15 Juni 2020

TIDAK MUDAH MEMANG …



J
umat kemarin, 12 Juni 2020 adalah jumatan pertama setelah lebih dari 2 bulan saya Off.  Off  karena ada pandemic. Off karena dianjurkan oleh Pemerintah dan MUI untuk beribadah di Rumah saja. Off karena ada dalil - lebih baik mencegah kebatilan daripada melakukan kebaikan.

Rindu juga rasanya. Pingin sekali ikut jumatan. Makanya sejak 2 minggu terakhir saya selalu mencari tahu, dimana masjid yang melakukan jumatan. Yang tetap aman dari resiko tular menular covid 19 itu. Beberapa teman merekomendasikan satu masjid di belakang kompleks rumah saya. Masjid yang suara adzan; ngaji dan ceramahnya sampai di rumah saya itu. Masjid yang selama ini tidak pernah meliburkan sholat berjamaah. Sholat tarawih dan sholat Idul Fitri kemarin tetap dilakukan dengan semarak.
 
Saya tahu. Masjid itu ada ditengah pemukiman padat. Pastilah jamaahnya juga berjubel kata saya. Namun teman saya tetap merekomendasikan ke masjid itu. Pergilah ke lantai dua. Disana tidak banyak jamaahnya. Sehingga bisa mengatur jarak sendiri. Teman saya meyakinkan.

Jumat – 2 minggu yang lalu saya  gagal. Saya khawatir dengan social distancingnya. Saya perhatikan parkir kendaraan disepanjang gang itu. Penuh sesak oleh sepeda motor.
Jumat kemarin, kerinduan saya untuk jumatan mengalahkan kekhawatiran saya.  Saya bulatkan tekat jumatan ke masjid itu. Saya rencanakan langsung menuju ke lantai dua, seperti rekomendasi teman saya.

Saya terhenyak. Ternyata diihalaman masjid di siapkan bilik disinfektan.  Dan Masjid itu begitu bersihnya. Lantainya yang terbuat dari marmer itu begitu mengkilatnya. Saya perhatikan para jamaah menerapkan social distancing yang cukup rapi.

Oh ternyata takmir telah menandai shaft mana yang boleh dipakai, mana yang tidak boleh dipakai. Yang boleh dipakai diberi tanda kotak. Yang tidak boleh dipakai diberi tanda silang yang cukup besar ( X ). Oh ternyata shaft nyapun dibuat tidak lurus dari depan kebelakang. Tapi dibuat selang seling. Kalau didepannya tanda kotak, dibelakangnya dibuat tanda silang ( X ). Kalau didepannya tanda silang ( X ); dibelakangnya dibuat tanda kotak. Dengan cara ini jarak antar jamaah depan dan belakangnya menjadi lebih lebar.

Saya masuk ke ruang utama. Jamaah duduk rapi sesuai dengan aturan Takmir. Yang tanda silang dibiarkan kosong.  Sayapun tidak jadi kelantai dua. Saya cukup confidence berjamaah di ruang utama. Saya ambil shaft ke empat yang masih kosong. Kemudian saya sholat sunah dua rekaat. Sambil menunggu waktu masuk jumatan - saat khotib naik mimbar.  Saya perhatikan jamaah yang duduk di shaft2 depan. Saya baru tahu - kebanyakan mereka tidak membawa sajadah.  Dan tenyata banyak juga yang tidak memakai masker. Timbul rasa ngeri2 sedap pada diri saya. Saya berdoa semoga tidak ada yang batuk ataupun bersin. Yang akan memperbanyak droplet yang berhamburan kelantai.

Ini juga menarik. Saat iqomah dikumandangkan. Tanda akan segera dimulainya sholat jumat. Banyak jamaah bergegas menuju ke depan. Padahal hanya ada 1 tempat kosong. Yaitu tempatnya khotib tadi. Yang sekarang jadi imam. Maka tak ayal lagi. Tempat yang bertanda silang ( X ) pun ditempati. Praktis prinsip jaga jarak yang diatur oleh Takmir berantakan. Saya tidak tahu. Apakah mereka berebut menuju shaft depan yang pahalanya banyak. Ataukah karena banyak jamaah yang tidak kebagian tempat, sehingga mereka menyeruak masuk kedalam.

Setelah selesai sholat, sayapun memilih pulang belakangan. Untuk menghindari kerumunan.

Saya pulang dengan berjalan kaki. Menyelusuri gang. Memilih terkena terik matahari langsung. Untuk membunuh virus. Toh jarak masjid dan rumah tidak terlalu jauh. Hanya selemparan batu. Lemparan tangan Hulk.

Sampai rumah, saya cuci tangan dan cuci kaki. Baju, sarung, sajadah dan masker langsung masuk mesin cuci.

Saya membayangkan.  Akan banyak diperlukan tenaga relawan. Saat membuka masjid untuk jumatan nanti. Sejak pintu pagar harus ada yang memfilter. Hanya mereka yang pakai masker yang boleh masuk. Maju sedikit ada tenaga yang memaksa orang untuk cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer. Masuk pintu masjid ada tenaga yang memeriksa temperature dengan temp gunnya. Dan didalam ruang masjid harus ada beberapa petugas pengatur shaft. Dan terakhir. Bila kapasitas masjid sudah penuh, dipintu gerbang ditulisi – Masjid ditutup karena sudah penuh. Bila tidak, maka akan terjadi pengrusakan shaft yang sudah diatur sebelumnya.

Jadi, penjenengan pilih jadi relawan bagian apa ?

#NA
#KSB140620
#edisi_jumatan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar