, yang memotivasi kita ketika kita merasa capai mengarungi perjuangan. Orang yang tidak henti hentinya mendoakan kita.  

Kemudian pasangan kita. Yang menentramkan kita dari penatnya pekerjaan di kantor. Orang yang mengurusi keperluan kita. Orang yang membangkitkan semangat. Orang yang memberikan rambu rambu agar kita tidak terpelosok. Orang yang juga selalu mendoakan kita. Dengannya kita sharing membentuk keluarga yang bahagia. Dia adalah seorang navigator kehidupan kita.

Senior kita, boss kita di kantor. Dengan arahan melalui obrolan ringan sampai marah pada hakekatnya turut andil dalam membentuk karakter dan kompetensi kita. Tidak ada satupun boss didunia ini yang ingin mencelakakan anak buahnya. Masalahnya cuma di caranya bagaimana mereka mengkomunikasikan guidance nya kepada anak buah.

Dan tentu masih  banyak fihak lain juga sangat berjasa mengantarkan kita pada posisi dan kondisi saat ini. Pertanyaannya apa yang telah kita lakukan untuk menghargai jasa jasanya ? Meskipun kita tahu mereka tidak pernah menuntut apapun  atas jasa jasa yang telah diberikannya.

Mereka itulah coach yang tak terbayarkan, coach yang kontraknya seumur hidup.

Dan kini rasanya sudah tiba saatnya giliran kita untuk menjadi pelatih bagi orang lain. Pelatih bagi anak anak kita. Pelatih bagi generasi setelah kita. Sudahkah kita memulainya ?

Semoga menginspirasi …