02 Juli 2020


M
as Eko adalah pedagang sayur keliling.  Kalau pagi dia biasa berkeliling di komplek perumahaan kami. Dengan motor roda tiganya. Yang belakangnya ada bak nya itu. Dia berjualan sayur di kompleks kami sejak lama. Sebelum adanya Covid 19. Yang menghancurkan itu.

Sejak Covid 19 ini masuk Surabaya. Sejak Pemerintah menerapkan PSBB. Sejak itu para ibu takut belanja kepasar. Sejak itu. Pedagang seperti Mas Eko ini menjadi laris manis.  Pedagang yang mengunjungi pelanggannya. Bukan pelanggan yang mengunjungi pedagang. Tipe pedagang yang terakhir ini bisa dipastikan akan sangat menderita. Selama Covid. Selama oang takut keluar rumah.

Mas Eko juga pintar  membaca situasi.  Saat ini, Ibu2 sangat sensitive terhadap kesehatan. Dia respond perubahan itu. Dengan hanya membawa barang dagangan yang bagus. Yang masih segar. Kemudian membungkusnya  dengan plastic yang putih bersih. Yang menambah  kesan hygeinis.  Sementara saya masih melihat pedagang lain membungkusnya dengan kantong plastic berwarna hitam. Yang terkadang bau itu.
Istri saya memuji kualitas barang dagangannya. Pun juga ibu2 lainnya. Dia menjadi primadona. Primadonanya ibu2 – untuk barang kebutuhan dapur. Padahal ada pedagang sayur keliling lainnya. Pesaingnya. Mereka dibuatnya tidak relevant oleh Mas Eko.

Dia sudah datang ke kompleks kami ketika hari masih sangat pagi.  Habis subuh. Barang dagangannya selalu menjadi rebutan. Dia tidak sempat lagi berkeliling. Pembelilah yang pada datang. Takut tidak kehabisan.  Takut tidak kebagian.
Kemudian, terjadilah kerumunan. Pengurus RW mengusirnya dari tempat parkirnya. Dia diminta berkeliling dari rumah kerumah. Agar tidak terjadi kerumunan. Ibu2 protes. Terutama yang ada diblok belakang. Bisa tidak kebagian kalau menunggu dirumah. Protesnya.

Dibuatlah kesepakatan ini. Boleh tetap parkir. Tapi bukan dijalan utama. Pilih jalan yang sepi. Jumlah orang yang berkerumun pun dibatasi. Tidak boleh lebih dari 5 orang. Dibuatlah orang belanja secara bergelombang. Setiap gelombang hanya 5 orang.
Namun masih banyak yang protes. Yang kecewa. Mereka tidak lagi bisa santai memilih barang. Sambil ngobrol. Tidak enak dengan yang masih menunggu. Di kejauhan. Yang sekali kali berteriak. Cepetan …

Dicarilah solusi lain. Ketemu – yaitu model pre order.  Ini karena kredibilitas Mas Eko. Dia sudah dipercaya oleh warga.  Barangnya bagus bagus. Harganyapun tergolong murah. Berkata jujur. Selalu membulatkan  kebawah angka belanjaan. Misalnya; Belanjaan sejumlah Rp 81.600; disuruh bayar Rp 80.000. Kata istri saya. Kepercayaan sudah mulai terbangun di pelanggannya. Dan diapun sudah percaya kepada pelanggannya. Memang saling percaya adalah kunci dari dagang.

Banyak pelanggan yang sudah mulai pesan pakai WA. Yang dikirim sehari sebelumnya. Saya melihat banyak kantong belanjaan yang digantung di motornya. Dan juga yang di gantung di pagar rumah kosong. Deket tempat parkirnya.  Itu semua pesanan, katanya pada suatu pagi. Pelanggan datang tinggal ambil dan bayar. Tidak perlu lama berada di tempat itu. Namun mendapatkan barang yang dikehendaki. Pun bisa mengurangi kerumunan.

Separo dari omzet hariannya berasal dari pesanan. Yang dipesan sehari sebelumnya. Dia juga tetap membawa barang sayur mayur, ikan dan daging. Menyiapkan bagi yang tidak pesan. Barang itupun habis sebelum jam 7 pagi.
Dengan system Pre Order. Penjual mendapatkan kepastian barangnya terjual. Pembeli mendapat kepastian dapat barang yang dibutuhkan.  Sungguh business yang saling menguntungkan.

Covid 19 telah mengubah perilaku masyarakat. Mereka tidak suka lagi adanya keramaian. Yang rawan terjadi penularan virus. Mereka berusaha tetap tinggal di rumah. Kesehatan adalah prioritas utama.  Yang selalu menjadi pertimbangan masyarakat untuk membeli.

Mas Eko melihat perubahan itu. Menyesuaikan diri. Ditunjang adanya teknologi WA. Makanya omzetnya naik significant selama pandemic ini. Sementara yang lainnya berkeluh kesah.  Sepinya pembeli.

Semoga menginspirasi.

#NA
#KSB290620
#agility




Tidak ada komentar:

Posting Komentar