27 Juni 2023

BPJS GIGI

Jangan Remehkan Kualitas Dokter Gigi di Puskesmas

 Oleh : Noor Aidlon


K

apan itu, gigi saya terasa sakit. Kiri kanan lagi. Untuk mengunyah terasa sakit sekali. Kemanapun makanan didalam mulut diarahkan untuk dikunyah pasti terkena gigi yang sakit. Makan menjadi tidak nyaman.

Malamnya terpaksa saya harus ke dokter gigi. Referensi teman saya. Selesai sholat Isya saya berangkat ke tempat prakteknya.  Tempat prakteknya dirumah dokter itu. Ada 3 pasien yang menunggu.  Saya pasien yang ke empat.

Tidak sampai 1 jam, saya dipanggil masuk ke ruang praktek. Basa basi sebentar, kemudian saya dipersilakan duduk di kursi pasien. Mulut terbuka dan lampu terang menyorot ke dalamnya. Lho koq baru sekarang ke sini nya, kata dokter itu. Itu sudah banyak yang harus dirawat. Iya dok, saya paling takut ke dokter gigi. Trauma kata saya. Bapak harus ubah mindset nya. Kedokter gigi itu untuk menghilangkan rasa sakit.  Bukan cari sakit. Kata dokter itu memotivasi. Iya dok. Tapi pengalaman  pertama saya dulu itu sangat menyakitkan, kata saya.  Kita lihat ya; Insya Allah saya akan berhati hati agar Bapak tidak kesakitan.

Yang urgent, yang menimbulkan rasa sakit ada 2 Pak. Yang gigi sebelah kanan bawah ada yang berlubang. Dan yang sebelah kiri atas ada indikasi patah, kata dokter. Ini yang bisa diatasi malam ini hanya yang kanan bawah saja.  Paling tidak Bapak bisa mengunyah dengan gigi sebelah kanan dulu.  Sedangkan yang kanan atas harus menunggu foto terlebih dahulu.

Setelah besuk paginya foto, malamnya saya kembali lagi ke dokter. Benar gigi kiri atas ada yg patah. Terus diapakan dok, tanya saya. Harus dicabut, kata dokternya. Mendengar kata dicabut, hati saya langsung menciut. Tidak punya nyali. Tidak bisa dirawat, tawar saya. Tidak bisa. Patahnya suadh lebih dari separoh gigi.  Waduh saya tidak siap dok. Saya minta waktu noto ati dulu. Dan malam itupun tidak ada tindakan apapun yang bisa dilakukan dokter.

Beberapa hari setelahnya;  saya terfikir untuk mencari second opinion. Teman saya menyarankan pakai BPJS saja. Beberapa bulan yg lalu; dia melakukan perawatan dan penambalan di RS Airlangga pakai BPJS.  Dokternya enak. Bisa diajak diskusi dan konsultasi.  Antrinya juga tidak banyak. Perlu hanya waktu 1 - 2 jam di rumah sakit. Masih managable, batin saya. Toh saya punya banyak waktu.

Sayapun mencari kartu BPJS saya. Saya sudah menjadi anggota BPJS selama beberapa tahun. Dan belum pernah memakainya sama sekali.  Sekarang saya mau pakai. Sekalian mau merasakan apakah pasien BPJS ini adalah pasien kelas dua. Dengan pelayanan yang berbeda dengan pasien biasa; yang bayar sendiri.  Seperti yang dulu sering menjadi keluhan masyarakat.

Saya kemudian browsing bagaimana cara berobat dengan BPJS. Saya harus datang ke Faskes Tingkat I dulu. Kalau tidak bisa ditangani oleh Faskes pertama; akan dibuat surat rujukan ke faskes selanjutnya.

Saya lihat kartu BPJS saya. Faskes tingkat I di Puskesmas Menur.  Jadi saya harus kesana. Saya sengaja ke Puskesmasnya agak siangan. Jam 09.30.  Langsung ke loket pendaftaran. Diberikan nomor : 19. Saya lihat di layar display; saat itu yang sedang ditangani dokter adalah pasien no 17. Berarti tinggal 1 pasien lagi.

Dari layar display itu, saya mengetahui ada beberapa pelayanan di Faskes ini. Ada dokter umum. Ini yang antriannya paling banyak. Ada dokter Ibu dan Anak. Ada yang khusus lansia. Dan dokter Gigi. Berarti Faskes ini cukup lengkap. Hampir jam 10 pagi, kursi yang disiapkan masih terisi penuh. Saya perhatikan ada 8 baris kursi antrian. Setiap baris berisi 8 kursi.  Berarti masih lebih dari 60 pasien yang antri.

Kurang dari 15 menit saya sudah dipanggil masuk. Cepat juga fikir saya. Dalam ruangan ada 2 orang dokter gigi dengan 2 dental unit dan  4 orang assistentnya. Satu dental unit masih relative baru. Secara umum ruang periksanya bagus. Hanya saja system penerangannya masih kurang memadai. Terasa gelap dan pengap.

Saya tunjukkan foto gigi saya – yang tersimpan di handphone - ke dokter yang memeriksa. Kemudian dia periksa gigi saya.  Gigi yang kanan bawah ternyata tambalannya lepas. Ternyata masih tambalan sementara. Saya ditegur mengapa tidak balik ke dokter giginya. Saya malah yang kaget. Memang harus balik lagi setelah ditambal. Dokter giginya tidak minta saya Kembali lagi. Kata saya.

Baru dijelaskan bahwa yang dilakukan dokter sebelumnya adalah perawatan gigi. Sebelum gigi ditambal permanen harus dirawat dahulu agar kondisi gigi dan akar giginya sehat. Dalam masa perawatan itu, dokter melakukan penambalan sementara. Ini kapas yang dikasih obat masih menempel. Jelasnya.  Mestinya setiap minggu datang lagi ke dokternya. Untuk perawatan. Itu bisa 3 atau 4 kali kedatangan baru ditambal permanen.

Yang gigi kiri atas yang patah bagaimana dok. Tanya saya. Harus dicabut Pak. Tidak bisa dipertahankan lagi. Karena selain patah, giginya juga sudah goyang.

Kalau begitu; bisa minta rujukan ke RS Airlangga Bu ? Tidak bisa langsung ke RS Tipe B. Harus ke Tipe C terlebih dahulu.

Dan sayapun pulang dengan gundah hati. Dengan membawa pulang surat rujukan ke dokter gigi di RS Mitra Husada. Rumah Sakit tipe C.

#NA

#KSB 210623

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar