28 November 2014

PELAJARAN DARI RUANG PRAKTEK DOKTER




Anak saya mau pasang kawat gigi. Setelah beberapa kali berkunjung ke ortodentis di salah satu rumah sakit terkenal di Surabaya; akhirnya kami pindah dokter.  Kami mendapatkan referensi dokter gigi dari seorang teman. Katanya dokter gigi ini bagus meskipun masih muda. Tempat prakteknya nyaman dan tidak perlu antri karena memang harus membuat perjanjian terlebih dahulu.

Sore itu kami berkunjung ke dokter gigi muda referensi teman saya itu.  Setelah di periksa, dokter mengatakan kondisi giginya siap dipasang kawat gigi.  Kami memang membawa hasil foto gigi anak saya.  Kami janjian kapan kawat giginya dipasang. Rupanya dokter gigi ini pasiennya banyak.  Besuk pagi, jadual saya sudah penuh, katanya. Sedangkan anak saya harus segera kembali ke Malang. Akhirnya kami mendapatkan win win solution. Dokternya mau buka prakek 2 jam lebih  awal  dari jam praktek normalnya. Ini yang perlu di acungi jempol. Dokter ini mau menegosiasi. Dia faham betul kondisi pasiennya.  Sering kami temui dokter yang tidak mau buka di luar jam prakteknya. Kecuali kondisi gawat darurat.

Dokternya memang ramah sekali. Saya mendapatkan banyak informasi dan ilmu dari dia mengenai kondisi gigi anak saya.  Padahal baru pertama kami berkunjung. Informasi dan ilmu itu tidak kami dapatkan dari dokter rumah sakit; meskipun kami sudah berkunjung 4 kali.

Memang dia sibuk sekali; namun hak pasien sangat di perhatikan. Hak pasien untuk mendapatkan informasi. Dia menjelaskan dengan sangat ramah dan mempergunakan bahasan/istilah yang mudah dimengerti oleh orang  awam. Bukan istilah tehnis kedokteran yang sulit dimengerti oleh orang awam seperti saya. Biasanya seorang yang sangat ahli dibidang tertentu dalam menjelaskan ke orang lain dengan memakai istilah istilah teknis. Saya pernah berkunjung ke dokter internis. Dia menjelaskan panjang lebar mengenai penyakit dan kondisi badan saya. Sayangnya; banyak istilah kedokteran yang dia pergunakan, sehingga pada akhir pembicaraan saya selalu bertanya artinya apa dok ?

Saat pemasangan kawat gigi; anak saya minta di temani.  Agar kalau ada yang perlu diputuskan ada yang bisa diajak pertimbangan, katanya beralasan. Sayapun ikut masuk ke praktek dokternya. Sebelum dipasang kawat gigi, sekali lagi dokternya menjelaskan dengan baik.

Dokter ini ditemani oleh 2 orang assisten. Satu orang membantu menyiapkan alat yang diperlukan, satu lagi membantu menyinari. Begitu selesai memasang sesuatu dokter bilang ke assistennya; tolong di sinari ( terus terang saya tidak tahu maksudnya ).

Saya memperhatikan bagimana dokter dengan sangat antusias; sepenuh hati, serius menggarap gigi anak saya. Dia sangat totalitas.  Kondisi yang kontras dengan assisten yang bagian menyinari. Dia kelihatan tidak terlalu antusias. Just doing the job.  Setelah manik2 nya ( saya tidak tahu apa namanya ) terpasang di gigi, kini giliran dokternya memasang kawatnya. Namun tiba tiba dia memanggil assisten yang bagian menyinari dengan nada yang sangat kecewa. Ini banyak yang lepas. Kamu menyinarinya tidak sempurna. Kamu telah memberikan PR kepada saya. Mestinya 10 menit lagi selesai, kini harus mengulang; kata sang dokter.  30 menit waktu saya akan habis sia sia. Di luar sudah menunggu pasien berikutnya, kasihan dia harus menunggu lama; lanjut dokter dengan nada kecewa.

Dalam perjalanan pulang saya ngomong sama anak saya. Tuh, kalau kerja tidak sepenuh hati.  Hasilnya tidak bagus. Terus supaya dapat kerja sepenuh hati gaimana caranya; tanya anak saya.

