30 Maret 2015

CIPTAKANLAH HUTANG BUDI..




Pada periode awal saya menjabat sebagai Bills Department Head tahun 1987; saya mendapati kenyataan seringnya kami berantem dengan nasabah. Kami sering dicap sebagai team yang kaku yang tidak service oriented, yang tidak customer friendly. Ini satu stigma yang sangat mengganggu bahkan menghancurkan bagi institusi pelayanan seperti dalam industri perbankan. Institusi yang mestinya mengedepankan service excellent. 

Service excellent bukan berarti selalu memenuhi permintaan nasabah. Service excellent adalah pelayanan yang berorientasi pada kepuasan nasabah jangka panjang. Service excellent adalah awal terbentuknya loyalitas nasabah. Oleh karena itu didalam service excellent harus menyangkut kemudahan; kenyamanan; keamanan dan penghargaan bagi nasabah.  Kalau permintaan nasabah akan membahayakan diri nasabah dimasa yang akan datang maka kita wajib untuk mengingatkan dan melakukan edukasi kepada mereka. Meyakinkan mereka bahwa apa yang mereka minta berbahaya bagi diri nasabah.

Setelah melakukan diskusi; pengamatan dan evaluasi; kami berkesimpulan bahwa penyebab berantemnya team kami dengan nasabah adalah pada komunikasi dan edukasi. Kami menilai bahwa penolakan kami atas permintaan nasabah adalah untuk melindungi nasabah itu sendiri dan juga banknya. Karena kami melihat ada potensi resiko yang akan di tanggung oleh bank dan nasabah. Sedangkan nasabah tidak melihat hal itu. Nasabah tahunya sulit untuk melakukan transaksi dengan kami. Satu sudut pandang yang berbeda.

Menyadari adanya gap tersebut kemudian kami membuat program edukasi kepada nasabah. Kami buat  program basic training export import kepada nasabah. Bagi nasabah yang bertransaksi rutin kami tawarkan  program training gratis kepada para staff dan pimpinan bagian expor impornya. Tempatnya bisa  di  kantor bank maupun di kantor nasabah.  Mana lebih nyaman bagi nasabah. Awalnya program ini tidak mendapat sambutan baik dari nasabah. Namun berkat kesabaran dan ketelatenan dan bantuan marketing akhirnya beberapa nasabah mulai mau mengundang kami. 

Selama training banyak pertanyaan nasabah mengenai kasus sehari harinya. Bahkan tidak sedikit yang kemudian sadar mengapa  bank minta dokumen dan syarat macam macam. Jadi cerewetnya bank selama ini adalah untuk melindungi dan mengamankan uang kami ya. Demikian kira kira kalimat yang banyak diucapkan oleh peserta training.  Begitu banyak apresiasi nasabah yang disampaikan pada akhir program. Ini yang kemudian membuat kami lebih bersemangat lagi.

Program yang awalnya ditujukan kepada existing customer kemudian dijual oleh teman2 marketing kepada prospect customer. Dan hasilnya luar biasa. Banyak mereka yang tertarik untuk memanfaatkan training dan diskusi dengan kami. Dan finally merekapun mau jadi nasabah dan aktif bertransaksi ekspor impor melalui kami.  Hutang budi dibalas transaksi, kata teman saya.

Dimarket kami dikenal sebagai bank yang sangat piawai dalam transaksi expor impor dan trade finance. Pangsa pasar kami bisa mencapai 10% transaksi expor impor jawa timur. Dan efek lainnya banyak staff kami yang akhirnya ditarik ke nasabah atau bank devisa lain.

Beberapa teman mulai mengeluhkan keadaan ini. Kami teguhkan hatinya bahwa kalau mereka pindah ke tempat lain; insya Allah dampaknya baik bagi kami. Untuk yang pindah ke nasabah; akan membantu memperlancar transaksi. Bahkan ternyata mereka mau beli produk2 lainnya.  Bagi mereka yang pindah ke bank lain; insya Allah akan menjadi teman yang baik; menjadi relasi yang akan memudahkan kami menjalin hubungan antar bank.

Suatu hari ada prospect customer yang datang dengan membawa draft Sales contract untuk pembelian mesin.  Mereka meminta kami mereview sales contract dan sekaligus menyarankan bagaimana sebaiknya, termasuk klausula yang harus di cantumkan dalam letter of credit nantinya. Kami kerjakan dengan senang hati permintaan tersebut dengan harapan transaksi impornya akan dilakukan melalui kami. Beberapa minggu kemudian kami mendapat informasi bahwa transaksi pembelian mesin dilakukan kepada bank lain.  Salah satu officer kami mengumpat atas kejadian ini. Namun kami mendinginkannya dengan mengatakan. Tugas sudah kita lakukan dengan baik. Budi baik sudah kita tanam. Yakinlah suatu saat nanti, transaksi yang lebih besar akan diberikan kepada kita. Nyess terasa mendengar kalimat itu. Dan syukurlah tidak lama kemudian, nasabah ini membuka transaksi impornya melalui kita dengan jumlah yang jauh lebih besar. Hutang budi telah terbayarkan.

Suatu sore salah satu nasabah besar kami menelepon kami. Dia telpon agak lama. Dia mau mengabarkan bahwa mereka telah dimarahi oleh Direksinya. Sejak setengah tahun yang lalu Direksinya menghendaki agar transaksi dipindahkan dari bank kami ke bank lainnya. Namun mereka tetap memberikannya kepada kami.  Mohon maaf pak, saya sudah tahan dimarahin Direksi. Jadi mulai minggu depan, transaksi kami alihkan kepada bank sebelah.  Kami tidak enak kepada bapak yang telah mengajari kami dan team mengenai transaksi ekspor impor. Tapi karena keputusan Direksi kami tidak bisa berbuat banyak. Kami sudah membangkang ( tidak mengikuti perintah ) selama 6 bulan.  Hutang budi telah mengikatnya selama 6 bulan.

Ternyata ajaran ini : siapa yang membantu sesama, akan dibantu oleh Nya dan siapa yang memudahkan sesama akan dimudahkan Nya berlaku juga di institusi.  Tidak monopoli dalam kehidupan individu di masyarakan.

Kita bayangkan bila semua individu mempunyai sikap seperti itu, niscaya organisasi akan maju dengan ketenangan batin. Bukan maju dengan kekeringan batin. Bagaimana cara mengembangkan sikap tsb.

Pertama, harus mempunyai abondon mentality. Mental Kelimpah ruahan. Satu keyakinan bahwa Gusti Allah Maha kaya.  Kekayaan bumi Allah tidak terhingga. Karena berlimpahnya kekayaan maka orang tidak perlu berebut untuk memperolehnya.  Seperti halnya udara. Karena berlimpah maka orang tidak usah berebut untuk menghirupnya. Termasuk bagi orang yang serakah sekalipun tidak mau merebut udara orang lain. 

Demikian pula kesuksesan. Setiap orang bisa sukses bersama sama. Kesuksesan yang hakiki dan langgeng adalah kesuksesan yang dibangun bersama sama dengan orang lain. Bukan kesuksesan yang mengalahkan orang lain. Kalau kesuksesan didapat dengan mengalahkan atau menistakan orang lain, maka yang dikalahkan akan berusaha membalasnya atau bahkan berdendam. Tentu ini akan mengancam kesuksesanya lawannya.

Kedua, adanya keyakinan bahwa setiap makhluk telah ditentukan rejekinya masing masing.  Ada satu pepatah dari orang bijak seperti ini.  Karena aku yakin rejekiku tidak akan tertukar dengan orang lain, maka hatiku menjadi tenang.    Mereka yang mempunyai keyakinan seperti itu, tentu mereka akan suka membantu sesamanya.

Ketiga, adanya sikap spiritual yang baik.  Keyakinan bahwa tangan yang diatas lebih baik dari tangan dibawah.  Orang yang suka berbagi akan diangkat derajatnya. Keyakinan adanya power of Giving. 

Apa yang dibagikan kepada orang lain tidak akan mengurangi bagi pemiliknya, namun justru akan menambah. Berbagi ilmu adalah contoh yang sangat jelas dan nyata. Bagi mereka yang suka membagi ilmunya; bukan mengurangi ilmu yang dipunyainya namun justru akan bertambah. Seorang yang suka mengajar, dia akan menanjadi lebih pandai.  Pertanyaan yang diajukan kepadanya akan mampu memperkaya wawasanya.

Bill Gate orang terkaya didunia adalah sosok orang yang suka berbagi. Berapa juta dollar kekayaannya yang telah dibagikan kepada masyarakat. Apakah kekayaannya menjadi berkurang ? Tidak sama sekali, bahkan dia menjadi semakin kaya.

Corporate Social Responsibility ( CSR ) adalah program sosial dari perusahaan. Perusahaan yang maju akan mengeluarkan dana untuk program ini. Apakah ini uang hangus yang tidak pernah kembali ?  Dalam prakteknya ternyata tidak demikian.  Sudah banyak diyakini bahwa dana CSR akan kembali ke perusahaan dari sumber lain.

Apakah ada orang yang miskin karena membayar zakat ? Apakah ada orang yang miskin karena membantu orang lain ? Tidak pernah ada. Yang ada adalah orang yang suka berzakat, rejekinya malah akan tambah berlimpah. Zakatnya tiap tahun selalu bertambah besar. Sejatinya orang yang membayar zakat, membantu orang yang susah adalah mereka yang sedang berdagang amal dengan Gusti Allah. Siapa yang berdagang dengan Gusti Allah akan diberikan keuntungan yang berlimpah.  Gusti Allah seakan “berhutang budi”.

Semoga menginspirasi …

10 Maret 2015

SETELAH KERJA CERDAS, TERUS APA ….



Ketika kami masih kecil sampai remaja; bapak menasehati kami agar selalu bekerja keras. Kerja keras itu kunci keberhasilan, kata beliau.  Beliau kemudian memberikan contoh orang orang dikampung kami yang bekerja keras dan orang orang dikampung kami yang malas bekerja. Mereka nyata benar bedanya. Yang pekerja keras – hidupnya kaya berkecukupan; sedangkan yang malas – miskin berkekurangan. Jadi kalau pingin kaya harus kerja keras.  Biasakan sejak sekarang; sejak masih kecil. Kalian harus rajin belajar; rajin sekolah dan rajin membantu orang tua.  Itu cara membiasakan kerja keras. Kata bapak berulang kali.

Ketika kami sudah mulai kuliah; rupanya kunci sukses sudah bergeser.  Para dosen menekankan harus kerja cerdas ( smart working ). Dengan kerja cerdas;  untuk memperoleh hasil yang sama diperlukan waktu; usaha dan pengorbanan yang lebih kecil.  Jadi mereka yang bekerja dengan cerdas akan mempunyai waktu luang lebih besar. Waktu luang itu dipergunakan untuk belajar lagi sehingga lebih pintar lagi.  Waktu luang bisa dipergunakan untuk riset; inovasi sehingga lebih memudahkan orang dalam bekerja. Demikian seterusnya.  Dengan bekerja lebih pintar kalian juga bisa menghasilkan lebih banyak dalam durasi waktu yang sama. Demikian dosen kami menekankan pentingnya kerja cerdas.

Kalau ditelusuri lebih dalam lagi, ternyata pengertian dan makna kerja mengalami satu evolusi. Menurut tulisan Pak Nuh, mantan mendikbud ada beberapa hal.

Pertama, kerja itu yang penting sibuk, tidak nganggur. Persis dengan yang diperintahkan ibu saya ketika saya masih kecil. Siapa yang paling sibuk akan mendapatkan sanjungan.  Akan menjadi role model, panutan bagi masyarakat sekitarnya.  Orang yang mempunyai fisik kuat; yang tahan kerja keras siang malam dianggapnya telah mengantongi tiket sukses.  Pertanyaannya kemudian adalah apakah yang kerja keras tiada henti pasti menghasilkan lebih banyak ? Jawabannya tentu belum pasti. Namun karena saat itu perkembangan ilmu pengetahuan dan manajemen belum cukup canggih sehingga  belum ada parameter produktifitas. Jadi yang diukur adalah seberapa sibuk orang itu. Seberapa keras orang itu bekerja.

