Oleh Noor Aidlon
|
M |
adam Ani, nama panggungnya. Nama yang lebih simple, terkesan akrab dan mudah diingat. Dibandingkan dengan nama aslinya. Apalagi kalau dijejer lengkap dengan gelar akademisnya yang panjang itu.
Untuk membacanyapun saya harus ambil nafas dalam terlebih dahulu. Inilah nama lengkapnya : Prof. Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc., CFP, IFP, AEPP, WPPE-PT, QFC.
Pagi itu, dia memakai gaun warna abu abu gelap yang sangat panjang dengan lengan baju sangat panjang dan jilbab juga sangat panjang. Syar’i sekali. Cocok untuk membawakan materi syariat – aturan Islam.
Meskipun demikian, dia tetap bisa bergerak lincah. Beberapa kali naik turun panggung. Menyemangati yang hadir di ruangan. Suaranya keras dan tegas. Sesekali dia memakai istilah dalam bahasa ingris, arab. Dan bahasa melayu dengan cengkok melayunya. Terasa berada di Malaysia. Memang dia pernah tinggal lama disana. Untuk sekolah.
Dia sangat menguasai dan menjiwai materi yang disampaikan. Dirinya telah menyatu dengan materinya. Itulah salah satu kunci sukses seorang presenter. Dirinya yang menjadi pusat perhatian yang hadir dan bukan materi presentasinya. Materinya hanyalah pointer saja. Jangan sampai materi mengalahkan pembicaranya. Orang lebih sibuk membaca materi daripada mendengar paparan pembicaranya. Itulah presentasi yang gagal.
Madam Ani selalu menekankan waris itu harus direncanakan dengan baik agar tidak menjadi musibah keluarga. Calon pewaris dan ahli Waris harus selalu terbuka. Saling menumbuhkan dan menjaga komitmen untuk menerapkan hukum waris Islam. Agar harta warisan menjadi barokah. Barokah bagi pewaris dan barokah bagi ahli waris.
Sebenarnya perencanaan waris ini termasuk dalam kerangka besar : Sakinah Financial Planning ( Perencanaan Keuangan Sakinah ). Mulai dari bagaimana memperoleh pendapatan, membelanjakan untuk keluarga dan sosial sampai pada perencanaan pensiun dan waris.
Sebelum menjelaskan slide dengan judul: Muslim tapi tidak ikut waris Islam. Dia menjelaskan dengan sangat menarik dan logis sekali. Bagaimana seorang Muslim harus mengikuti hukum waris Islam.
Dia menjelaskan begini …
Kita tentu sepakat bahwa harta yang sekarang kita kuasai ini sejatinya adalah milik Allah. Kita hanya dititipi, diberikan amanah untuk mengelolanya. Ketika penerima amanah ini meninggal dunia, bukankah harta harus kembali atau dikembalikan kepada pemberi awal amanah yakni Allah. Nah setelah harta amanah dikembalikan, kemudian Allah mengamanahkan kembali kepada orang orang yang ditunjuk.
Orang yang ditunjuk itu namanya ahli waris. Pembagiannya harus dilakukan sesuai dengan aturan pemberi amanah - Allah. Kalau menyimpang dari aturan, Allah tentu akan mengambilnya kembali harta amanah itu. Dengan cara paksa. Bisa melalui orang jahat, bisa melalui penyakit yang merenggut banyak harta warisan. Itulah Warisan yang tidak berkah. Warisan yang menjadi musibah.
Ada 10 bentuk pembagian warisan muslim yang tidak sesuai dengan aturan Islam. Dua di antaranya sangat banyak dilakukan oleh masyarakat kita. Yakni tidak segera membagi dan menyamakan hak anak laki laki dengan anak perempuan.
Dengan dalih keadilan mereka membagi harta waris sama rata antara anak laki laki dan anak perempuan. Ini banyak kita jumpai di sekitar kita.
Perilaku seperti ini secara tidak langsung mengatakan aturan Allah tidak adil. Dan itu telah merusak akidah. Merusak keislamannya. Padahal kalau ditanya di dalam ujian, hukum siapa yang paling adil, mereka pasti menjawab hukum Allah. Pengetahuannya tidak selaras dengan perbuatannya.
Bagaimana kalau seandainya diantara ahli waris itu kondisi kesejahteraannya tidak sama. Ada yang masuk kaum sangat sejahtera tetapi ada juga yang masuk kaum pra sejahtera. Dan kebetulan yang masuk pra sejahtera itu adalah ahli waris anak perempuan. Kasihan; dia mendapat warisan lebih sedikit dibanding saudara laki lakinya. Hanya separo dari saudara laki lakinya.
Ada solusinya, kata Madam Ani. Solusi yang membawa keberkahan. Pertama, bagilah harta waris itu sesuai aturan Islam terlebih dahulu. Anak laki laki mendapat 2 kali anak perempuan. Kemudian mereka yang sangat sejahtera mengeluarkan sedekahnya kepada yang pra sejahtera. Disitu kemudian timbul keberkahan bersedekah. Disamping keberkahan Waris.
Yang juga banyak terjadi adalah harta waris baru dibagi setelah kedua pewaris meninggal semua. Padahal di dalam aturan Islam jelas disebutkan bahwa duda atau janda dari si mayit termasuk dalam daftar ahli waris. Berhak mendapat bagian warisan. Bahkan termasuk ahli waris utama. Yakni ahli waris yang mendapatkan bagian terlebih dahulu, sebelum sisanya dibagikan kepada ahli waris lainnya.
Di sini pentingnya memisahkan dalam catatan antara harta sang ibu dan harta sang ayah. Harta warisan tidak boleh dibagi sebagai warisan selama pemiliknya masih hidup. Ini prinsip waris.
Misalnya yang meninggal sang ayah. Hanya harta ayah saja yang boleh diwariskan. Harta sang ibu tetap utuh; tidak boleh dibagi sebagai harta warisan.
Sang Ibu kini mempunyai harta awal – miliknya sendiri; ditambah dengan bagian warisan dari harta sang suami. Dengan demikian sang Ibu masih mempunyai harta untuk melanjutkan kehidupannya dengan penuh kehormatan.
Itulah indahnya aturan Islam. Bagi yang memahami. Seperti panjenengan.
Sby, 30 Nopember 2025
Noor Aidlon