Pertama, kita harus bisa menemukan pentingnya pekerjaan kita. Kalau kita merasa apa yang kita kerjakan itu penting, tentu kita akan antusias, sungguh sungguh dalam mengerjakan. Tanpa peran kita; hasil secara keseluruhan akan jelek. Seorang tukang batu yang sedang bekerja untuk membangun rumah ibadah; tentu akan berbeda antusiasmenya dibandingkan dengan tukang batu yang sedang bekerja membuat tembok pagar, padahal apa yang dikerjakannya sama-membuat dinding !!!

Sering kita mengatakan; tanpa kehadiranmu acaranya tidak akan ramai untuk “memaksa” orang mau hadir dalam acara itu. Sejatinya kita sedang mengirim pesan bahwa peran dirimu sangat penting. Dan efeknya luar biasa …  orang yang rencananya tidak hadir menjadi hadir.

Kedua; menciptakan rasa tanggung jawab. Sebetulnya ketika kita diberi perintah; dimintai tolong atau mempunyai rencana melakukan sesuatu; saat itu tanggung jawab sudah melekat pada kita. Namun tidak sedikit yang tidak “merasa”  punya tanggung jawab. Bahkan sudah melakukan pekerjaanpun masih banyak yang belum “merasa”  punya tanggung jawab. Padahal rasa tanggung jawab ini yang akan membuat orang bersunggung sungguh. Yang bisa membuat orang bekerja tanpa mengenal lelah.

Bila anda ditunjuk sebagai ketua panitia suatu acara; meskipun badan anda flue berat anda akan memaksakan diri untuk hadir. Ketika hadir anda akan menunjukkan seakan akan anda tidak sakit dan anda kelihatan atau merasa tidak sedang sakit. Itulah makna tanggung jawab.

Karena tidak setiap orang punya “rasa” tanggung jawab atas tugas yang diberikan kepadanya; maka sangat penting bagi kita untuk mengatakannya secara jelas. Ini tanggung jawabmu !!!  Tolong lakukan dengan baik.  Atau dengan kalimat; lakukan tugas ini dengan penuh rasa tanggung jawab.

Ketiga; menciptakan “rasa” krisis ( creating sense of crisis ).  Bayangkan apa dampak resiko bila tugas itu tidak dilakukan dengan baik.  Dokter gigi anak saya tahu dan faham betul resiko bila pemasangan kawat gigi tidak bagus. Gigi tidak akan rapi dan ujungnya brand image dokter ini akan jatuh. Dampak berikutnya tidak akan ada pasien yang datang; terus darimana dia bisa membiayai karyawan dan perlatan clinicnya. Sedangkan asisten dokternya tidak faham atas resiko resiko itu. Inilah pentingnya leadership. Bagaimana membuat followernya mempunyai jarak pandang sejauh jarak pandang leadernya.

Keempat, menumbuhkan aspek spiritualitas. Mulai dari pemahaman dan keyakinan bahwa bekerja itu ibadah. Dan kunci dari ibadah itu keikhlasan. Orang yang ikhlas akan bekerja dengan sungguh sungguh sepenuh hati. Beda dengan seikhlasnya. Seikhlasnya akan memberikan ala kadarnya.

Spiritualitas juga dimaknai bahwa setiap yang dikerjakan akan dimintai pertanggungan jawab dunia sampai akherat. Akherat adalah alam kelanggengan. Jadi mempertanggung jawabkan di akherat akan sangat lama. Dampaknya tidak terhingga.

Spiritualitas juga dimaknai bahwa apapun yang dikerjakan adalah ladang amal. Setiap langkah; setiap gerak yang dilakukan dengan niat yang baik pada dasarnya menabung untuk membangun rumah di surga. Rumah di Surga adalah rumah kelanggengan, oleh karena itu harus dipersiapkan sebaik mungkin. Dengan cara menabung sebanyak mungkin.

Marilah kita belajar dan belajar terus untuk bisa melakukan tugas yang diamanahkan kepada kita dengan sepenuh hati.

Semoga menginspirasi ….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar