26 Juni 2020

AGORAPHOBIA



Istilah agoraphobia ini ditemukan oleh Wesphal pada tahun 1871. Saat itu Wesphal menemukan ada 3 orang pria yang mengalami gangguan kejiwaan. Mereka merasa sangat ketakutan berjalan di tempat terbuka. Merasa terjebak. Takut terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Sesuatu yang membahayakan dirinya.  Rasa panik menyerang mereka.  Jantung berdebar, badan gemetar; sulit bernafas;  keluar keringat yang berlebihan. Bahkan pada level tertentu – penderita Agoraphobia bisa kehilangan akal sehatnya. Tidak bisa berfikir jernih dan kelihatan bodoh. 

Kini. Setelah berbulan bulan  tinggal dirumah. Karena Virus. Karena mentaati anjuran pemerintah untuk tidak keluar rumah.  Banyak orang yang mengalami gejala yang sama dengan Agoraphobia. Meskipun tidak persis sama. Dan dengan kadar yang berbeda.

Teman baik saya. Setelah dua bulan penuh tinggal dirumah. Kerja dari rumah; beribadah dirumah. Merasa kekhawatiran yang luar biasa untuk keluar rumah. Dia bertanya apakah saya sudah keluar rumah ? Saya bilang saya sudah sering keluar rumah. Karena memang ada keperluan yang tidak bisa diselesaikan dari rumah. Tidak khawatir tertular ?  Saya menjaga diri saya. Saya pakai masker. Bawa hand sanitizer. Dan sedapat mungkin menghindari kerumunan. Dan usahakan jangan menyentuh benda di ruang public. Banyak yang sudah keluar rumah ? Tanyanya lagi.  Dilampu merah sudah panjang antrian mobilnya, jawab saya. Saya berharap jawaban saya yang terakhir itu bisa meyakinkan dirinya. Bahwa diluar sana sudah ada kehidupan normal.

Beberapa saat kemudian.  Dia memberanikan diri keluar rumah. Untuk yang pertama kalinya. Dia hanya putar putar bawa mobil. Menyusuri jalanan. Belum berani berhenti berbelanja. Meskipun dia pakai masker dan sedia hand sanitizer.  Mengapa tidak mampir ke convenience shop yang bersih. Tanya saya. Enggaklah. Masih takut. Cari yang tidak banyak pembelinya.  Saya berusaha meyakinkan.  Iya, saat saya masuk sih tidak ada pembelinya. Tapi kalau tiba tiba banyak yang datang, bagaimana ?  Timbul perasaan akan terjebak. Ini salah satu ciri agoraphobia itu. Itu dialami teman saya 2 bulan yang lalu.

Ini cerita teman satunya lagi. Dia baru berani ke kantor beberapa hari belakangan ini. Masih takut. Takut terima tamu. Katanya. Padahal ini kantornya dia sendiri. Dia pemiliknya. Dia bisa membuat aturan apapun dikantor itu. Seketat apapun juga. Untuk menjaga agar tidak ada yang tertular. Maupun menulari. Tapi itulah yang namanya phobia. Akan sehat sering tidak jalan.

Persis yang saya rasakan saat jumatan untuk yang pertama kali itu. Setelah pandemi ini. Saya duduk diantara para jamaah. Yang jarak satu jamaah dengan jamaah lainnya sudah diatur. Jaraknya 1,5 meter.  Menerapkan prinsip physical distancing. Tapi toh saya tetap was was. Ketika saya lihat ada yang tidak memakai masker. Dan tidak membawa sajadah sendiri. Meskipun dia duduk jauh dari saya. Bayangan virus beterbangan menghantui saya. Padahal saya juga tahu virus itu bukan airborn. Padahal saya juga memakai masker. Padahal saya juga memakai sajadah sendiri.  Yang ukurannya relative besar. Yang tangan saya dan muka saya tetap berada diatas sajadah saya sendiri. Bukan di lantai masjid.  Akal sehat saya saat itu betul betul buntu. Kalah dengan ketakutan saya. Akal sehat itu mulai normal ketika saya merenung dirumah. 

Pada malam harinya. Memutar ulang apa yang saya lihat dan rasakan di masjid.
Akal sehat saya mengatakan. Kondisi jumatan itu masih relative aman. Paling tidak untuk diri saya sendiri. Yang melengkapi dirinya dengan alat pengaman. Meskipun ada beberapa jamaah yang mbandel. Tidak mentaati aturan.

Dan saya berniat akan jumatan di masjid itu lagi. Dengan tetap memakai masker. Membawa sajadah. Memakai baju lengan Panjang. Betul; saya sudah merasa lebih nyaman pada jumatan yang kedua itu.

Saya teringat nasehat senior saya dulu.  Kedewasaan bersikap adalah ciri dari seorang pemimpin. Kedewasaan adalah kombinasi antara keberanian dan pertimbangan ( courage and consideration ). Kalau hanya berani saja tanpa pertimbangan namanya bonek. Dan kalau hanya pertimbangan saja tanpa keberanian namanya  pengecut;  yang tidak akan pernah menang.

Panjenengan termasuk yang mana ?

#NA
#KSB250620

15 Juni 2020

TIDAK MUDAH MEMANG …



J
umat kemarin, 12 Juni 2020 adalah jumatan pertama setelah lebih dari 2 bulan saya Off.  Off  karena ada pandemic. Off karena dianjurkan oleh Pemerintah dan MUI untuk beribadah di Rumah saja. Off karena ada dalil - lebih baik mencegah kebatilan daripada melakukan kebaikan.

Rindu juga rasanya. Pingin sekali ikut jumatan. Makanya sejak 2 minggu terakhir saya selalu mencari tahu, dimana masjid yang melakukan jumatan. Yang tetap aman dari resiko tular menular covid 19 itu. Beberapa teman merekomendasikan satu masjid di belakang kompleks rumah saya. Masjid yang suara adzan; ngaji dan ceramahnya sampai di rumah saya itu. Masjid yang selama ini tidak pernah meliburkan sholat berjamaah. Sholat tarawih dan sholat Idul Fitri kemarin tetap dilakukan dengan semarak.
 
Saya tahu. Masjid itu ada ditengah pemukiman padat. Pastilah jamaahnya juga berjubel kata saya. Namun teman saya tetap merekomendasikan ke masjid itu. Pergilah ke lantai dua. Disana tidak banyak jamaahnya. Sehingga bisa mengatur jarak sendiri. Teman saya meyakinkan.

Jumat – 2 minggu yang lalu saya  gagal. Saya khawatir dengan social distancingnya. Saya perhatikan parkir kendaraan disepanjang gang itu. Penuh sesak oleh sepeda motor.
Jumat kemarin, kerinduan saya untuk jumatan mengalahkan kekhawatiran saya.  Saya bulatkan tekat jumatan ke masjid itu. Saya rencanakan langsung menuju ke lantai dua, seperti rekomendasi teman saya.

Saya terhenyak. Ternyata diihalaman masjid di siapkan bilik disinfektan.  Dan Masjid itu begitu bersihnya. Lantainya yang terbuat dari marmer itu begitu mengkilatnya. Saya perhatikan para jamaah menerapkan social distancing yang cukup rapi.

Oh ternyata takmir telah menandai shaft mana yang boleh dipakai, mana yang tidak boleh dipakai. Yang boleh dipakai diberi tanda kotak. Yang tidak boleh dipakai diberi tanda silang yang cukup besar ( X ). Oh ternyata shaft nyapun dibuat tidak lurus dari depan kebelakang. Tapi dibuat selang seling. Kalau didepannya tanda kotak, dibelakangnya dibuat tanda silang ( X ). Kalau didepannya tanda silang ( X ); dibelakangnya dibuat tanda kotak. Dengan cara ini jarak antar jamaah depan dan belakangnya menjadi lebih lebar.

Saya masuk ke ruang utama. Jamaah duduk rapi sesuai dengan aturan Takmir. Yang tanda silang dibiarkan kosong.  Sayapun tidak jadi kelantai dua. Saya cukup confidence berjamaah di ruang utama. Saya ambil shaft ke empat yang masih kosong. Kemudian saya sholat sunah dua rekaat. Sambil menunggu waktu masuk jumatan - saat khotib naik mimbar.  Saya perhatikan jamaah yang duduk di shaft2 depan. Saya baru tahu - kebanyakan mereka tidak membawa sajadah.  Dan tenyata banyak juga yang tidak memakai masker. Timbul rasa ngeri2 sedap pada diri saya. Saya berdoa semoga tidak ada yang batuk ataupun bersin. Yang akan memperbanyak droplet yang berhamburan kelantai.

Ini juga menarik. Saat iqomah dikumandangkan. Tanda akan segera dimulainya sholat jumat. Banyak jamaah bergegas menuju ke depan. Padahal hanya ada 1 tempat kosong. Yaitu tempatnya khotib tadi. Yang sekarang jadi imam. Maka tak ayal lagi. Tempat yang bertanda silang ( X ) pun ditempati. Praktis prinsip jaga jarak yang diatur oleh Takmir berantakan. Saya tidak tahu. Apakah mereka berebut menuju shaft depan yang pahalanya banyak. Ataukah karena banyak jamaah yang tidak kebagian tempat, sehingga mereka menyeruak masuk kedalam.

Setelah selesai sholat, sayapun memilih pulang belakangan. Untuk menghindari kerumunan.

Saya pulang dengan berjalan kaki. Menyelusuri gang. Memilih terkena terik matahari langsung. Untuk membunuh virus. Toh jarak masjid dan rumah tidak terlalu jauh. Hanya selemparan batu. Lemparan tangan Hulk.

Sampai rumah, saya cuci tangan dan cuci kaki. Baju, sarung, sajadah dan masker langsung masuk mesin cuci.

Saya membayangkan.  Akan banyak diperlukan tenaga relawan. Saat membuka masjid untuk jumatan nanti. Sejak pintu pagar harus ada yang memfilter. Hanya mereka yang pakai masker yang boleh masuk. Maju sedikit ada tenaga yang memaksa orang untuk cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer. Masuk pintu masjid ada tenaga yang memeriksa temperature dengan temp gunnya. Dan didalam ruang masjid harus ada beberapa petugas pengatur shaft. Dan terakhir. Bila kapasitas masjid sudah penuh, dipintu gerbang ditulisi – Masjid ditutup karena sudah penuh. Bila tidak, maka akan terjadi pengrusakan shaft yang sudah diatur sebelumnya.

Jadi, penjenengan pilih jadi relawan bagian apa ?

#NA
#KSB140620
#edisi_jumatan


01 Juni 2020

WARISAN ITU ADA DI PUNDAKMU


S
elama lebaran tahun ini. Sudah beberapa kali saya mengikuti acara halal bil halal secara online. Biasanya halal bil halal dikalangan keluarga sendiri.  Namun yang diselenggarakan tanggal 26 Juni 2020 siang  itu.  Oleh Bani Usman itu -  terasa begitu istimewa.

Istimewa – karena pesertanya  bertebaran dibeberapa kota. Didalam dan luar negeri. Ada yang di New York, California, Bahrain dan Kuala Lumpur. Dan tentu saja yang terbanyak ada di Indonesia. Di Jakarta, Bandung; Tangerang, Surabaya, Malang. Entah dimana lagi – saya tidak hafal.  

Istimewa – karena jumlah pesertanya paling banyak. Kalau biasanya hanya diikuti oleh sekitar belasan peserta. Kemarin itu sampai 35 peserta.  Dan; hampir setiap peserta juga membawa serta keluarga.  Anggap saja. Setiap peserta ada 2 orang yang  ikut.  Itu saja berarti sudah 70 orang yang ikut acara itu.

Dan saya percaya. Masih ada peserta lain yang tidak tertangkap kamera. Yang duduknya diluar jangkauan kamera hand phone atau laptop yang dipakai. Namun masih bisa mengikuti jalannya acara. Dengan mendengarkan suaranya. Yang sekali kali juga mengintip lewat layar Hand Phone  atau laptop yang dipakai untuk Zoom zooman itu.

Highly appreciated untuk saudara yang ada di luar negeri. Yang perbedaan waktunya cukup lama. Saya yakin seperti Lik Ami dan Shonan yang di New York. Harus woke up at 2 o’clock early in the morning. Demikian juga dengan yang di California. Ini perjuangan yang luar biasa. Only with your great intention for keeping silaturahim, it could be done. Kita doakan semoga  silaturahim online itu dicatat sebagai amalan yang baik.  Seperti silaturahim biasa. Yang bisa  saling berjabat tangan itu.

Istimewa – karena acara di tata dengan rapi. Ada run down nya. Seperti acara halal bil halal biasa. Yang dilakukan di gendung itu. Moderatornya, sang keponakan – Gus Hilman, begitu luwesnya. Meskipun acaranya begitu rapi, toh  masih tetap terasa  santainya.

Istimewa – karena acara dimulai dengan tahlil. Kita berdoa untuk Mbah Hasyim dan istri, Mbah Usman dan isri. Dan juga untuk keturunan beliau. Khususnya yang sudah wafat. Beliau beliau ini tentu telah berjasa besar terhadap kita. Yang telah melahirkan generasi generasi yang baik. Generasi generasi  sukses. Yang tetap hormat dan menghargai para leluhurnya. Tidak banyak keluarga yang masih tetap guyup rukun. Masih tetap menghormati dan menghargai Mbah Buyutnya. Dan saya termasuk orang yang beruntung. Menjadi anak mantu dari keluarga ini.

Acara tahlil ini dipimpin oleh priyantun yang mumpuni. Gus Adib. Yang bergelar Kyai Haji Tuan Guru Lora itu.  Gelar yang telah disematkan  oleh sang moderator. Acara tahlil berjalan lancar dan khusuk

Istimewa – karena acara ini juga ada pencerahan dari Mas Mukhtar. Yang dokter itu. Yang kyai itu. Mengenai bagaimana  menghindari masalah kejiwaan akibat covid 19. Satu tinjauan yang sangat cerdik dan bermanfaat. Cerdik karena menyajikan angle yang berbeda. Banyak sudah dokter yang mengupas mengenai covid 19. Kebanyakan dari segi kesehatan fisik. Yang ini dari segi kesehatan jiwa. Apalagi kemudian diperkenalkan DOI SMARTS ala mas Mukhtar ini. DOa, Istighfar, Selalau Mengucapkan syukur Alhamdulillah, Ridha, Tawakkal, Sabar itu.  Yang dilengkapi dengan dalil dan lafal doanya. Yang bisa langsung di praktekkan. Atau bahkan sudah sering di praktekkan. Ini sangat bermanfaat. Bermanfaat untuk menjaga kesehatan jiwa kita. Agar tidak stress. Tidak depresi.

Istimewa – karena Mas Rofi’ menceritakan sejarah siapa Mbah Usman itu. Yang ada sisi lain yang belum banyak diketahui. Mbah Usman adalah sosok pembelajar sejati.  Beliau paling tidak tercatat telah belajar dan mondok di 6 tempat berbeda. Sebelum akhirnya mendirikan pondok Assalam di Cepu itu. Begitu banyak buku/kitab literaturnya yang telah dibacanya. Ini adalah warisan terbesar beliau. Siapakah – dari Bani Usman ini  yang akan menjaga, meneruskan dan mengembangkan warisan ini. Mas Rofi’ mulai memprovokasi. Dengan gaya khasnya mas Rofi’.

Mengembangkan pesatren memang bukan perkara mudah. Membangun awal pesantren yang dilakukan Mbah Usman juga bukan perkara mudah.  Dulu, mbah Usman membangunnya sendirian. Dari nol.   Itu kira2 lanjutan kata kata Mas Rofi’ – dalam imajinasi saya.

Istimewa – karena Mas Amin – pengusaha sukses juga memberikan pandangannya. Pandangan khas seorang Pengusaha. Selalu Visioner.  Selalu bicara jauh kedepan. Melihat peluang. Bukan berkutat pada  masa lalu. Bukan berkutat pada problem saja.

Bagaimana dunia Pendidikan kedepan; beliau ceritakan dengan sangat baik dan menarik. Mengingatkan saya pada istilah Standardized but Customized. Yang saya perkenalkan ke team saya 10 tahun  yang lalu. Standardized in the system; Customized in the content.  Seperti yang sedang di kerjakan Mas Amin ini.  Mas Amin sedang membangun Integrated Management Information System. Didalamnya ada system Pendidikannya. Tinggal mengisi content nya. Sesuai dengan kebutuhan.

Saya membayangkan. Bani Usman ini mempunyai potensi yang luar biasa. Masing masing mempunyai kompetensi dan kemampuan yang berbeda. Ya – kompetensi yang berbeda. Yang bisa saling mengisi. Justru inilah keunggulannya. Tinggal bagaimana menyelaraskannya. Tinggal bagaimana menyambung antar titik kompetensi. Tinggal menyatu padukan. Seperti melakukan knowledge management itu.

Warisan Mbah Usman harus di kembangkan. Pondok harus dikembangkan. Insya Allah semua sepakat itu. Sang dirigen – konduktor telah di tunjuk. Oleh peserta silaturahim itu. Dengan atau tanpa persetujuan yang ditunjuk. Kita tunggu sang konduktor memanggil para pemusiknya. Para penyanyinya. Pun para penata panggungnya. Untuk mendesign orchestra seperti apa yang akan di tampilkan. Ini bukan hal yang mudah. Tapi bukan juga mustahil. Ini bukan tanggung jawab sang konduktor semata. Tapi semua orang. Yang mengaku Bani Usman.

#NA
#KSB280520
#Halal_bil_halal_online