Dikisahkan ada seorang musafir
dalam perjalanan haji menuju Mekah. Karena kecapaian dan rasa kantuk yang tak
tertahankan, kemudian dia memilih
untuk  beristirahat. Diikatkanlah untanya disebuah
tiang,  dan    dibaringkanlah  tubuhnya yang letih itu tidak jauh dari
untanya.  Rasa capai yang luar biasa
telah menghantarkan musafir ini tertidur dengan    nyenyaknya. Tidak terasa dia tidur begitu  lama. Ketika bangun, dia tidak  mendapati lagi untanya ditiang dimana dia  mengikatkan talinya tadi.
Rupanya unta tersebut terlepas
dari ikatanya.  Unta itu lari masuk
kedalam  kebun kurma dan merusak tanaman
yang ada didalamnya.  Mendapati   ada   seekor
unta yang merusak kebun yang dijaganya,  kebun
yang menjadi   tanggung jawabnya, si kakek penjaga kebun
menghalau unta agar keluar  dari kebun
itu.  Alih alih unta ini mau keluar
kebun,  dia malah lari kesana   kemari
dan membuat rusak  tanaman     kurma yang ada didalam kebun  tersebut. Karena jengkel, unta ini kemudian
di      panah oleh sang kakek penjaga
kebun.  Dan mati.
Setelah mencari untanya kesana
kemari, akhirnya si musafir menemukan   untanya
mati terpanah di kebun kurma. Tidak terima dengan perlakukan  si kakek terhadap untanya kemudian musafir  itu membalasnya dengan cara    membunuh      si kakek penjaga kebun. Si Kakekpun mati
terbunuh.
Ahli waris si kakek penjaga
kebun tidak terima kakeknya dibunuh oleh     musafir dan 
mengadulah dia kepada khalifah.  Dipanggilnya
  sang musafir dan dilakukan sidang
pengadilan. Setelah mendengar keterangan saksi dan   argumen pembelaan dari terdakwa,
diputuskanlah oleh pengadilan bahwa   terdakwa - sang      musafir harus dihukum mati. 
Dengan tertunduk dan rasa
menyesal, sang musafir minta sedikit  keringanan.  Dia minta  diberi kesempatan beberapa waktu untuk  pulang ke kampung  halamannya agar bisa menyelesaikan beberapa
urusan yang   menjadi tanggung jawabnya.
Khalifah menanyakan apa
jaminannya kalau   ternyata kamu
melarikan diri   dan tidak kembali
lagi untuk menjalankan hukuman.  Disini saya
tidak      punya siapa siapa khalifah,
dan saya harap khalifah memberi kepercayaan kepada  saya. Jawab sang musafir dengan suara lemah.
Tidak bisa.   Kalau tidak ada yang
menjamin kamu tidak boleh pergi kemana mana, jawab sang khalifah dengan tegas.
Tiba tiba dari barisan
belakang, ada orang yang dengan lantang  
menyatakan, saya jaminannya khalifah. Apabila orang ini tidak datang
pada waktunya, maka sayalah penggantinya, sayalah yang akan menjalani  hukuman gantung.  Semua yang hadir terkejut,  karena yang berkata adalah sahabat mereka. Dan
mereka tahu sahabat ini tidak mengenal dan tidak ada hubungan darah dengan sang
musafir.
Karena ada yang menjamin, maka
sang terhukum - sang musafir boleh   pergi
dan pulang ke kampungnya untuk beberapa saat menyelesaikan  urusannya.
Pada hari yang di tentukan,     ternyata sang terhukum ini datang untuk  menjalani eksekusi hukuman mati.  Namun sebelum hukuman dilaksanakan khalifah
bertanya kepada sang terhukum, mengapa kau tidak       melarikan diri     saja;   
bukankah ada    kesempatan
untuk  itu   ? Dengan sangat tegas dijawab oleh sang
terhukum.         Khalifah,  saya  tidak mau, suatu saat nanti ada orang yang
mengatakan, dulu ada umat Muhammad yang melarikan diri dan menghindar
dari tanggung jawab.  
Dengan menganggung ngangguk,
kemudian khalifah menoleh kepada sahabat yang menjadi jaminan sang terhukum.
Wahai sahabat, mengapa   kamu percaya dan
mau menjadi penjamin dia.  Bukankah dia bukan
siapa siapa mu ?  Si penjamin       menjawab dengan tidak kalah
tegasnya. Saya tidak  mau, suatu saat
nanti ada orang yang mengatakan, dulu ada umat    Muhammad yang tidak mempercayai dan tidak
mau membantu saudara seimannya.
Mendengar tanya jawab seperti
itu, kemudian dari deretan depan ada suara  lantang yang mengatakan. Khalifah, kami
maafkan kesalahan sang musafir ini. Dan         bebaskan dia dari hukuman mati. Suara
lantang ini ternyata berasal dari ahli waris si kakek yang telah menuntut hukum
kepada sang musafir. Mengapa kau maafkan dia, tanya khalifah.  Dengan suara mantap  ahli warisini mengatakan,      saya tidak mau, suatu saat nanti orang
mengatakan,   dulu ada umat Muhammad  yang tidak mau memaafkan kesalahan saudaranya.
Kisah ini sungguh sangat
menarik dan inspiratif. Boss saya dulu sering menasehati  hati hatilah dalam memutuskan,  jangan sampai apa yang menjadi     keputusanmu saat ini menimbulkan masalah
dan menjadi contoh yang jelek bagi penggantimu.  Kamu harus bisa dikenang dengan baik oleh
penggantimu.  Jangan sampai    suatu hari nanti ada orang yang mengatakan
siapa yangmembuat keputusan yang   bikin
kacau kayak gini. Atau jangan sampai ada yang mengatakan, siapa yang buat
ini;  bikin boros saja, dsb.
Memang, apapun kalau kita
pertimbangkan jangka panjangnya tentu  hasilnya
akan lebih baik.  Namun  untuk 
itu diperlukan kesabaran, kegigihan; pengorbanan   dan mampu  
mengesampingkan  kepentingan diri
sendiri.   Hanya orang yang
mempunyai mentalitas   kelimpah ruahan (
abandon mentality ) yang   mampu
melakukan hal ini.    Mengapa ? 
Karena jangka panjang; yang belum tentu kita
sempat menikmatinya. 
Seperti halnya kisah kakek yang menanam pohon kelapa. Ketika ditanya
apakah kakek sempat memetik buahnya nanti, dengan anggun kakek menjawab, yang menikmati
nanti cucuku.  Itulah  ajaran
leaving  legacy - meninggalkan warisan.
Dan hanya orang yang mempunyai tingkat  kematangan  dan tanggung jawab yang hebatlah yang mampu
melakukannya.
Seandainya kita tahu apa yang
terjadi 10 tahun lagi dari apa yang kita usahakan     hari
ini, niscaya kita akan melipatgandakan keseriusan kita hari ini.  Atau   seandainya kita tahu apa yang terjadi
10 tahun lagi dari apa yang kita tidak lakukan hari ini, niscaya kita akan
segera bergegas memulainya.
Mampukah kita melihat jauh ke
depan. Seberapa jauh kita mampu melihatnya.
It is leadership  all
about.
( KSB 151012 )