Kedua; kerja itu diukur dari hasil yang didapat. Produktifitaslah ukurannya.  Dengan semakin majunya kehidupan, kemudian timbul berbagai macam kebutuhan baru. Kebutuhan baru itu memerlukan biaya, memerlukan uang yang lebih banyak. Jer basuki mowo beo, kata orang Jawa.   Pada jaman ini manusia sukses sudah diukur dari apa yang dia punya.  Mulailah mereka berlomba lomba untuk menghasilkan lebih banyak agar dapat memiliki lebih banyak.

Sumber daya saat itu masih berlimpah. Namun pengetahuan dan manajemen belum berkembang, atau bahkan belum dimanfaatkan sama sekali.  Bila ingin meningkatkan produktifitas yang mereka lihat hanyalah dari sisi sumber daya. Dari sisi input.  Kalau dengan 1 ha lahan mereka dapat menghasilkan 5 ton padi, maka kalau mereka menginginkan menghasilkan 10 ton padi, mereka harus menanam padinya pada 2 ha lahan.

Contoh lain. Bila seorang staff dapat mengerjakan 150 transaksi, maka ketika transaksi meningkat menjadi 200 – 300 item, mereka menuntut untuk menambah seorang staff lagi.  Hal ini tidak akan menjadi masalah selama resorucesnya berlimpah.
Hal ini juga belum menjadi masalah selama tidak ada pesaing.  Hal ini tidak ada masalah selama tidak ada tuntutan dari fihak lain. Mereka bekerja apa adanya. Belum dituntut oleh pasar yang menghendaki harga lebih murah.

Ketiga, melalui pendekatan output. Mereka juga mengukur produktifitas. Hanya Focusnya adalah pada sisi output, bukan sisi input.

Dengan semakin terbatasnya resources, dengan semakin banyaknya tuntutan pasar,  kita dipaksa untuk lebih kreatif. Lebih banyak menggunakan pengetahuan dan teknologi. Lebih banyak mempraktekkan ilmu manajemen.  Pada era ini sudah banyak dituntut efisiensi dan effektifitas. Produktifitas sebagai hasil dari output dibagi dengan input harus selalu meningkat. Peningkatkan output tidak harus disertai dengan penambahan input dan penambahan sumber daya.

Peningkatan output dilakukan melalui perubahan proses, melalui perubahan cara kerja. Pengetahuan, teknologi dan manajemen akan mempengaruhi cara kerja; cara memproduksi, dan lain lain.  Dengan demikian efektifitas penggunaan sumber daya dapat di optimalkan.

Sebagai contoh, bila dengan 1 ha lahan dapat dihasilkan 5 ton padi. Maka untuk menghasilkan 10 ton padi tidak harus mempergunakan lahan seluas 2 ha. Caranya adalah dengan intensifikasi. Dengan mempergunakan bibit unggul yang umurnya pendek namun mampu menghasilkan lebih banyak. Dengan mempergunakan pola tanam yang baik; pemupukan dan pemeliharaan yang baik dapat menghasilkan padi yang lebih banyak. Dahulu ketika saya masih kecil, Pak Tani hanya akan bisa menanam 2 kali dalam setahun. Saat ini bisa 3-4 kali tanam dalam setahun. Dahulu, padi hanya dapat dipanen setelah berumur 4 -5 bulan, saat ini hanya 3 bulan sudah bisa di panen. Dulu hanya mengandalkan air tadah hujan, sekarang dengan mempergunakan sistem irigasi yang memungkinkan pengaliran air kesawah dapat dilakukan sepanjang waktu.

Contoh lain. Dengan mempergunakan komputerisasi, transaksi dapat diproses dengan jauh lebih cepat. 

Contoh lain yang saya lihat di Bank2 multinasional. Mereka menerapkan sentralisasi pemrosesan transaksi secara worldwide. Sedunia diproses di satu tempat. Watu kerja antar negara berbeda. Cabang di satu negara tutup, cabang dinegara lainnya baru buka. Konsekwensinya adalah diterapkannya sistem shifting karyawan. Bisa dibayangkan, kalau normal, kita akan mempergunakan gedung dan komputer sewa selama 8 jam per hari. Bagi mereka gedung dan komputer sewa dipergunakan selama 24 jam per hari. Jelas sekali mereka akan mendapatkan 3 kali lipat lebih effisien dalam biaya komputer dan gedung dibandingkan dengan normalnya.

Freeport dan perusahaan tambang lainnya mendapatkan kontrak kerja selama 20  atau 30 tahun. Mereka akan memanfaatkan waktu itu seoptimal mungkin. Tidak boleh ada satu detikpun waktu terbuang sia sia. Harus selalu menghasilkan. Ketika saya berkunjung ke daerah tambahnya; saya melihat pekerja, truk pengangkut hasil tambang bekerja tiada henti. Mereka bekerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu.  Pekerja dan truk dimonitor secara elektronic. Bila ada truk yang berhenti terlalu lama akan ketahuan dan akan ditanya apa masalahnya. Begitulah mereka memanfaatkan masa kontrak sebesar besarnya. Tidak boleh sedetikpun yang unproductive.

Keempat, yang disebut dengan impact  base. Pendekatan dampak. Yang terpenting adalah dampaknya.   Sebagai contoh, kalau pemerintah berhasil membangun jalan baru on time dengan biaya dibawah jumlah yang dianggarkan. Sampai disini kita hanya bicara output based. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah dengan jalan baru ini bisa meningkatkan kemakmuran rakyat sekitarnya ? Ini adalah impact based.

Pada perusahaan jasa seperti perhotelan, perbankan, airport dan lain lain. Setiap memasuki bulan Romadlon mereka menghias front office nya dengan hiasan ketupat, patung unta dan accesoris yang lainnya. Ini bagus. Hanya pertanyaannya adalah apakah hiasan tersebut bisa membuat nasabah menjadi lebih senang ? Apakah hiasan tersebut bisa menaikkan omset perusahaan ? Kalau tidak ada impactnya terhadap perusahaan, maka semua usaha itu tidak ada gunanya.  inilah pertanyaan impact base.

Kita banyak melakukan perubahan dan pembaharuan.  Kreatifitas dan inovasi banyak sekali dilakukan. Kita bisa banyak cerita mengenai ini.  Bisakah kita menerangkan berapa rupiah impact yang dihasilkan dari itu semua ? Berapa penghematan yang diperoleh ? Berapa biaya tersembunyi ( hidden cost ) yang bisa dihilangkan. Berapa rupiah yang dihasilkan oleh bisnis baru, dsb. Itulah pertanyaan pertanyaan impact base.

Teman saya selalu berpesan bahwa apapun yang kita lakukan haruslah bersandar pada azas manfaat.  Banyak proyek beliau yang awalnya tidak  banyak memberikan profit bagi perusahaan.  Tapi proyek tsb tetap dilanjutkan dan di manage dengan baik.  Beliau selalu mengatakan kepada saya; biarlah saya tidak banyak untung dari proyek ini, namun proyek ini bermanfaat untuk orang lain.  Dari proyek ini dapat memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Itu sangat penting. Kata beliau. Saya menyebutnya sebagai spiritual impact base.

Kemarin saya sempat makan siang bersama beliau. Ternyata proyek yang awalnya berlandaskan pada spiritual impact base, saat ini sudah banyak memberikan keuntungan bagi perusahaannya. Keuntungan kotor per bulanya sudah mencapai tidak kurang dari Rp 800 juta.

Starting from spiritual impact base menjadi spiritual and financial impact base.  Saya teringat satu ajaran; siapa yang suka membantu memudahkan makhluk Nya; dia akan dibantu dan dimudahkan oleh Nya.

Semoga menginspirasi..