29 Januari 2013

LAKI LAKI ITU TAK TERDUGA



Laki laki itu umurnya sekitar 30 tahunan. Orangnya sangat ramai.  Bicaranya meledak ledak, spontan, seakan tanpa memilih kata sehingga terkesan sedikit urakan. Rambutnya dikucir bagian belakang meskipun bagian atas dan samping dipotong sangat pendek, persis seperti gaya rambutnya Sule-OVJ.  Kesukaannya pakai kaos dan celana jin belel.  Hal ini menambah kesan ke “urakan” nya.

Ketika saya mengundang teman teman kerumah; beberapa teman kantor terheran heran – koq ada teman saya yang kayak gitu modelnya. Maklum hampir semua teman saya sangat santun; hampir menyerupai priyayi yang segala ucap lakunya ditata menurut “manner”nya.
Ketika saya ceritakan bagaimana teman satu ini yang terkesan urakan sangat hormat dan sayangnya kepada kedua orang tuanya; mereka terkagum  kagum dengan sedikit tidak percaya.

Saya ketemu laki laki ini, sekitar tahun 2006 ketika kami melakukan manasik haji.  Kami satu KBIH jadi sering ketemu apalagi setelah di Mekah Madinah. Dia berangkat haji bersama dengan ayahnya.  Saat itu ayahnya sudah sepuh.  Saya tahu persis bagaimana dia menuntun ayahnya di Mekah dan Madinah.

Kalau kami ini mau sholat ke masjidil haram, paling paling 1 jam sebelumnya kami baru bersiap siap. Tidak demikian halnya dengan dia. Dia harus sudah bersiap siap 2 jam sebelumnya. Karena dia harus juga mempersiapkan ayahnya.  Belum lagi kecepatan berjalan ayahnya yang tidak secepat  kami kami. Ayahnya sering harus beristirahat di tengah jalan.  Hal ini semata mata karena kondisi fisik ayahnya.

Kalau kami beberapa kali sempat berziarah ke beberapa tempat, dia tidak bisa mengikutinya. Saya tahu persis dia mempunyai keinginan berziarah seperti kami kami. Namun keinginan itu harus ditahannya demi menjaga ayahandanya. Satu pengorbanan yang luar biasa. Dia tidak pernah mengeluh sedikitpun dalam menjaga dan mengawal ayahandanya.

Jadi saya tahu persis bagaimana dia harus menahan diri; berkorban demi ayahandanya. Dan alhamdulillah; rukun Islam yang terakhir ini dia bisa selesaikan bersama ayahandanya denan sangat baik.

Beberapa tahun kemudian dia bercerita bahwa dia habis pulang umrah bersama dengan ibundanya. Setelah kami minta dia menceritakan pengalamanya. Diapun bercerita bagaimana dia  mengurus dan menemani ibundanya.  Kalau dengan ayahnya dia perlu waktu persiapan 2 jam  sebelumnya untuk bisa sholat di masjidil haram, dengan ibundanya dia harus mempersiapkan 3 jam sebelumnya. Dia harus menyiapkan pakaian ibunya; membantu memakaikannya  termasuk memakaikan kaos kaki.

Karena kondisi ibundanya; tidak jarang dia harus menggendongnya. Kembali dia harus menahan keinginan untuk berziarah dan bebas kemana dan melakukan apa saja sesuai keinginannya.

Dia menceritakan, sudah menjadi niatnya untuk menghajikan kedua orang tuanya sebelum dia sendiri naik haji. Namun karena kondisi orang tuanya; maka dia menemani ayahnya terlebih dahulu dalam menunaikan ibadah haji dan baru kemudian menemani ibundanya. Ibundanya hanya umrah karena kondisi fisik ibundanya dan antrian hajinya.

Alhamdulillah saya telah selesai menaikan haji ayah dan ibu saya. Setelah ini saya akan haji atau umrah sendiri, menebus keinginan untuk melakukan ibadah dan pergi ziarah kemana saja yang dia kehendaki, niatnya.

Dua minggu lalu kami mengadakan pertemuan di rumahnya. Rumahnya yang boleh dibilang sangat sederhana.  Dia selalu memperkenalkan tamunya dengan ibunya. Ibunya sekarang sudah lumpuh, tidak bisa berjalan sendiri. Setiap pagi dia siapkan kopi dan sarapan untuk ibundanya. Dia gendong ibundanya ke kamar mandi atau tempat lain yang dikehendaki ibundanya.

Sekali lagi dia harus menahan diri untuk pergi umroh sendiri atau bersama istrinya. Dia baru menikahi gadis  beberapa bulan yang lalu.  Dia bilang sangat bersyukur menemukan istri yang juga dengan kasih sayangnya mau mengurus ibundanya yang lumpuh.

Saya merenung. Bagaimana dengan profesinya sebagai MC lokal dan perias pengantin  sudah 2 kali pergi ke tanah haram bersama ayah dan ibundanya.

Sayapun menemukan jawabannya. Yaitu impian dan birru walidain -  berbakti kepada kedua orang tuanya.

Dia mempunyai impian yang sangat jelas. Menghajikan kedua orang tuanya. Dengan impian itu, secara tidak sadar di fikirannya akan tersetting prioritas. Prioritas menabung untuk menghajikan ayah dan ibundanya terlebih dahulu.  Merenovasi rumah nanti ! Membeli mobil, nanti ! dst. Dengan impian yang sangat jelas maka penyusunan prioritas akan sangat mudah. Dalam seven habit diajarkan. Habit kedua adalah begin with the end in mind. Setting tujuan akhir. Setting impian. Kemudian diikuti dengan habit ketiga put first thing first. Penyusunan prioritas.

Banyak orang sudah sangat faham dengan seven habit atau ajaran lain yang serupa. Namun hanya sedikit orang yang mampu membuat ajaran tersebut menancap dalam di fikiran dan hatinya. Banyak yang tergoyahkan ditengah jalan. Memang banyak sekali gangguan; banyak sekali godaan dan banyak sekali alasan untuk mempertahankan end in mind. Tujuan akhir yang telah di setting. Hanya mereka yang memegang teguh; sangat teguh end in mind nyalah yang mampu bertahan dari godaan dan terpaan badai yang berubah wujud menjadi “dalih” pembenaran.

Saya berdoa; semoga amal ibadah laki laki teman saya ini diterima oleh Nya; mendapat Ridlo Nya dan dicatat sebagai amalan yang penuh barokah.

Semoga menginspriasi …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar