Oleh Noor Aidlon
| 
   S  | 
 
uatu ketika kami ada acara di daerah Batu. Daerah yang berjarak 20 km sebelah barat kota Malang. Udaranya dingin dengan panorama pegunungan yang indah mempesona. Dulu daerah ini masih berbentuk kecamatan yang tidak hiruk pikuk. Cocok untuk tinggal para pensiunan yang igin menikmati hidup tanpa kebisingan. Atau para pebisnis yang sekedar ingin melepas kepenatan di akhir pekan. Banyak dibangun vila vila pribadi maupun yang disewakan.
Batu dikenal sebagai penghasil apel yang terkenal. Masyarakat menyebutnya bukan Apel Batu, tapi Apel Malang. Mungkin karena dulunya Batu merupakan bagian dari Kota Malang yang sejak tahun 2001 menjadi kota tersendiri. Kota otonom yang terpisah dari Kota Malang. Namanya Kota Administratif Batu.
Kini Kota Batu tidak hanya terkenal sebagai kota penghasil Apel, namun sudah menjelma menjadi kota wisata yang sangat menarik. Banyak obyek wisata alam dengan panorama yang mempesona. Dan terus dibuat mempesona oleh polesan tangan tangan terampil. Dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Juga banyak ditemukan panorama baru yang tidak kalah eloknya dengan panorama lama.
Pun banyak obyek wisata edukasi baru yang dibangun oleh perusahaan swasta. Obyek ini dibangun dengan selera tinggi dan dipelihara dengan sangat baik. Bersih, rapi dan elok. Tak heran kalau sekarang tumbuh hotel hotel dan restaurant restaurant baru. Kemacetanpun sudah tidak bisa dihindari lagi. Terutama pada akhir pekan.
Udara di Batu sangat dingin - sekitar 15 – 20 derajat Celcius. Cocok untuk berlibur. Ataupun bekerja sambil bersantai, seperti kami saat itu. Rapat anggaran yang sangat serius diselenggarakan di lingkungan yang santai, dengan suasana santai. Diharapkan banyak ide ide baru yang bermunculan untuk pengembangkan perusahaan kedepan.
Acara
itu dilakukan pada musim kemarau. Puncak puncaknya kemarau. Saat itu, di
Surabaya dan Jakarta terasa panas sekali. Namun di daerah Batu justru sangat
dingin. Lebih dingin dari musim penghujan. Entah mengapa. Tapi secara umum –
tidak hanya di Batu - dataran tinggi terasa lebih dingin saat musim kemarau.
Beberapa hari sebelum hari H, panitia sudah mengingatkan agar para peserta rapat
membawa baju hangat. Panitia sadar di daerah Batu akan dingin. Apalagi agenda
acaranya sampai malam. Ada outdoor activitynya pula.
Rupanya ada yang salah perkiraan. Dia abaikan pesan dari panitia. Pun pesan teman temannya sesama peserta sebelum kami berangkat.
Hari
pertama. Ketika matahari sudah angslup di peraduannya. Ketika sang bulan mulai menaik perlahan lahan menampakkan wajahnya yang bulat. Ketika gunung yang siangnya nampak begitu dekat sudah tidak menampakkan punggungnya lagi. Ketika udara bertiup lembut membawa kabar kedinginan, Dia menggeser kursinya, menyondongkan tubuhnya dan berbisik. Gak punya jaket lagi ? Dia tidak membawa baju hangat, rupanya. Dia hanya membawa kaos lengan pendek
saja. Dia mengira pada musim kemarau daerah Batu tidak sedingin itu. Dia salah
memperkirakan. Dia tidak percaya peringatan panitia. Dia tidak menghiraukan nasehat temannya.  Kini dia baru menyadari bekal pakaian yang dibawanya tidak mencukupi lagi.  Tidak mencukupi melawan dinginnya
udara kota Batu. Malam itu.
Kejadian yang sudah puluhan tahun yang lalu itu mendadak teringat kembali, pada
saat saya membaca tafsir Ibnu Katsir. 
 Dalam menafsikan ayat 24 dari surah Al Fajr yang bunyinya : 
يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِيْ قَدَّمْتُ لِحَيَاتِيْۚ 
Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh)
untuk hidupku ini." 
Ibnu Katsir menulis dalam tafsirnya sebagai berikut. 
Yaitu dia menyesali perbuatan-perbuatan durhaka yang telah dikerjakannya di
masa lalu jika dia orang yang durhaka. Dan dia berharap seandainya dia dahulu
menambah amal ketaatan jika dia adalah orang yang taat di masa lalunya. 
Imām Aḥmad
sehubungan dengan hal ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Alī ibnu Isḥāq, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullāh ibn-ul-Mubārak,
telah menceritakan kepada kami Tsaur ibnu Yazīd, dari Khālid
ibnu Ma‘dān,
dari Jubair ibnu Nafīr,
dari Muḥammad
ibnu ‘Umrah salah seorang sahabat Rasūlullāh SAW. mengatakan bahwa seandainya seseorang hamba sejak dilahirkan
selalu hidup dalam amal ketaatan kepada Tuhannya sampai dia mati, niscaya di
hari kiamat dia menganggap kecil amal perbuatannya, dan niscaya dia
menginginkan seandainya dia dikembalikan ke dunia untuk melakukan ketaatan yang
sama, agar pahalanya bertambah 
Demikian. begitu diperlihatkan barangnya yang luar biasa, mendadak merasa bekal
yang dibawanya kurang. Tidak mencukupi untuk menebusnya. 
Menebus surga yang diperlihatkan begitu indahnya, nyamannya dan penuh dengan
kenikmatan. Yang dipenuhi dengan makanan dan buah buahan beraneka ragam. Yang
dikelilingi oleh bidadari yang bermata indah, yang membuat senang siapa saja
yang memandangnya.
Maupun menebus untuk terhindar dari neraka yang demikian dahsyat panasnya. Yang apinya menyala nyala. Yang bahan bakarnya dari jin dan manusia. Penghuninya disiksa dengan siksa yang seberat beratnya. Hidupnya penuh penderitaan. Disiksa bagaimanapun dia tetap hidup. Tidak pernah mati. Dan tidak dimatikan. Karena tidak mati, maka penderitaanyapun tidak pernah berhenti. Seandainya dia mempunyai harta emas segunung atau lebih dari itu, itupun tidak bisa untuk menebusnya. Menebus dari siksaan.
Saat
itu, siapapun ingin dikembalikan hidup lagi di dunia. Untuk memperbaiki amal
ketaatannya. Memperbanyak sedekahnya. Memperbaiki ketakwaannya. Namun semua itu
sudah terlambat. Sudah tidak bisa pulang lagi.  Untuk mengambil tambahan
bekal. 
Bisanya hanya minta dikasihani oleh Yang Maha Mengasihani. Minta ampun dari
Yang Maha Pengampun. Hanya itu. Tidak kurang tidak lebih.
Sby, 30 Oktober 2025 
( NA )