21 November 2013

THE POWER OF MALU

Memang hikmah dan pelajaran itu dapat diperoleh dari mana saja; dimana saja dan kapan saja.  Berikut contoh yang saya alami. Pada satu minggu sore; sekitar jam 17.00 saya landing di Soekarno Hatta Airport. Kemudian saya naik taxi dari bandara ke hotel di daerah Slipi. Kondisi jalanan sangat padat karena memang hari Minggu sore banyak orang yang kembali ke Jakarta.

Di jalan Tol Bandara; taxi yang saya tumpangi bisa melaju lumayan kencang. Sopirnya masih muda, jadi masih gesit. Dia ambil jalan/lajur kanan yang memang relatif lengang. Sesekali ambil jalan tengah. Sampai di pecahan jalan menuju Tanjung Priok dan Cawang; kendaraan sudah sangat padat dan jalan menyempit. Kendaraan pada mulai menurunkan kecepatannya.
Kebanyakan taxi melakukan pindah jalur. Demikian juga taxi yang kami tumpangi. Dengan menyalakan lampu sign; taxi ini mulai merapat ke kiri.  Kendaraan  avanza yang ada di sebelah kiri kami menyalakan klakson. Saya coba melirik; masih jauh juga; tidak mepet. Namun supir taxi memilih tidak meneruskan masuk jalur sebelah kirinya, dan memberi kesempatan avanza untuk jalan terlebih dahulu.

Namun yang terjadi adalah; sopir avanza dengan membuka kaca dan menyejajarkan mobilnya dengan taxi ini  kemudian berteiak teriak marah. Praktis kedua kendaraan yang berjalan lambat ini membuntu jalan. Menghalangi kendaraan dibelakangnya. Sopir taxi kami memperlambat lajunya; namun kembali sopir avanza mengimbangi memperlambat juga sambil masih berteriak teriak.  Mobil yang ada dibelakang mulai main klakson, dan akhir avanza sedikit mempercepat mendahulu dan ambil jalur persis di depan taxi kami. Dan setelah itu memperlambat jalannya. Praktis menghalangi laju taxi kami.

Melihat kejadian ini saya berkomentar. Di jaman sekarang koq masih ada yang orang yang ingin kelahi di jalanan ? Mendengar komentar saya; sopir taxi itu menanggapi begini.  Saya masih muda pak. Mendengar Bapak Avanza tadi teriak teriak nantangin; hati saya sebetulnya panas juga. Namun saya malu ngladeninya pak. Saya malu dengan bendera yang saya pegang. Blue Bird. Saya juga malu; entar saya dikira ikut gila juga.

Sahabat, sopir taxi yang saya tumpangi ini, umurnya jauh lebih muda daripada sopir avanza yang teriak teriak. Namun kearifannya sungguh melebihi umurnya. Kemampuan mengendalikan diri sungguh baik. Dia tidak mau terpancing dengan stimulus yang dikirimkan oleh orang lain.   Rasa malunya melebihi rasa panas dihatinya.  Harga dirinya jauh melebihi emosi yang menyerangnya. Kata Malu merupakan kata kuncinya dari semuanya.

Kita bisa merenungkan. Seandainya orang yang mau korupsi ingat rasa malu dan nama baik dari bendera yang diwakilinya. Niscaya dia akan membatalkan niat korupsinya. Bendera yang diwakilinya bisa berupa keluarga; bisa berupa almamater; bisa berupa umur; bisa berupa instansi; bisa berupa title yang disandangnya dan bisa berupa apa saja yang mestinya dijaga nama baiknya.

Kita sering melihat dan mendengar, ketika orang tua di sangkakan melakukan korupsi; si anak kemudian mengurungkan diri. Tidak mau sekolah; tidak mau bersosialisasi.  Mereka malu ternyata orang tuanya melakukan kejahatan. Bila ketika mau korupsi dia ingat bagaimana reaksi anaknya; niscaya dia akan mengurungkan niatnya itu.

Mahkamah Konstitusi ( MK ) menjadi lembaga yang paling banyak di cemooh akhir akhir ini. Bahkan penyerangan dan pengrusakan saat Majelis Hakim bersidang terjadi. Hal mana tidak pernah terjadi sebelumnya. Hal mana mengindikasikan hilangnya kewibawaan MK.   Banyak pengamat mengatakan ini akibat dari ulah Akil Mochtar. Coba seandainya Akil Mochtar membayangkan apa yang akan terjadi; niscaya dia tidak melakukan apa yang dituduhkanya.

Dalam konteks development dan kinerjapun sama.   Banyak orang yang terpicu motivasinya karena  dia khawatir tidak bisa menjaga prestasi dari keluarganya; dari teamnya. Malu tidak bisa berkontribusi. Di kantor saya sering meminta para team untuk tidak menjadi value destroyer dari team yang lebih besar. Tidak menjadi penarik kebawah; pemberat; pengrusak  dari performace team. Dia harus berprestasi paling tidak sama dengan rata rata prestasi team. Kalau semua orang berfikiran demikian maka prestasi team akan selalu meningkat.

Satu hari saya menemani mantan Direksi kami. Dia bercerita mengenai keluarga besarnya. Si A menjadi CEO di perusahaan X; Si B menjadi Komisaris perusahaan Y dan seterusnya.  Semua keluarganya menjadi orang penting di perusahaan maupun di pemerintahan. Kemudian dia bercerita; sekarang saatnya menyiapkan anak anak dan cucunya. Kalau orang tuanya sudah bisa berkiprah di level perusahaan nasional, maka kini kami menyiapkan anak anak untuk bisa berkiprah di level international. Ini memang bisa menjadi beban bagi anak anaknya namun itulah harapan keluarga untuk meningkatkan “value”nya. Dan ini menjadi penyemangat juga bagi anak anaknya.

Saya teringat suasana di kantor pada tahun 1990 an. Kami para officer sering saling mengingatkan. Janganlah; tidak enak, massak kita officer melakukan itu. Bagaimana nanti penilaian dari orang orang ( maksud para anak buah ).  Kita malu lah … Kita yang mestinya menjadi role model; menjadi contoh masak gitu … Itulah beberapa penggalan kalimat betapa  kita sering saling menjaga nama baik dan maratabat team, martabat corp.

Perasaan malu ternyata powerfull untuk bisa menjadi pendorong kemajuan atau pencegah kejahatan. Barangkali itulah sebabnya nabi mengajarkan bahwa malu adalah sebagian dari iman.

Semoga menginspirasi ……

08 November 2013

MEMASUKI JAMAN GELAP



Hati hati Nak ya; saiki wis mlebu jaman peteng ( sekarang sudah memasuki jaman gelap ).  Begitu nasehat Pak kyai kepada mempelai berdua yang duduk di pelaminan pada Jum’at siang. Mendengar petuah itu saya yang duduk di kursi tamu tak jauh dari pelaminan kaget dan naluri keingin tahuan saya langsung bangkit. Saya pasang telinga dan mata untuk memahami makna nasehat itu.  Pak Kyai, dengan bersarung dan berkemeja batik yang sudah tidak lagi kelihatan licin itu kemudian menerangkan dalam bahasa jawa kental.

Kalau kita masuk ke suatu daerah yang gelap, kita harus hati hati. Kita harus waspada; banyak halangan dan rintangan yang tidak kelihatan.  Antara tumpukan batu dan tumpukan kotoran hewan kelihatan tidak ada bedanya; semua kelihatan hitam. Antara ruang kosong dan pohon besar tidak kelihatan bedanya; semuanya hitam. Kita baru tahu ada pohon ketika kita sudah menabraknya. Kita baru tahu ada lubang menganga ketika kita sudah terperosok kedalamnya.

Kita sering dikagetkan berita. Ustad korupsi !! Ustad dikamar hotel bersama wanita yang bukan muhrimnya. Ustad yang di kalangan umum di asosiasikan sebagai figur yang dekat dengan ajaran agama. Ustad yang dikalangan awam dijadikan panutan. Ustad yang “di figurkan” sebagai orang suci.  Tidak berani menabrak rambu rambu Allah. Mendengar berita itu kita seperti menabrak pohon di kegelapan.

Orang yang bertitle profesor, doktor yang lengket dengan kehidupan kampus, tempat orang menyuarakan idealisme; tempat orang menyuarakan pemberantasan kejahatan publik.  Ditahan karena korupsi. Kita lagi lagi kaget seperti terperosok dalam lubang di kegelapan.
Terus bagaimana memasuki daerah yang peteng dedet ( gelap gulita ). Kita hanya mengandalkan naluri kita dengan mamasang kewaspadaan yang tinggi dan sambil berdoa.

Pak Kyai itu kemudian menasehatkan untuk sering membaca surat al Fatehah. Kalau  bisa 100 kali sehari semalam !! Didalam surat Al Fatehah ada doa memohon kepada Allah agar di tunjukkan jalan yang lurus; jalanya orang orang yang diberi petunjuk dan hidayah dan bukan jalannya orang yang sesat.

Sahabat saya mengajarkan untuk selalu mengasah hati. Hati adalah radar kita. Dengan hati yang lembut radar kita akan semakin peka. Hati yang semakin peka, akan mengeluarkan sinyal sinyal peringatan. Ketika kita mau berangkat kerja hati kita tidak enak, ada yang mengganjal. Dan ternyata dompetnya ketinggalan. Ini contoh sinyal sinyal peringatan. Tapi alarm ini juga bisa ngambek tumpul tidak mau bekerja lagi kalau tidak diasah; kalau instrumennya banyak yang karatan. Begitu juga dengan hati.

Dengan lebih peduli lingkungan maka hati akan terasah.  Lihatlah dan bantulah orang yang kurang beruntung adalah salah satu bentuk mengasah hati.  Ada saudara; teman yang sakit kita bantu. Ada saudara yang kurang mampu menyekolahkan anak; kita bantu.  Kalau tidak bisa bantu sendirian, marilah kita patungan. Sedekah Rp 100 ribu barangkali tidak akan bisa sepenuhnya membantu; namun bersamaan dengan 100 orang lainnya; maka akan cukup untuk membantunya.  

Itulah konsep sedekah patungan; sedekah rombongan atau makelar sedekah yang akhir akhir ini marak di perkenalkan. Ini sangat bagus. Dan perlu di dorong untuk dikembangkan dilingkungan sekitar kita.

Alhamdulillah di lingkungan kantor kami telah mulai dan sangat besar manfaatnya. Bagaimana di lingkungan anda .... ?