08 November 2019

KETULUSAN


Sesuai janjinya. Pak Irfan mengantarkan kami ke Desa Gadding. Jaraknya kurang lebih 6 kilometer dari Manding Timur. Lewat sawah dan ladang. Jalannya sudah beraspal. Hanya tidak lebar. Khas jalan desa. Kalau simpangan 2 mobil, salah satu harus berhenti. Karena sempitnya. Sepanjang jalan saya lihat banyak masyarakat menjemur daun tembakau. Lagi panen. Tapi harga di gudang turun. Dengar2 karena ada harga titipan dari orang besar disini. Harga yg dititipkan Lima belas ribu per kilo. Kata Kacong. Begitu dia dipanggilnya. Saya tdk tahu siapa nama aslinya. Namun untuk menghormatinya saya panggil Pak Kacong. Kacong artinya anak laki2. Memang Lucu. Seperti halnya teman saya dari Surabaya. Dipanggilnya mas cak oleh orang Kudus.

Sampailah kami di satu masjid. Megah untuk ukuran kampung. Didalamnya ada ornament kaligrafi. Yg dibuat dari semen. Bukan di tulis dengan cat. Seperti lazimnya. Sangat indah. Masjid ini juga sudah berkarpet. Tapi belum ada kipas anginnya. Belum ada juga pengeras suaranya. Dindingnya belum di cat. Sebagian plafondnya masih belum dipasang list. Kamar mandi dan tempat wudlu masih darurat. Asal bisa dipakai.

Meskipun masih belum100 % jadi. Masjid ini sudah dipakai sholat dan ngaji. Dipakai Jumatan juga.

Masjid ini Pak. Sejak dari Fondasi sampai sekarang ini dananya murni dari luar daerah. Kata Pak Irfan. Gadding ini termasuk daerah minus. Masyarakatnya miskin. Untuk makan besuk pagi saja masih belum jelas.

Daerah ini tidak punya masjid. Tidak mampu bangun masjid. Kalau mau Jumatan saja mesti keluar daerah. Banyak warga sini yang tidak jumatan. Kayaknya mereka juga tidak rutin sholat.

Akhirnya orang yg tinggal di rumah itu, sambil menunjuk ke sebuah rumah gedek. Mewakafkan satu dari dua tanahnya untuk di bangun masjid. Tanah ini salah satu sumber penghidupannya. Ketika ditanya, kalau kau wakafkan tanah ini, bagaimana kau hidup. Dia hanya menjawab singkat. Allah Maha Tahu. Sekarang Bapak itu sudah meninggal.
Sambil berkaca2 Pak Irfan melanjutkan. Dia yang hidup kekurangan saja berani mewakafkan separo dari sumber penghidupannya. Malu saya kalau tidak turut berperan.

Para pengurusnya itu juga hidupnya pada susah. Rezeki mereka hanya cukup untuk dimakan hari itu. Namun semangat mereka untuk punya masjid sangat besar. Ketulusan dan keikhlasan mereka untuk ngurusi masjid sangat tinggi.

Tanam tembakau saya kali ini rugi. Modal Rp 15 juta hanya balik Rp 12 juta. Bukan karena hasil panennya jelek, tapi karena harga nya jatuh. Harga yang di berikan gudang lebih rendah dari Tahun lalu. Maunya nyumbang cat. Tapi tanam tembakaunya tdk balik modal. Kata salah satu pengurus masjid. Yang disampaikan dalam bahasa Madura. Yang kemudian di terjemahkan oleh mas Fadli.

Masjid ini sudah dipakai sholat fardlu. Dan juga jumatan. Jamaahnya masih belum banyak. Ada acara yasinannya juga. Biar menarik masyarakat untuk datang ke masjid. Begitu kata pengurus lainnya. Yg diterjemahkan oleh mas Fadli.

Saya miris mendengar cerita mereka. Dan juga melihat sendiri keadaan masyarakatnya. Listrik sudah masuk daerah itu. Tapi mengapa kondisi perekonomiannya belum terang juga. Ups. Apa memang ada hubungannya ?

Apa yg bisa kita lakukan untuk membantu kehidupan mereka ?

Panjenengan punya ide ?

#NA
#KNO_031119

Tidak ada komentar:

Posting Komentar