04 Agustus 2014

BERBAHAGIAKAH KITA MELIHAT ORANG LAIN BAHAGIA ?



Seandainya dulu ketika sekolah di SMA anda mempunyai seorang teman yang tidak punya prestasi apapun.  Nilai test dan ujiannya pas pasan.  Penampilannya jauh dari rapi dan bersih. Suka mengganggu orang lain. Sering bikin onar di sekolah.  Teman ini tidak ada yang menarik sama sekali.  .

Kini; setelah 25 tahun anda meninggalkan bangku SMA;  ada seorang tampan berpenampilan wangi dan menarik berdiri di hadapan anda. Disampingnya berdiri seorang wanita cantik nan anggun. Mereka kelihatan begitu ramah. Dari wajahnya terkesan orang ini termasuk dari golongan orang yang terhormat, Dia memperkenalkan diri sebagai teman  SMA anda. Anda sama sekali tidak ingat wajah ini. Dia menyebutkan namanya. Andapun tidak begitu ingat. Dia menyebutkan kebiasaannya di SMA. Perlahan lahan anda ingat nama itu, namun anda masih belum mampu mengenali wajahnya. Dia bercerita lagi petualangannya. Anda perlahan lahan mulai mengenalnya.  Ya, ternyata dia adalah orang tidak menarik sama sekali ketika di SMA.

Sekarang dia mengisahkan hidupnya, mengisahkan kesuksesannya hingga saat ini,  yang sangat bertolak belakang dari kisahnya semasa SMA.  Mendengar itu semua apa perasaan anda ? Apakah anda bahagia mendengar kesuksesannya ? Atau anda iri mendengar kesuksesannya ?

Dalam menghadapi situasi seperti diatas, kita bisa menggolongkannya menjadi empat kelompok orang berdasarkan reaksi. Yang pertama, adalah orang yang bahagia melihat orang lain sukes. Yang kedua; adalah orang yang sedih melihat orang lain sukses. Yang ketiga, orang yang bahagia melihat orang lain susah. Dan keempat, orang yang sedih melihat orang lain susah.

Yang masuk dalam golongan  orang yang sedih melihat orang lain sukses adalah mereka yang iri hati. Yang masuk dalam golongan orang yang bahagia melihat orang lain susah adalah mereka sombong.  Tentu kedua golongan ini tidak termasuk dalam golongan yang baik dan sehat.

Yang masuk dalam golongan orang yang sedih melihat orang lain susah adalah mereka yang pandai berempati dan bersimpati. Golongan ini lumayan bagus. Untuk masuk golongan ini juga tidak terlalu sulit. Misalnya bila ada orang yang sedang kesusahan, kemudian kita datang mengucapkan bela sungkawa, atau mengatakan turut prihatin. Apakah ikut bela sungkawa dan ikut prihatin ini betul betul sampai masuk di hati sanubarinya atau sekedar ditunjukkan dalam espressi lahiriah, itu urusan yang nanti dan sangat tergantung pada kedekatan hubungan. Khususnya hubungan emosionalnya.

Yang masuk dalam golongan orang yang bahagia melihat orang lain sukses, ini yang luar biasa.   Sikap seperti ini hanya akan dimiliki oleh mereka yang mempunyai sikap mental kelimpah ruahan ( abandon mentality ). Bila ada sanak saudara atau kerabat dekat yang meraih kesuksesan, dan kita ikut bahagia, barangkali ini yang hal yang biasa.  Namun bagaimana kalau ada orang lain yang sukses dan kita ikut merasakan kebagiaan; itu yang luar biasa.

Pada bulan puasa beberapa tahun yang lalu, kami melakukan kunjungan ke satu yayasan yatim piatu di pinggiran kota  untuk berbuka bersama.  Menu yang di sajikan tergolong istimewa, berupa gulai dan sate kambing.  Dan tidak ketinggalan ada beberapa makanan kecil untuk takjilnya.

Setelah sholat maghrib berjamaah, tibalah saatnya makan berbuka puasa. Masing masing anak yang jumlahnya lebih dari 100 arang; diberikan piring yang sudah ada nasinya. Mereka antri untuk mendapatkan lauk gulai dan sate kambing. Gulainya masih ditaruh diatas kompor dengan api kecil, sehingga masih tetap panas. Setelah mendapatkan nasi dan lauk pauknya; mereka makan bersama. Lesehan. Mereka makan begitu lahapnya, seoalah sudah lama sekali tidak makan sate dan gulai. Kami yang dari kota melayani mereka semua. Tidak sedikit yang kami tawari untuk tambah nasi dan lauk pauk. Kami sangat berbahagia melihat mereka begitu senang bisa makan enak. Sampai sampai kami sendiri lupa belum makan. Dan ternyata nasi dan lauk pauk telah habis di sajikan kepada mereka. Kami pulang dengan perasaan yang bahagia. Bahagia melihat mereka makan enak. Bahagia melihat mereka makan dengan senangnya. Bahagia meskipun perut kami kosong. Kebahagiaan yang mampu menghilangkan rasa lapar.

Inilah salah satu contoh dan bukti bahwa orang juga mau berkorban untuk kebahagiaan orang lain. Mereka  bukan saudara sedarah; mereka bukan tergolong tetangga dekat apalagi sahabat karib.  Tentu masih banyak contoh contoh yang lainnya. 
Mengapa mereka mau berkorban untuk orang lain ? Menurut saya ada beberapa hal yang mempengaruhinya.

Pertama, mereka mempunyai mental kelimpah ruahan ( abandon mentality ). Mereka sangat yakin bahwa dunia dan seisinya ini disiapkan dan disediakan oleh Tuhan untuk manusia. Jadi tidak perlu takut kekurangan.

Kedua; mereka mempunyai keyakinan bahwa apapun pengorbanan yang diberikan pasti ada balasannya. Sayangilah yang ada dibumi, maka Yang ada di Langit akan menyayangimu. Bahkan mereka punya keyakinan bahwa yang ada di langit akan membalas dan menggantinya berlipat lipat.

Ketiga; seperti sahabat saya. Dia selalu punya keyakinan, saya tidak akan miskin dengan memberi ini. Makanya dia tidak pernah takut dan khawatir kekurangan ketika dia memberi bantuan kepada orang lain

Keempat, mereka mempunyai sifat kemanusiaan yang tinggi. Dengan dalih kasihan mereka akan menyumbangkan sebagian yang telah dimilikinya.

Keempat faktor diatas yang akan mendorong orang untuk gampang memberi. Namun dari keempat itu; faktor yang pertamalah yang menjadi pangkal dari semuanya.

Semoga menginspirasi…..